Kilang Minyak Arab Diserang Drone, Apa Dampaknya ke Harga BBM?

Harga minyak dunia mengalami kenaikan dipicu oleh serangan pesawat tanpa awak (drone) pada kilang Arab Saudi.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 17 Sep 2019, 12:17 WIB
Perahu kayu membawa muatan melintas di dekat kilang minyak Pertamina Refenery Unit IV Cilacap, Rabu (7/2). Kilang Pertamina RU IV Cilacap merupakan satu dari enam unit pengolahan minyak milik PT. Pertamina di Indonesia. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, kenaikan harga minyak dunia belakangan ini belum berpengaruh pada pembentukan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri. Kenaikan harga tersebut dipicu serangan pesawat tanpa awak (drone) pada kilang Arab Saudi.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan,harga minyak mengalami kenaikan ke level USD 67 per barel, dari sebelum peristiwa meledaknya kilang akibat serangan drone sekitar USD 60.

"kemarin USD 67,10 brent, hari ini brent USD 67,83. turun 0,sekian," kata Djoko, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (17/9/2019).

Menurut Djoko, kenaikan harga minyak dunia tersebut masih dalam kondisi aman terhadap pembentukan harga BBM, sebab pemerintah memprediksi harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) di level USD 65 per barel. Sehingga masih mendekati kisaran yang diprediksi pemerintah.

Dia melanjutkan, untuk perkiraan ICP pada Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2020 dipatok sebesar USD 63 per barel, besaran ICP tersebut disepakati mendekati level harga minyak mentah brent saat ini.

"APBN USD 63, tapi oke kok. Kalau ICP kan dikurangi USD 5 dari brent. 67-5= 62 kemarin kita tetapin USD 63 loh di 2020, masih oke kok," jelasnya.

Serangan terhadap fasilitas minyak Arab Saudi pada Sabtu (14/9/2019) membuat pasokan minyak dunia turun 5 persen. Kondisi ini mendongkrak harga minyak mentah jenis Brent lebih dari 19 perden menjadi USD 71,95 per barel.

Sedangkan minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) naik lebih dari 15 persen ke USD 63,34 per barel. Harga minyak ini merupakan yang tertinggi sejak bulan Mei lalu.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Serangan Terhadap Aramco Bikin Rupiah Melemah

Pekerja menunjukan mata uang Rupiah dan Dolar AS di Jakarta, Rabu (19/6/2019). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sore ini Rabu (19/6) ditutup menguat sebesar Rp 14.269 per dolar AS atau menguat 56,0 poin (0,39 persen) dari penutupan sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar )

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan di awal pekan ini. Nilai tukar rupiah melemah dibayangi sentimen negatif dari eksternal. 

Mengutip Bloomberg, Senin (16/9/2019), rupiah dibuka di angka 13.996 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.966 per dolar AS. Menjelang siang, rupiah terus melemah ke 14.042 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.990 per dolar AS hingga 14.054 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah masih menguat 2,43 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.020 per dolar AS. melemah jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 13.950 per dolar AS.

Nilai tukar rupiah melemah dibayangi sentimen negatif dari eksternal. "Pelemahan rupiah karena ada faktor geopolitik, terkait dengan serangan terhadap Aramco," kata analis Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto dikutip dari Antara.

Kelompok gerilyawan Yaman yang bersekutu dengan Iran, Al-Houthi, pada Sabtu (14/9) menyerang dua instalasi minyak Arab Saudi, Aramco, termasuk instalasi terbesar pemrosesan minyak di dunia, sehingga menyulut kebakaran.

Peristiwa tersebut terjadi setelah serangan lintas-perbatasan terhadap instalasi minyak Arab Saudi dan tanker minyak di perairan Teluk.

"Selain itu, rupiah juga dipengaruhi oleh arah kebijakan moneter, baik di negara maju maupun di negara-negara berkembang," ujar Rully.

Sementara itu, dari dalam negeri, neraca perdagangan Agustus yang diprediksi surplus dapat menjadi sentimen positif bagi nilai tukar.

"Kami prediksi surplus tapi relatif kecil, sekitar 80-90 juta dolar. Pasar ekspektasinya di atas USD 100 juta," kata Rully.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya