Sri Mulyani Dicap Zalim oleh Pengusaha Daerah, Begini Ceritanya

Sri Mulyani mengaku punya pengalaman tersendiri terkait berbagai pungutan pajak dan retribusi daerah.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Sep 2019, 18:30 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengikuti rapat kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (29/9). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani menjadi pembicara dalam orientasi Anggota DPD Terpilih Periode 2019-2024. Salah satu poin terkait pungutan pajakan maupun retribusi di daerah yang dihadapi baik oleh pelaku usaha maupun masyarakat.

"Kita mendengar bahwa banyak pengusaha menghadapi kendala dalam bentuk permasalahan perpajakan daerah. Jenis pajak daerah ada 16 jenis dan retribusi daerah ada 32 jenis," kata dia, di JW Marriott, Jakarta, Rabu (18/9/2019).

Sri Mulyani mengaku punya pengalaman tersendiri terkait berbagai pungutan pajak dan retribusi daerah tersebut. Masyarakat kata dia, masih belum terinformasi bahwa tidak semua peraturan terkait pajak dibuat oleh Menteri Keuangan.

"Persoalannya masyarakat itu kalau memikirkan pajak dan pungutan, selalu dia pikir semuanya Menteri Keuangan," jelas dia.

Imbasnya, Sri Mulyani kerap mendapatkan keluhan dari masyarakat terkait pajak dan retribusi daerah. Keluhan-keluhan itu dia terima salah satunya via media sosialnya.

"Jadi di media sosial saya, mereka sering mengeluh, ada PBB naik, pajak kendaraan bermotor naik," ungkapnya.

"Dia mengeluh-mengeluh itu Menteri Keuangan zalim amat. Padahal itu semua pajak daerah dan retribusi daerah," tandasnya.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Sri Mulyani Ungkap Masalah Inefisiensi Belanja Daerah

Menkeu Sri Mulyani memberi sambutan saat seremonial pembangunan Kantor Pusat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, Selasa (2/4). Gedung Indonesia Financial Center diperuntukkan bagi OJK dan Kementerian Keuangan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyoroti inefisiensi belanja daerah. Menurut dia sebagian besar APBD habis dipakai untuk gaji pegawai dan belanja operasional daerah.

Inefisiensi tersebut, kata Sri Mulyani, ditunjukkan dengan porsi belanja pegawai yang masih tinggi di dalam APBD yakni sebesar 36 persen dari APBD. 

"Penggunaan anggaran untuk belanja-belanja yang sifatnya bukan investasi, seperti belanja barang dan jasa serta perjalanan dinas juga lebih tinggi 13,4 persen," kata dia, dalam 'Orientasi untuk Anggota DPD Terpilih Periode 2020-2024, di JW Marriott, Jakarta, Rabu (18/9).

Selanjutnya, Mantan Direktur Bank Dunia ini pun mengatakan, belanja untuk jasa kantor mencapai 17,5 persen dari APBD. "Jadi praktis APBD itu lebih dari 75 habis hanya untuk berbagai belanja gaji dan operasional. Sehingga pembangunan daerah menjadi kurang," ungkapnya.

Sri Mulyani juga menyoroti daerah yang memmberikan tunjangan tambahan penghasilan kepada ASN. Tercatat, ada 389 Pemda yang menjalankan kebijakan tersebut.

"Sebagian besar dari pemerintah daerah 389 Pemda telah memberikan tunjangan tambahan penghasilan kepada ASN daerah dan besarnya tunjangan pendapatan tambahan ini sangat bervariasi antara daerah dan seringkali tidak berkaitan sama sekali dengan kinerja dan reformasi birokrasi," tandasnya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya