Liputan6.com, Jakarta - Suasana Kampung Kepuh Sari RT 3/RW 11, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Solo, Jawa Tengah mendadak mencekam pada 17 September 2009 silam.
Sebuah rumah menjadi sasaran tembak personel Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri. Di dalam rumah tersebut, terdapat gembong teroris yang paling dicari saat itu, yakni Noordin M Top.
Berdasarkan Catatan Sejarah Hari Ini (Sahrini) Liputan6.com, pria asal Johor itu tewas dengan kondisi mengenaskan. Bagian belakang kepalanya hancur dan terdapat beberapa lubang bekas tembakan peluru di tubuhnya.
Selain Noordin, ada tiga terduga teroris lainnya yang tewas. Mereka adalah Urwah alias Bagus Budi Pranoto, Hadi Susilo alias Adib, dan Ario Sudarso alias Aji.
Posisi Noordin diketahui polisi, setelah rekannya yakni Ahmad Puji Prabowo alias Bejo ditangkap di Pasar Gading, Solo pada Rabu 16 September 2009.
Tak lama setelah itu, polisi lantas menangkap Sukono alias Kedu. Setelah diinterogasi, mereka mengaku bahwa di rumah Urwah di Kampung Kahuripan, ada beberapa pelaku teror.
Malam harinya sekira Pukul 23.30 WIB, polisi mulai melakukan penggerebekan. Saat dikepung, para buronan di dalam rumah memberondong polisi dengan tembakan. Aksi baku tembak pun berlangsung hingga dini hari.
Baca Juga
Advertisement
Dalam baku tembak, sebuah sepeda motor yang ada di ruang tamu rumah terbakar, para buronan pun lari ke kamar mandi. Menjelang subuh, personel Densus lalu menjebol tembok kamar mandi. Alhasil para buronan dilumpuhkan.
Setelah itu dilakukan proses evakuasi yang dilanjutkan dengan identifikasi. Polisi baru mengetahui bahwa salah seorang buronan yang tewas adalah Noordin M Top, setelah hasil tes sidik jari keluar pada 17 September siang.
Kapolri Jenderal yang kala itu dijabat Bambang Hendarso Danuri memastikan, salah satu korban tewas dalam penyergapan selama tujuh jam itu adalah Noordin M Top, gembong teroris paling dicari di Indonesia.
Kepastian ini disampaikan Kapolri saat jumpa pers di Markas Besar Polri di Jakarta Selatan, Kamis 17 September 2009 petang.
Kapolri menyatakan pula, berdasarkan data Polri dan Polisi Diraja Malaysia, sidik jari di salah satu mayat menunjukkan banyak persamaan dengan Noordin.
"[Ada] 14 titik kesamaan identik dengan DPO (Daftar Pencarian Orang) yang sembilan tahun dicari," ungkap Bambang Hendarso Danuri.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Terlibat Beberapa Kasus Terorisme
Sejak peristiwa bom malam Natal 2000, nama Noordin M Top mulai terdengar. Bersama rekannya, yang juga asal Malaysia, Dr Azahari Husin, mereka diduga terlibat kasus ledakan bom di beberapa daerah. Mereka juga diketahui berafiliasi dengan jaringan teroris Jamaah Islamiyah (JI).
Noordin M Top diketahui lahir di Johor, Malaysia. Pria yang sering berubah-ubah penampilan itu adalah seorang sosok yang cerdas. Akuntan kelahiran 11 Agustus 1968 itu, memang cocok dengan perannya sebagai pengatur keuangan dan sekaligus sebagai penyandang dana dalam berbagai proyek pemboman di Indonesia.
Selain itu, Noordin amat piawai meyakinkan orang. Itulah sebabnya, ia dijadikan sebagai orang terpercaya di organisasi sebagai perekrut anggota baru.
Noordin lari ke Indonesia bersama Azahari Husin setelah pemerintah Malaysia menghancurkan gerakan Islamis radikal pascaserangan yang menggegerkan dunia, 11 September 2001 di Amerika Serikat. Sejak itu, Noordin dan Azahari tak pernah berani pulang kampung halamannya. Karena kedua tokoh penting JI itu menjadi buronan paling dicari di negaranya sendiri, Malaysia.
Noordin tercacat terlibat beberapa serangan teror, di antaranya bom mobil di depan Kedubes Filipina di Jakarta pada 2002, lalu bom besar di Bali, dan bom di Hotel JW Marriott, Jakarta pada 2003.
Selain itu, Noordin juga disebut-sebut terlibat bom mobil yang meledak di depan pintu gerbang kantor Kedubes Australia, Jakarta pada 2004.
Advertisement
Sulit Ditangkap
Sejak tinggal di Indonesia, Noordin berkali-kali ganti nama. Hanya kalangan internal terbatas di kelompoknya saja yang mengetahui siapa sebenarnya di balik nama-nama aliasnya itu.
Di antaranya, tahun 2004, Noordin berganti nama menjadi Abdur Rachman Aufi. Ketika itu Noordin berkenalan dengan Munfiatin alias Fitri, perempuan asal Jepara, Jawa Tengah. Sarjana pertanian itu berprofesi sebagai pengajar Bahasa Arab di Pondok Pesantren Miftahul Huda, Subang, Jawa Barat.
Noordin kala itu mengaku sebagai mujahid (pejuang) yang sedang dicari-cari polisi. Setelah sempat menikah siri di Surabaya, mereka pun akhirnya menikah sah di Balai Nikah KUA Kraton, Pasuruan, Jawa Timur, 7 Juli 2004. Munfiatin pun resmi menjadi istri kedua Noordin.
Tapi tak lama setelah pernikahannya, polisi mengendus persembunyiannya. Tapi, Noordin berhasil lolos, sementara istrinya ditangkap Densus 88. Juni 2005, sang istri kedua NMT itu diadili di Pasuruan, Jawa Timur, dengan dakwaan menyembunyikan informasi buronan negara dan akhirnya dijebloskan ke penjara wanita di Malang.
Selama pelariannya, Noordin selalu dibantu oleh sel-sel jaringannya yang sangat eksklusif. Beberapa kali upaya penangkapan Noordin yang Densus 88 Antiteror Polri selalu gagal.
Di antaranya, penyergapan di NTB yang sempat berbuntut kasus salah tangkap terhadap orang yang diduga mirip Noordin. Lalu upaya penangkapan di beberapa tempat di Jawa Timur dan Jawa Barat.
Beberapa kota kecil seperti Wonosobo, Temanggung, Brebes, Pekalongan, dan daerah pantai utara Jawa tak luput dari intaian Polri. Termasuk kabar terbaru penyergapan di Cilacap. Penggerebekan tempat-tempat yang diduga menjadi tempat persembunyian Noordin, dilakukan pula di Sumatera.
Semua upaya Polri itu masih belum berhasil. Noordin selalu lolos dari sergapan. Januari 2006, polisi menyebut Noordin telah menyatakan dirinya sebagai pemimpin kelompok baru bernama Tanzim Qaedat al-Jihad yang berarti lebih kurang 'Kelompok untuk Dasar Jihad'.