Perjalanan Kasus Veronica Koman hingga PBB Turun Tangan

Hingga saat ini, Veronica Koman belum memenuh panggilan polisi.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Sep 2019, 16:00 WIB
Veronica Koman (Merdeka.com/Erwin Yohanes)

Liputan6.com, Jakarta - Nama aktivis hukum asal Indonesia, Veronica Koman belakangan ramai menjadi pemberitaan. Aktivis yang konsen pada isu Papua itu dituding Polri menyebarkan hoaks dan provokasi kerusuhan di asrama mahasiswa Papua di Surabaya beberapa waktu lalu.

Status tersangka pun disematkan Polda Jawa Timur kepadanya. Namun hingga kini, Veronica Koman belum memenuhi panggilan Polri. Dia disebut sedang berada di luar negeri.

Aparat kepolisian mengaku mengerahkan segala upaya untuk mencari keberadaan Veronica Koman.

Rupanya, kasus Veronica Koman tak hanya menarik perhatian dalam neger, tetapi juga luar negeri.

Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB turut angkat bicara. Berikut ulasan perjalanan kasus Veronica Koman hingga PBB angkat bicara:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Berawal dari Cuitan di Twitter

Ilustrasi Twitter (Liputan6.com/Sangaji)

Polri menuding Veronica Koman melalui akun Twitternya @VeronicaKoman menyebarkan berita bohong alias hoaks terkait isu Papua.

Beberapa di antaranya yakni kabar polisi menembak asrama Papua hingga 43 mahasiswa Papua yang ditangkap tanpa alasan yang jelas.

Kapolda Jatim Irjen Luki Hermawan menjelaskan, ada juga tulisan momen polisi mulai nembak ke dalam asrama Papua, total 23 tembakan termasuk gas air mata.

Anak-anak tidak makan selama 24 jam, haus dan terkurung, disuruh keluar ke lautan massa. "Semua kalimat diinikan (diterjemahkan) ke dalam bahasa Inggris," tegas Luki.

Karena dianggap sangat aktif melakukan provokasi, Veronica pun dijerat dengan pasal berlapis oleh polisi. Di antaranya, UU ITE, KUHP pasal 160, UU Nomor 1 Tahun 1946 dan UU Nomor 40 Tahun 2008.

"Jadi kita ada empat undang-undang yang kita lapis," kata Luki.

 


Veronica Koman Jawab Tudingan Polisi

Polisi Tetapkan 1 Tersangka Baru Kasus Insiden Asrama Mahasiswa Papua.(Merdeka.com/Erwin Yohanes)

Polda Jatim menetapkan Veronica Koman sebagai tersangka dugaan provokasi soal Papua. Bahkan, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim) telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) pengacara Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) itu.

Menjawab tuduhan kepolisian, Veronica Koman merasa dirinya hanya menjadi kambing hitam atas konflik Papua. Menurutnya, apa yang telah dituduhkan kepada dirinya merupakan bentuk kriminalisasi.

Dia menegaskan, kriminalisasi terhadap dirinya hanyalah satu dari sekian banyak kasus kriminalisasi dan intimidasi besar-besaran yang sedang dialami orang Papua saat ini.

Pasalnya, Veronica mengungkapkan, aspirasi ratusan ribu orang Papua yang turun ke jalan hendak dibuat menjadi angin lalu.

"Saya menolak segala upaya pembunuhan karakter yang sedang ditujukan kepada saya, pengacara resmi Aliansi Mahasiswa Papua (AMP). Kepolisian telah menyalahgunakan wewenangnya dan sudah sangat berlebihan dalam upayanya mengkriminalisasi saya, baik dalam caranya maupun dalam melebih-lebihkan fakta yang ada," kata Veronica Koman.

 


Desakan PBB

Ministerial Conference in Afghanistan di Gedung PBB, Jenewa 28 November 2018 (sumber: Kemlu RI)

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendengar kabar Veronica Koman ditetapkan sebagai tersangka. Menanggapi kabar tersebut, PBB mendesak pemerintah Indonesia untuk melindungi hak asasi Veronica Koman atas nama kebebasan berekspresi.

Desakan itu dimuat dalam laman resmi Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights (OHCHR) atau Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia.

"Kami menyerukan langkah-langkah segera untuk memastikan perlindungan kebebasan berekspresi dan mengatasi tindakan pelecehan, intimidasi, campur tangan, pembatasan yang tidak semestinya, dan ancaman terhadap mereka yang melaporkan protes," kata para ahli dalam laman OHCHR.

"Kami menyambut tindakan yang diambil oleh Pemerintah terhadap insiden rasis, tetapi kami mendesaknya untuk mengambil langkah segera untuk melindungi Veronica Koman dari segala bentuk pembalasan dan intimidasi dan menjatuhkan semua tuduhan terhadapnya sehingga ia dapat terus melaporkan secara independen tentang hak asasi manusia. situasi di negara ini," kata mereka.

Para ahli diketahui bernama Clement Nyaletsossi Voule dari Togo, David Kaye dari Amerika Serikat, Dubravka Šimonovi dari Kroasia, Meskerem Geset Techane dari Etiopia, dan Michel Forst dari Prancis.


Tanggapan Pemerintah RI

Ilustrasi bendera Indonesia (Sumber: Pixabay)

Pemerintahan Republik Indonesia melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) Jenewa menanggapi desakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mencabut segala tuduhan ke Veronica Koman.

PTRI menyebut pernyataan sikap lima pelapor khusus hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait Veronica Koman dibuat tak berimbang dan tak akurat karena hanya fokus pada satu aspek HAM.

Laporan itu tidak menyebutkan upaya pemerintah Indonesia menjamin hak konstitusional warga Papua dan Papua Barat, serta belum menjelaskan proses hukum yang tengah dihadapi pengacara/aktivis HAM, Veronica Koman.

"Berkaitan dengan penyebaran informasi hoaks dan kebencian oleh Veronica Koman, jelas tindakan tersebut tidak sesuai dengan pengakuannya sebagai pembela HAM namun lebih kepada sebagai tindakan individu yang dengan sengaja menyebarkan berita bohong yang menimbulkan incitement dan provokasi yang menyebabkan situasi kerusuhan," ditulis melalui laman resmi PTRI Jenewa.

 

Reporter : Fellyanda Suci Agiesta

Sumber : Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya