Vanuatu dan Kepulauan Solomon Angkat Isu Papua di Dewan HAM PBB

Vanuatu dan Kepulauan Solomon mengangkat isu dugaaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Papua Barat di Dewan HAM PBB di Jenewa pada Rabu 18 September 2019.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 19 Sep 2019, 11:58 WIB
Mahasiswa Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme, dan Militerisme berunjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (28/8/2019). Sejumlah mahasiswa terlihat melukis tubuh mereka dengan bendera Bintang Kejora. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jenewa - Vanuatu dan Kepulauan Solomon mengangkat isu dugaaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Papua Barat di Dewan HAM PBB di Jenewa pada 17 September 2019.

Kedua pemerintah membuat pernyataan yang juga mencatat bahwa Indonesia belum memberikan akses ke Papua untuk Komisaris HAM PBB, demikian seperti dikutip dari Radio New Zealand, Kamis (19/9/2019).

Pernyataan itu disampaikan pada sesi terbaru dewan oleh Sumbue Antas dari Misi Permanen Vanuatu ke PBB.

Negara-negara Melanesia mengatakan kepada dewan tentang keprihatinan mendalam mereka tentang dugaan pelanggaran hak yang sedang berlangsung terhadap kebebasan berekspresi dan berkumpul, serta diskriminasi rasial terhadap orang Papua di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Simak video pilihan berikut:


Singgung Soal Belum Rampungnya Lawatan Komisaris Tinggi HAM PBB ke Papua

Truk TNI/Polri dikerahkan untuk membantu mengevakuasi atau mengantar pulang 1.000-an orang massa aksi demo yang sejak semalam menduduki kantor Gubernur Papua. (Liputan6.com/Katharina Janur)

Negara Pasifik itu juga menggemakan seruan pekan lalu dari ketua hak asasi manusia PBB, Michelle Bachelet, agar Indonesia melindungi hak asasi manusia Papua.

"Terkait dengan agenda ini, kami prihatin dengan keterlambatan Pemerintah Indonesia dalam mengkonfirmasikan waktu dan tanggal bagi Komisaris Hak Asasi Manusia untuk melakukan kunjungannya ke Papua Barat," kata Sumbue Antas dari Misi Permanen Vanuatu ke PBB.

Selama bertahun-tahun, kantor Komisioner Hak Asasi Manusia PBB telah berusaha untuk mendapatkan izin dari Jakarta untuk mengunjungi wilayah Papua.

Pemerintah Indonesia telah mengindikasikan bahwa, untuk saat ini, akses ke Papua akan tetap dibatasi karena situasi keamanan yang diciptakan oleh kerusuhan baru-baru ini, yang dipicu oleh pelecehan rasis terhadap pelajar Papua di Jawa bulan lalu.

Negara-negara Kepulauan Pasifik juga telah menyuarakan rasa frustasi bahwa Jakarta tidak menanggapi secara memadai atas permintaan berulang-ulang oleh Komisaris PBB untuk akses ke Papua.

Pada KTT Pimpinan Forum Kepulauan Pasifik 2019 baru-baru ini di Tuvalu, negara-negara kawasan meminta Indonesia dan Komisaris PBB untuk menyelesaikan waktu kunjungan ke Papua Barat, dan untuk menyerahkan laporan berbasis bukti tentang situasi sebelum pertemuan puncak berikutnya pada 2020 .

"Kami meminta Komisaris Tinggi dan Pemerintah Indonesia untuk mempercepat pengaturan ini sehingga penilaian terhadap situasi saat ini dibuat, dan sebuah laporan dapat disampaikan kepada Dewan Hak Asasi Manusia untuk dipertimbangkan," kata Antas.

Pemerintah Indonesia, sejak awal 2018, telah mengajukan undangan kepada Kantor Komisi Tinggi HAM PBB (OHCHR) untuk mengunjungi Papua Barat. Namun, rencana itu belum kunjung rampung hingga tahun ini.

"Rencana kunjungan KTHAM (OHCHR) ke Papua yang akan diwakili oleh Regiobal Office KTHAM di Bangkok masih dibicarakan dengan Kementerian Luar Negeri RI terkait jadwal yang disepakati dan hal-hal teknisnya," kata duta besar Hassan Kleib, Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa --yang merupakan markas OHCHR-- dalam sebuah pesan singkat yang diterima Liputan6.com pada 28 Agustus 2019.

Undangan masih berlaku sampat saat ini, kata Kleib, seraya menekankan bahwa jika sekiranya lawatan terlaksana, maka itu "tidak terkait dengan situasi terkini di Papua", melainkan sudah terjadwal sejak lama.

"Itu merupakan tindak lanjut dari undangan Pemerintah RI kepada KTHAM sebelumnya (pada masa Komisioner Zeid Al Hussein) tahun lalu," lanjut Kleib.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya