Liputan6.com, Jakarta - Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang disahkan DPR pada Selasa 17 September 2019 mewajibkan penyidik sehat jasmani dan rohani.
Bagaimana nasih Novel Baswedan yang matanya diserang dengan air keras?
Advertisement
"Kami pelajari dulu," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2019).
Febri menyatakan, untuk mempelajari UU KPK yang baru, pihak lembaga antirasuah sudah membentuk tim transisi yang akan menganalisis materi di revisi UU KPK. Apakah terdapat konsekuensi terhadap kelembagaan, Sumber Daya Manusia (SDM) dan pelaksanaan tugas KPK baik di penindakan ataupun pencegahan.
"Semua kami analisis untuk melihat konsekuensi revisi UU kemarin terhadap kelembagaan, operasional KPK dalam pelaksanaan tugas, termasuk soal SDM," kata Febri.
Febri mengatakan, sejauh ini tim transisi masih diisi oleh pihak internal KPK. Namun tak menutup kemungkinan akan melibatkan para ahli dalam tim tersebit.
"Tapi terbuka kemungkinan libatkan ahli untuk berdiskusi, karena ada beberapa ketentuan yang perlu didiskusikan lebih lanjut. Agar implementasinya lebih meminimalisir keraguan dalam implementasi aturan itu," kata Febri.
Dalam revisi UU KPK yang sudah disahkan menjadi UU, aturan soal penyidik wajib sehat jasman dan rohani tertuang dalam Pasal 45A ayat 1.
(1) Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berpendidikan paling rendah S1 atau yang setara
b. Mengikuti dan lulus pendidikan di bidang penyidikan
c. Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter
d. Memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.