Penyatuan Aturan Bakal Genjot Investasi di Sektor Properti

Skema penyatuan sejumlah aturan atau omnibus law bakal memperluas iklim investasi pada sektor properti.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 18 Sep 2019, 13:00 WIB
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil(Kementerian ATR/BPN)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil mengungkapkan, skema penyatuan sejumlah aturan atau omnibus law bakal memperluas iklim investasi pada sektor properti.

"Omnibus law adalah iklim menciptakan investasi yang lebih baik. Jadi kita akan lihat apa saja iklim investasi yang selama ini jadi masalah. Itu yang akan dicari solusinya, termasuk properti dan investasi yang lain," jelas dia dalam Rakornas Bidang Properti yang diselenggarakan Kadin Indonesia di Jakarta, Rabu (18/9/2019).

Menurutnya, iklim investasi di Indonesia masih tidak menarik dalam persaingan global. Hal itu terlihat dari adanya 31 perusahaan besar asal China yang ekspansi ke berbagai negara, tapi tidak melirik pasar di Tanah Air.

"Itu menunjukan ada sesuatu yang salah. Maka itu yang sedang dicari pemerintah solusinya. Istilahnya omnibus law, hal-hal yang menghambat investasi akan diperbaiki," seru dia.

Dia mengatakan, proses perizinan dalam konstruksi bangunan selama ini sebenarnya bisa ditiadakan. Sofyan menekankan, yang diperlukan adalah keberadaan aturan standar yang wajib dipatuhi dalam proses konstruksi.

"Misalnya, orang mau bikin bangunan. Izin mau bikin 400 m, orang bangun 800 m ga ada yang peduli. Jadi izin nanti enggak perlu, tapi standarnya. Kalau anda melakukan sesuai standar, silakan. Tapi kalau tidak, nanti inspektur bangunan yang akan melakukan penertiban," tuturnya.

"Di negara maju kan begitu. Anda boleh bangun apa aja, asal sesuai dengan standar. Kalau tidak sesuai dengan standar, dibongkar, supaya tanggung jawab lebih banyak diberikan kepada masyarakat. Karena izin birokrasi itu tidak sensitif," dia menandaskan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Jurus Kemenkeu agar Sektor Properti Kembali Bergairah

Harga rumah bersubsidi umumnya jauh lebih murah dengan penawaran tenor panjang 10-20 tahun.

Kementerian Keuangan menyiapkan insentif fiskal baru untuk industri sektor properti. Insentif baru tersebut berupa pelonggaran pengenaan pajak yang akan diberikan bagi seluruh kategori properti hunian, baik hunian atau rumah sederhana hingga yang berkategori mewah.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara mengatakan, insentif itu diberikan karena permintaan sektor properti hingga saat ini terus mengalami penurunan sejak 2015. Tahun ini sektor properti hanya tumbuh sebesar 3,58 persen, padahal sebelumnya dikisaran 5,01 persen.

"Untuk real estat mengalami pelemahan pertumbuhan, dari yang 2014 setara pertumbuhan ekonomi, tapi real estat konsisten turun diangka 3,58 persen, ini cukup mengkhawatirkan," ujar Suahasil saat memberi keterangan pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (21/6/2019).

Secara rinci, insentif yang disiapkan tersebut terbagi atas kategori hunian sederhana, yakni peningkatan batasan tidak kena Pajak Pertambahan Nilai atau PPN Rumah Sederhana sesuai daerahnya, serta pembebasan PPN atas rumah atau bangunan korban bencana alam.

Insentif tersebut diatur secara spesifik dan jelas dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81/PMK.010/2019 Tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Perumahan Lainnya, yang atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Sementara itu, untuk kategori hunian mewah, insentif yang diberikan yakni peningkatan batasan nilai hunian mewah yang dikenakan PPh dan PPnBM dari Rp 5 hingga 10 miliar menjadi rata seluruhnya Rp 30 miliar. Serta, penurunan tarif PPh Pasal 22 atas hunian mewah dari tarif 5 persen menjadi 1 persen.

Selain itu, juga ada simplifikasi prosedur validasi PPh Penjualan Tanah atau Bangunan dari 15 hari menjadi hanya 3 hari. Itu semua diatur dalam PMK 86/2019 tentang perubahan atas PMK 35/2017 Tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

"Nah, dengan kondisi sektor properti yang terus turun di bawah pertumbuhan ekonomi, maka pemerintah lihat kita perlu beri kebijakan yang tepat ke sektor properti berupa insentif," tandas Suahasil.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com   

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya