Revisi UU Pemasyarakatan Disebut Permudah Remisi Koruptor, Menkumham: Itu Namanya Suudzon

Yasonna juga menyebut, revisi UU Pemasyarakatan tidak bertentangan dengan PP 99 Tahun 2012.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 18 Sep 2019, 15:43 WIB
Menkumham Yasonna Laoly membacakan pandangan pemerintah terhadap revisi UU KPK dalam sidang paripurna ke-9 Masa Persidangan I 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (17/9/2019). Rapat Paripurna DPR menyetujui Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - DPR dan pemerintah menyepakati hasil pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Kesepakatan tersebut terjadi dalam rapat kerja Komisi III bersama Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa malam 17 September 2019.

Namun, revisi UU Pemasyatakatan itu dinilai akan mempermudah jalan koruptor mendapatkan remisi. Sebab, bila revisi disahkan, maka Peraturan Pemerintah No 99 Tahun 2012 yang mengatur tentang prasyarat pemberian remisi tidak berlaku.

Menkumham Yasonna Laoly menyatakan, hal itu hanya ketakutan dan buruk sangka sebagian kalangan saja.

"Haduh semuanya saja, nanti KUHP lagi (diprotes), itu namanya suudzon (buruk sangka," kata Yasonna di Komplek Parlemen, Senayan, Rabu (18/9/2019).

Menurutnya semua orang memiliki hak mendapatkan remisi, termasuk napi korupsi. Kalaupun ada pembatasan, kata dia, harus melalui undang-undang.

"Nanti kita lihat pelan-pelan ya, nanti kita lihat turunannya seperti apa dulu lah. Pokoknya setiap orang punya hak remisi. (pembatasan) itu melanggar hak asasi. pembatasan itu melalui dua, pengadilan dan UU," ucap Yasonna.

Politikus PDI Perjuangan itu memastikan revisi itu bukan angin segar bagi koruptor. "Enggaklah, tidak ada, kan ada pengaturan lebih lanjut nanti," ucap dia.

Yasonna juga menyebut, revisi UU Pemasyarakatan itu tidak bertentangan dengan PP 99 Tahun 2012.

"Aku cek dulu bertentangan nggak dengan UU itu. Ya semua disesuaikan dengan UU lebih tinggi," Yasonna menandaskan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Revisi Jadi Permudah Remisi?

Ilustrasi Sel, Tahanan, dan Rumah Tahanan (iStockphoto)

DPR dan pemerintah menyepakati revisi UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Bila revisi UU Pemasyarakatan disahkan, maka Peraturan Pemerintah No 99 Tahun 2012 tidak berlaku lagi.

PP 99/2012 mengatur tentang prasyarat pemberian remisi bagi narapidana kasus kejahatan berat, seperti napi tindak pidana terorisme, narkotika, korupsi dan kejahatan keamanan negara, kejahatan HAM berat, serta kejahatan transaksional dan teroganisasi.

Pasal 43A PP 9/2012 itu mengharuskan, napi bakal mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat, ketika bersedia menjadi justice collaborator, menjalani hukum dua pertiga masa pidana, menjalani asimilasi 1/2 dari masa pidana yang dijalani dan menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan.

Sementara ayat (3) Pasal 43B itu mensyaratkan rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai pertimbangan Dirjen Pemasyarakatan dalam memberikan remisi.

Wakil Ketua Komisi III Herman Hery membenarkan dengan revisi UU Pemasyarakatan, pembebasan bersyarat dan remisi terhadap koruptor tidak lagi merujuk kepada PP 99 tahun 2012.

"Tidak lagi. Otomatis PP 99 menjadi tidak berlaku karena semua dikembalikan ulang," kata Herman saat dihubungi tentang revisi UU Pemasyarakatan, Jakarta, Rabu (18/9/2019).

Wakil Ketua Komisi III Erma Ranik menjelaskan, rekomendasi remisi dan pembebasan bersyarat tidak lagi di lembaga penegak hukum. Tetapi kembali ke pengadilan.

"Pengadilan saja. Kalau vonis hakim tidak menyebutkan bahwa hak Anda sebagai terpidana itu dicabut maka dia berhak untuk mengajukan itu," ujar Erma.


Sepakati Pembahasan RUU Pemasyarakatan

Pekerja membersihkan kolam air mancur di halaman depan Gedung Parlemen MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Sabtu (4/8). Sidang Tahunan MPR akan berlangsung tanggal 16 Agustus 2018 dan juga untuk bersiap menyambut Asian Games 2018. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU PAS, Erma Suryani Ranik membeberkan beberapa perubahan yang dalam UU tersebut. Hal itu disepakati setelah melalui pembahasan dalam tim perumus (timus) dan tim sinkronisasi (timsin).

Perubahan itu diantaranya tentang:

A. Penguatan posisi pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana terpadu yang menyelenggarakan penegakan hukum di bidang perlakuan terhadap tahanan, anak, dan keluarga binaan.

B. Perluasan cakupan dari tujuan sistem pemasyarakatan yang tidak hanya meningkatkan kualitas narapidana dan anak binaan, namun juga memberikan jaminan perlindungan terhadap hak tahanan dan anak.

C. Pembaruan asas dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan didasarkan pada asas pengayoman, non diskriminasi, kemanusiaan, gotong royong kemandirian, proposionalitas, kehilangan kemerdekaan sebagai satu-satunya penderitaan serta profesionalitas.

D. Pengaturan tentang fungsi pemasyarakatan yang mencakup tentang peyalanan, pembinaan, pembimbing kemasyarakatan perawatan, pengamanan dan pengamatan.

E. Penegakan mengenai hak dan kewajiban bagi tahanan, anak dan warga binaan.

F. Pengaturan mengenai penyelenggaraan dan pemberian program pelayanan pembinaan pembimbingan kemasyarakatan, serta pelaksanaan perawatan, pengamanan dan pengamatan.

G. Pengaturan tentang dukungan kegiatan intelijen dalam penyelenggaraan fungsi pengamanan dan pengamatan.

H. Pengaturan mengenai kode etik dan kode perilaku pemasyarakatan serta jaminan perlindungan hak petugas pemasyarakatan untuk melaksanakan perlindungan keamanan dan bantuan hukum dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

I. Pengaturan mengenai kewajiban menyediakan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan sistem pemasyarakatan termasuk sistem teknologi informasi pemasyarakatan.

J. Pengaturan tentang pengawas fungsi pemasyarakatan.

K. Dan yg terakhir mengenai kerja sama dan peran serta masyarakat yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan sistem pemasyarakatan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya