Pemerintah Akui Butuh Waktu Lama untuk Ciptakan Robot Cerdas

Sistem teknologi yang di bangun di Indonesia saat ini masih belum cukup memadai.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Sep 2019, 14:46 WIB
Menkominfo Rudiantara. Liputan6.com/Andina Librianty

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara mengakui bahwa Indonesia belum sepenuhnya siap untuk menciptakan teknologi cerdas seperti robot. Sebab, sistem teknologi yang di bangun di Indonesia sendiri masih belum cukup memadai.

"Tapi dalam bentuk robotnya barangkali tidak akan bisa cepat ya apalagi di indonesia," kata Rudiantara saat ditemui di Jakarta, Selasa (17/9).

Kendati begitu, untuk masuk ke sistem penggunaan Artifical Intelligence (AI) atau sistem yang digunakan robot pemerintah mengaku siap. Dia pun mendorong para perusahaan startup untuk masuk ke sistem tersebut.

"Pemerintah mendorongnya adalah dengan startup memanfaatkan teknologi salah satunya teknologi AI. Jadi pola pikirnya bukan dari teknologinya tetapi dari orang-orang Indonesianya," kata dia.

Rudiantara menyebut di tengah pekembangan teknologi saat ini Indonesia sebetulnya memiliki peluang dengan dibantu oleh 80 juta generasi milenial. Para milenial ini lah yang nantinya juga akan didorong untuk masuk ke dalam perubahan atau teknologi baru.

"Ini anak-anak muda kita sebetulnya yang kita dorong menyiapkan diri kita, menyiapkan Indonesia, untuk masuki suatu yang baru. Kenapa? karena dengan teknologi dengan merubah mendset kita mencari cara baru, memanfatkan teknologi dapat memberi nilai tambah," kata dia.

Sepeti diketahui, Robot tercerdas di dunia, Sophia tiba di Jakarta untuk berinteraksi dalam dialog internasional CSIS tahun ini yang bertema teknologi dan dampaknya ke masyarakat. Para pejabat pun berkesempatan menguji kecerdasar robot tersebut dengan melakukan dialog.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Robot Cerdas Sophia Ngaku Tak Bisa Jadi CEO, Ini Alasannya

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara (dua kanan) didampingi Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf (kanan) berinteraksi dengan robot Sophia dalam dialog internasional CSIS di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (17/9/2019). (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Robot Sophia yang bisa berinteraksi layaknya manusia sedang berkunjung ke Jakarta. Ia hadir di dialog internasional Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan berinteraksi dengan pengunjung dari berbagai negara.

Kepada audiens, Sophia menjelaskan pekerjaan apa yang robot mampu dan tidak mampu lakukan. Ini ia jawab karena isu robotik selalu dibarengi kecemasan bahwa lapangan pekerjaan akan makin sempit.

Sophia menjawab manusia memiliki keunggulan dalam empati, inspirasi, dan kreativitas. Aspek kemanusiaan itu tak terjangkau robot sehingga tenaga manusia dibutuhkan untuk pekerjaan tertentu.

"Robot lebih jago mengolah angka dan melakukan tugas repetitif, (sementara) untuk menjadi guru atau CEO, kamu perlu memahami apa yang orang lain rasakan," ujar Sophia pada Senin (16/9/2019) di Jakarta.

Para seniman pun masih aman dari robot karena punya kreativitas. Sebetulnya sudah ada kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang membuat lukisan, bahkan tahun lalu lukisan Edmond Belamy karya AI berhasil terjual hampir setengah juta dolar di rumah lelang Christie's.

Namun, Sophie menyebut hasil kinerja AI masih sebatas mengelola data yang mereka pahami saja. "Hal itu masih belum sama dengan inspirasi sejati," ucap Sophia.

Sophia juga berharap agar akses setara di dunia pendidikan, teknologi, dan internet semakin meningkat. Tujuannya agar semua orang bisa berkontribusi pada perkembangan AI.


Gelar Seminar Teknologi, CSIS Boyong Robot Tercerdas di Dunia

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara (kanan) berinteraksi dengan robot Sophia dalam dialog internasional CSIS di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (17/9/2019). Sophia yang disebut-sebut sebagai robot tercerdas di dunia itu tampil mengenakan kebaya merah. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menggelar dialog internasional bertema teknologi dan dampaknya ke masyarakat, ekonomi, dan negara. Sejumlah pakar dari Uni Eropa, Microsoft, Google, dan TED Fellow turut diundang sebagai pembicara.

Dialog digelar selama dua hari pada hari ini, Senin (16/9/2019), hingga besok dan bertajuk Harnessing Frontier Technologies through a Redesigned National, Regional, and Global (Memanfaatkan Teknologi Termutakhir melalui Pendesainan Ulang Arsitektur Nasional, Regional, dan Global). 

CSIS pun menghadirkan Sophia, robot tercerdas di dunia. Sophia akan berinteraksi dengan audiens dan pada Selasa (17/9/2019) besok, Presiden Joko Widodo dijadwalkan akan berdialog dengan Sophia dan para audiens.

Bagi yang akrab dengan konten TED, akan ada pidato dari Luke Hutchison, ahli ilmu komputer dan biologi dari TED Fellow. Ia hadir untuk membahas teknologi singularitas, yakni ketika komputer super cerdas menawarkan arus kecerdasan yang tidak memberi ruang bagi intervensi manusia.

Sunny Park dari Microsoft Asia akan berbicara tentang etika teknologi. Isu itu sedang berkembang di tengah kontroversi soal data pribadi dan kecerdasan buatan.

Jake Lucchi, Kepala Konten dan Kecerdasan Buatan dari Google Asia Pacific, hadir untuk membahas cara perkembangan teknologi mengubah model industri dan bisnis dalam praktik usaha. Sementara, Imron Zuhri dari Dattabot Indonesia turut hadir membahas blockchain, big data, dan kecerdasan buatan di negara-negara berkembang.

Selama dua hari, ada empat diskusi panel dengan topik tentang implementasi teknologi masa kini dan masa depan dalam bisnis, ekonomi, dan sektor publik; implikasi terhadap produktivitas ekonomi, sifat pekerjaan, dan inklusi sosial-ekonomi; pendekatan baru terhadap kebijakan ekonomi dan pemerintahan; dan bagaimana kolaborasi regional dan integrasi ekonomi regional dapat memfasilitasi perumusan kebijakan perumusan kebijakan untuk teknologi masa depan. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya