Liputan6.com, Washington DC - Amerika Serikat, baru-baru ini, mengklaim telah mengidentifikasi lokasi di Iran yang menjadi sumber serangan drone dan rudal jelajah terhadap fasilitas minyak negara Arab Saudi, Aramco pada 14 September 2019 lalu.
Pengidentifikasian yang diumumkan pada Selasa 17 September mengulangi kembali apa yang telah dicurigai Presiden Donald Trump dan para pejabat AS sejak awal serangan, di mana mereka menuduh bahwa sumbernya berasal dari utara atau barat laut Saudi.
Advertisement
Dalam sebuah pengumuman terbaru, AS mengklaim bahwa sumber serangan berada di Iran selatan, di ujung kawasan Teluk Arab, demikian seperti dikutip dari BBC, Rabu (18/9/2019).
Pejabat senior AS yang anonim mengatakan kepada CBS News bahwa "sebuah tim Amerika telah meninjau langsung ke Abqaiq dan mengidentifikasi pesawat tak berawak dan rudal tertentu yang digunakan dalam serangan itu."
Reruntuhan ini akan dianalisis dan digunakan untuk menyajikan "kasus forensik yang sangat menarik" bahwa Iran bertanggung jawab, kata laporan itu.
Sistem pertahanan udara Negeri Petrodolar tidak bisa menangkal serangan, kata pejabat itu, karena alutsista tersebut selama ini diarahkan ke selatan Saudi --lokasi di mana sumber serangan terhadap mereka lazim berasal, yakni Yaman.
Wakil Presiden Mike Pence mengatakan pada hari Selasa bahwa AS sedang "mengevaluasi semua bukti", dan bahwa Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo sedang dalam perjalanan ke Arab Saudi "untuk membahas tanggapan kami".
Dia menambahkan: "Amerika Serikat akan mengambil tindakan apa pun yang diperlukan untuk mempertahankan negara kita, pasukan kita, dan sekutu kita di Teluk. Anda dapat mengandalkannya."
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Klaim Houthi
Kelompok pemberontak dan gerilyawan Houthi Yaman mengaku bertanggungjawab atas serangan di Abqaiq dan Khurais. Namun, Presiden Trump dan Menlu AS Mike Pompeo melempar telunjuk ke pihak lain: Iran.
Beberapa pejabat intelijen Amerika juga berasumsi: teknologi senjata yang digunakan pada penyerangan kilang di Abqaiq dan Khurais "terlalu canggih dari yang biasanya digunakan oleh Houthi."
Dugaan itu, ditambah dengan perkiraan bahwa sumber serangan berasal dari utara, bukan selatan, mendorong para pejabat AS melempar tuduhan kepada Negeri Persia --seteru regional Saudi di kawasan-- sebagai dalang utama.
Mereka juga menuduh bahwa Iran selama ini telah menyokong Houthi sebagai proksi mereka di Perang Yaman yang telah berkecamuk sejak 2015.
Advertisement
Tanggapan Iran
Iran membantah segala tuduhan. Presiden Hassan Rouhani menyebut serangan terbaru di Abqaiq dan Khurais sebagai tindakan balasan oleh "orang Yaman" atas intervensi Saudi dalam perang di negara pesisir Teluk Arab.
Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mentweet bahwa serangan terhadap Abqaiq dan Khurais "merupakan balasan para orang Yaman yang menjadi korban intervensi Saudi di sana."
"Menyalahkan Iran tidak akan mengubah situasi ... dan AS selalu dalam penyangkalan," lanjutnya.
Di sisi lain, Houthi telah lama menyangkal memiliki keterhubungan apapun dengan Negeri Persia.
Houthi memiliki rekam jejak penyerangan terhadap fasilitas minyak dan publik Saudi selama perang, namun, mereka selalu mempertahankan dalih bahwa aksi tersebut tidak disponsori pihak manapun, termasuk Iran.
Namun, sejumlah pengamat keamanan telah menilai bahwa Houthi adalah bagian dari "jejaring luas proksi Iran di Timur Tengah dan Asia Barat," demikian seperti dikutip dari the Washington Post.
Analis lain berpendapat, jika memang Iran terbukti mendalangi serangan, hal tersebut merupakan dampak dari ketegangan Washington-Teheran akibat pakta multilateral limitasi nuklir Iran (JCPOA 2015).
Usai keluar dari JCPOA pada 2018, AS kembali memberlakukan seperangkat sanksi ekonomi berat kepada individu dan entitas Iran. Sejak itu, ketegangan antara AS-Iran serta tensi regional Timur Tengah terus meningkat.