Menteri Susi Geram Nelayan Masih Gunakan Bom untuk Tangkap Ikan

Hasil tangkap ikan dengan portasium, bom dan cantrang tidak diambil keseluruhan melainkan sebagian akan dibuang kembali laiknya sampah.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Sep 2019, 15:31 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memberi keterangan pers di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (30/4/2019). Susi menegaskan kapal ikan Vietnam yang ditangkap TNI AL di Laut Natuna Utara pada 27 April 2019 telah melanggar wilayah laut Indonesia. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengaku geram dengan sikap nelayan yang masih saja melalukan penangkapan ikan dengan bahan dan alat dilarang seperti portasium, bom, cantrang, dan troll. Padahal sudah jelas tata cara penangkapan menggunakan alat tersebut dilarang karena dapat merusak eksosistem laut.

Dia menyebut hasil tangkapan ikan dengan menggunakan beberapa komponen tersebut juga dianggap mubazir. Sebab, hasil tangkap ikan tidak diambil keseluruhan melainkan sebagian akan dibuang kembali laiknya sampah.

"Kemubaziran yang dimunculkan alat-alat tangkap ini luar biasa. Lebih dari 50 persen hasil tangkapan mereka dibuang kembali lagi ke laut sebagi sampah," kata dia saat ditemui di Jakarta, Kamis (19/9).

Menteri Susi mencontohkan seperti halnya di wilayah Pantura dan Jawa sampah ikan yang dihasilkan setiap harinya bisa mencapai 300-500 ton. Itu dikarenakan hasil tangkapan menggunakan cantrang separuhnya dibuang dan dipilih sesuai kebutuhan para nelayan.

"Itu separuhnya dibuang yang dia ambil yang bernilai Rp 5.000 sampai Rp 8.000 ke atas. Sehingga yang kecil-kecil itu ikan ada banyak, udang kecil, ikan bawal putih kecil yang mestinya menjadi nilai jutaan rupiah per kilogramnya akhirnya jadi sampah," jelas dia.

Melihat kejadian itu, dirinya pun memita agar para nelayan mencontoh satu desa yang berada di Kabupaten Demak, Jawa Tengah yang secara keseluruhan tengah melakukan konservasi dan melakukan penangkapan secara ramah lingkungan.

"Kita bisa buktikan ada desa kecil di Demak, dengan gigih melakukan konservasi dan membataskan aturan aturan desanya. Kita harus tau nilai berapa dari ranjungan yang bisa mereka jaga, Rp 5 triliun ekspor per tahun bukan itu keuntungan bagi masyarakat," kata dia.

"Tapi berapa desa yang punya keberanian seperti itu harusnya kita menjadi triger kita menjadi pelindung untuk masyarakat tradisonal bisa mengamankan wilayahnya dari alat-alat tangkap yang merusak lingkungan baik troll, bom, portasium, cantrang," tambah Menteri Susi.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Menteri Susi Ungkap Modus Baru Pencurian Ikan

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti turun langsung ke laut dalam operasi pemberantasan illegal fishing di Laut Natuna Utara. Dok KKP

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti, mengatakan pihaknya menemukan indikasi adanya pembuatan kapal-kapal lokal baru oleh sindikat penangkap ikan ilegal asing. Pembuatan kapal baru tersebut, dilakukan untuk mengelabui petugas lapangan.

"Pembangunan kapal-kapal baru yang sangat masif, ukurannya maupun jumlahnya. Itu adalah sebuah indikasi yang terjadi di Indonesia. Beberapa bahkan jelas-jelas dengan alat tangkap yang tidak diperbolehkan oleh kita," ungkapnya dalam Rakornas Satgas 115, di Gedung Mina Bahari III, Jakarta, Selasa (17/9).  

Kapal-kapal beralat tangkap trawl yang dilarang Pemerintah tersebut, kata dia, terpantau muncul di sejumlah titik, seperti Sibolga, Lampung, Kuala Tanjung, Jambi, Batam, selat Malaka, dan di Pantura Jawa.

"Itu adalah sebuah indikasi yang harus kita waspadai. Biasanya kapal-kapal seperti ini hanya akan menjadikan sumber daya alam kita diambil eksploitatif dan ekstraktif," ujar dia.

Modus yang demikian, jelas Menteri Susi, memang kerap digunakan oleh sindikat penangkapan ikan ilegal untuk dapat melancarkan operasinya di berbagai negara.

"Namanya sindikat mafia mereka tidak akan pernah berhenti mencari cara. Kapal-kapal yang dulu ada di Indonesia telah menyebar ke negara lain. Mereka berada di perairan Afrika, South America, juga Pasifik," jelas Susi.

"Mereka bukan hanya membawa kapal-kapal diregistrasi, namun mereka membeli armada-armada di dalam negeri. Untuk memastikan mereka bisa beroperasi dengan mapan dengan 'benar'. Modus ini pun saya indikasikan telah terjadi di Indonesia dalam dua tahun terakhir," tandas Menteri Susi.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com  

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya