BMKG Juanda: Sejumlah Titik Api di Jawa Timur Berpotensi Kebakaran

Musim kemarau belum berakhir di Jawa Timur (Jatim). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Juanda pantau sejumlah titik api di Jatim yang berpotensi sebabkan kebakaran.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Sep 2019, 00:00 WIB
(Foto: Tama66/Pixabay) Ilustrasi kemarau dan kekeringan.

Liputan6.com, Jakarta - Musim kemarau belum berakhir di Jawa Timur (Jatim). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Juanda pantau sejumlah titik api di Jatim yang berpotensi sebabkan kebakaran.

"Saat ini Jawa Timur masih dalam posisi musim kemarau dan terlihat terdapat titik api di wilayah Sidoarjo," jelas Teguh Tri Susanto selaku Kasi Data dan Informasi BMKG Juanda saat dikonfirmasi di Sidoarjo, Senin, 16 September 2019.

Pembakaran sampah menjadi prioritas pemantauan BMKG yang bisa berpotensi menyulut kebakaran hutan maupun lahan saat musim kemarau.

"Kami tetap mewaspadai potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan, terutama jika melakukan pembakaran-pembakaran sampah," katanya.

Ia menuturkan, terkait kejadian kebakaran hutan dan lahan jika itu sudah terjadi perlu dilakukan antisipasi secara dini, dikutip dari Antara.

"Kami juga berkoordinasi dengan petugas terkait lainnya seperti TNI, Polri, BPBD dan lainnya untuk proses pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan dan lahan," ujarnya.

Ia mengatakan, BMKG terus membaharui informasi untuk disebarluaskan kepada pemangku kepentingan dan juga masyarakat luas.

"Masyarakat hendaknya tetap menjaga kondisi tubuh mengingat musim kemarau diperkirakan akan terjadi sampai dengan Oktober mendatang dan juga perbedaan suhu yang sangat terasa di malam dan siang hari," ujar dia.

Untuk wilayah perairan, lanjut dia, perlu diwaspadai adanya peningkatan tinggi gelombang tinggi laut.

"Informasi tentang BMKG ini akan selalu diperbarui dan disebarkan kepada masyarakat kepada berbagai saluran yang ada, salah satunya di grup whatsapp," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Jelang Musim Hujan, Ini Permintaan Khofifah untuk BMKG

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memberikan keterangan kepada awak media usai menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (18/6/2019). Khofifah mengaku membahas sejumlah proyek infrastruktur dan transportasi di Jawa Timur. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, menuju musim penghujan, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa ingin info lengkap curah hujan dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dapat disampaikan selebar-lebarnya pada masyarakat.

Hal itu Khofifah sampaikan saat mengunjungi Kantor BMKG Juanda di Sidoarjo, Jawa Timur, pada Senin, 2 September 2019.

"Memasuki bulan September, Oktober dan Desember ini itu juga sudah mulai masuk musim hujan akan terkonfirmasi curah hujan seberapa tinggi debit airnya kemungkinan terjadinya ikutan cuaca ekstrem, kemungkinan terjadinya angin puting beliung dan seterusnya," ujar Khofifah untuk Antara.

Khofifah berharap, pemangku kepentingan dapat bekerja sama agar bisa koneksitas dengan data yang ada di BMKG, sehingga kemungkinan kejadian di laut bisa diantisipasi.

"Salah satunya saat masuk musim hujan akan terkonsentrasi berapa curah hujan dan juga berapa tinggi gelombang, termasuk angin puting beliung," kata dia.

Khofifah juga menuturkan, koneksitas dapat memungkinkan masyarakat untuk menerima informasi secara realtime.

"Kami ingin ada koneksitas dengan KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi), dan juga titik-titik kemungkinan masyarakat bisa mengakses informasi secara sering dan realtime sehingga akan menjadi kewaspadaan bersama," katanya.

Ia mengemukakan, seperti di perahu atau kapal motor, yang mengetahui kondisi cuaca tak hanya nahkoda, melainkan penumpang juga bisa mengetahui gelombang tinggi yang dikeluarkan oleh BMKG. Hal ini dapat berguna untuk mengantisipasi adanya informasi penting.

Khofifah menyampaikan, koneksitas tersebut dapat dicapai dengan kecanggihan teknologi dan nantinya bisa diteruskan kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah tingkat dua untuk memberikan langkah komprehensif.

"Kami tidak ingin ada bencana, tetapi sesuai dengan topografi wilayah Jatim sangat rentan terjadi bencana alam. Seperti saat kemarau terjadi kebakaran hutan, banjir, dan juga cuaca ekstrem," tutur Khofifah.

(Kezia Priscilla, mahasiswi UMN)

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya