Moeldoko soal UU KPK: Presiden Jokowi Tetap Komitmen Berantas Korupsi

Revisi UU KPK sudah disahkan, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko menilai hal tersebut sudah final dan tidak dapat diganggu gugat.

oleh Liputan6.comRatu Annisaa Suryasumirat diperbarui 17 Sep 2019, 15:47 WIB
Kepala Staf Presiden Moeldoko saat wawancara dengan KLY di Jakarta, Rabu (16/1). Dalam wawancara tersebut Moeldoko memaparkan kinerja kerja pemerintahan Jokowi-JK hingga saat ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - DPR telah mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) menjadi undang-undang dalam sidang paripurna, Selasa (17/9/2019). Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko menilai hal tersebut sudah final dan tidak dapat diganggu gugat.

"Ya saya pikir ini sudah final ya, apa yang dihasilkan oleh DPR dalam sebuah proses panjang untuk melakukan revisi UU KPK. Jadi walau apa itu, kritik dan masukan dan seterusnya pada akhirnya revisi sekarang ini sudah selesai," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2019).

Oleh sebab itu, dia meminta masyarakat agar menghargai produk hukum yang dihasilkan pemerintah. Menurut dia, dengan resminya revisi UU KPK, Presiden Joko Widodo atau Jokowi tak akan mengubah komitmen terkait pemberantasan korupsi. Moeldoko pun meminta agar jangan sampai ada penilaian yang menyudutkan Jokowi.

"Yang paling penting lagi adalah ingin saya tegaskan adalah Pak Jokowi selaku presiden sama sekali tidak ada niatan dan sama sekali tidak ingin mencoba untuk melakukan perubahan atas komitmennya untuk memberantas korupsi," ungkap Moeldoko.

Dia mengklaim, UU KPK sudah ada sejak 17 tahun yang lalu, dan dalam perjalannnya tetap harus diberikan masukan dari banyak pihak. Bukan hanya dari pemerintah dan DPR, tapi juga dari lapisan masyarakat.

"Untuk itulah DPR menampung berbagai aspirasi itu. Sebagai bentuk wujud akumulatif dari semua itu adalah proses politik berakhir dan inisiasi dilakukan di DPR untuk direvisi," ungkap Moeldoko.

Moeldoko menegaskan, walaupun ada pro dan kontra, Jokowi akan tetap berkomitmen. Terbukti revisi UU KPK tersebut sebelumnya sudah diserahkan ke pemerintah dan mendapat banyak masukan. Jika tidak ada masukan, pemerintah pastinya tidak akan mengkoreksi beberapa poin dalam revisi tersebut.

"Kalau pemerintah tidak berkomitmen mungkin tidak banyak koreksi. Buktinya banyak koreksi pemerintah untuk memberikan masukan, revisi itu. Jadi ini sebuah bukti nyata dari situ, Pak Jokowi muncul sikap komitmennya enggak berubah," ungkapnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Telah Disahkan DPR

Sebelumnya, DPR telah mengesahkan revisi Undang-undang nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi undang-undang dalam sidang paripurna, Selasa (17/9).

Pimpinan sidang, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengetuk palu pengesahan setelah anggota dewan menyatakan setuju. Tiga kali Fahri menegaskan persetujuan terhadap revisi UU KPK menjadi undang-undang.

Laporan terhadap hasil keputusan tingkat pertama dibacakan oleh Ketua Badan Legislasi Supratman Andi Agtas. Supratman menyebutkan enam poin revisi yang telah dibahas dan disetujui bersama.

Pertama, kedudukan KPK sebagai lembaga hukum berada dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam kewenangan dan tugas bersifat independen dan bebas dari kekuasaan. Kedua, pembentukan dewan pengawas untuk mengawasi kewenangan dan tugas dan tugas KPK agar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dewan pengawas telah disepakati mayoritas fraksi dan pemerintah ditunjuk oleh presiden.

Ketiga, revisi terhadap kewenangan penyadapan oleh KPK di mana komisi meminta izin kepada dewan pengawas. Berikutnya, mekanisme penggeledahan dan penyitaan yang juga harus seizin dewan pengawas. Kelima, mekanisme penghentian dan atau penuntutan kasus Tipikor. Terakhir terkait sistem pegawai KPK di mana pegawai menjadi ASN.

Dalam pengambilan keputusan tingkat pertama, tujuh fraksi; PDIP, Golkar, PPP, Nasdem, PAN, PKB, dan Hanura menerima revisi tanpa catatan. Dua fraksi, Gerindra dan PKS menerima dengan catatan tidak setuju berkaitan pemilihan dewan pengawas yang dipilih tanpa uji kelayakan dan kepatutan di DPR. Terakhir, Demokrat belum memberikan sikap karena menunggu konsultasi pimpinan fraksi.

 

Reporter: Intan Umbari Prihatin

Sumber: Merdeka

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya