Liputan6.com, Jakarta - Perencana keuangan Prita Hapsari Ghozie mengatakan, tiap orang sebaiknya memiliki jenis investasi yang beragam. Ini berdasarkan prinsip bahwa tiap produk investasi memiliki karakter baik risiko maupun imbal hasil (return) yang berbeda-beda.
Diharapkan setiap orang tidak memiliki jenis investasi dengan risiko yang sama. Sebab, jika kinerja satu jenis investasi sedang turun akan berdampak pada si investor.
"Ada namanya risiko. Kita dalam portofolio tidak boleh punya yang risikonya sama. Karena satu jatuh semua jatuh," kata dia, saat ditemui, di Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Baca Juga
Advertisement
Sebaliknya jika memiliki jenis investasi yang beragam, maka ketika kinerja satu jenis investasi turun, investor masih memiliki investasi yang lain. "Risikonya harus saling berlawanan. Saat yang satu jatuh yang satu naik malahan," ungkap dia.
"Kan setiap investasi memiliki karakter yang berbeda-beda. Karena karakter yang berbeda, maka anda harus punya semuanya. Karena itulah prinsip diversifikasi investasi," imbuhnya.
Dia menegaskan, tentu dalam berinvestasi setiap orang harus memperhatikan tujuan keuangannya. "Saya nggak permasalahkan ini investasi, ini apa. Kenapa harus duel untuk hal-hal seperti itu. Intinya harus tahu tujuan keuangan kita itu apa. Ini sarana untuk mencapainya," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kaum Milenial Harus Mulai Investasi Saham, Ini Alasannya
Sebelumnya, pasar modal di Indonesia semakin menggeliat. Investasi saham mulai banyak diminati anak muda. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat partisipasi kaum milenial di pasar modal mulai menunjukkan kenaikan.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), sejak 12 Juli 2019 terdapat 2.001.456 Single Investor Identification (SID) sejak 12 Juli 2019. Data BEI juga menunjukkan bahwa sampai pertengahan Agustus 2019, investor saham telah mencapai lebih dari satu juta SID.
Pertumbuhan investor milenial, yakni mereka yang berusia 18 sampai 30 tahun, pun mengalami peningkatan. Terhitung sejak akhir 2016 sampai Desember 2018, jumlah investor berusia 18 sampai 25 tahun meningkat 116,78 persen, dari 70.000-an menjadi 150.000 orang. Sedangkan jumlah investor berusia 26 sampai 30 tahun meningkat 90,39 persen, dari 60.000-an menjadi 110.000-an orang.
BACA JUGA
“Walaupun ada pertumbuhan positif, tetapi ternyata tingkat literasi dan inklusi keuangan di Indonesia, termasuk sektor pasar modal, masih relatif rendah,” ujar Inarno Djajadi, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, seusai membuka IDX-RHB Investment Summit 2019 di Yogyakarta, pada Rabu 4 September 2019.
Ia menuturkan untuk menjawab tantangan itu, BEI terus mempromosikan pasar modal ke seluruh lapisan masyarakat. Tidak melulu investor korporasi, melainkan juga retail.
Inarno menyebutkan BEI merupakan satu-satunya bursa efek di dunia yang memiliki 30 kantor perwakilan di provinsi dan ratusan galeri investasi di kampus-kampus.
“Ini jadi cara kami jemput bola,” tuturnya.
Menurut Inarno, kaum milenial harus mulai menabung saham karena mereka memiliki kecenderungan perilaku konsumtif. Oleh karena itu, BEI menawarkan kepada kaum milenial untuk berinvestasi melalui produk reksadana untuk pemula, exchange traded fund (ETF), dan sebagainya.
Advertisement