Liputan6.com, Makassar - Tim Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Makassar terus menggenjot penyelidikan guna mengungkap penyebab terjadinya kebakaran hebat di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tamangapa, Antang, Kecamatan Manggala, Makassar.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polrestabes Makassar, AKBP Indratmoko mengatakan dalam penyelidikan kasus tersebut, pihaknya sudah memeriksa empat orang saksi terkait. Di antaranya ada Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) TPA Tamangapa Antang, Makassar bernama Rahim.
Advertisement
"Hari ini empat orang lagi kami periksa. Di antaranya petugas jaga saat kebakaran terjadi," ucap Indratmoko via pesan singkat, Kamis (19/9/2019).
Mengenai penyebab kebakaran, Indratmoko mengaku pihaknya belum dapat menyimpulkan. "Kami masih menunggu hasil uji laboratorium forensik," tutur Indratmoko.
Kabut Asap Masih Mewarnai TPA Antang
Timbulan kabut asap masih terus terjadi di balik terbakarnya TPA Antang, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Sesuai pantauan hingga Kamis pagi, 19 September 2019, sejumlah wilayah di sekitar TPA Antang, masih diselimuti kabut asap. Tak pelak warga Kecamatan Manggala dan sekitarnya, ketika ingin keluar rumah untuk berangkat kerja atau sekolah menggunakan masker untuk menghindari sengatan udara buruk (beracun) dari kabut asap yang terbawa oleh angin.
Selain berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat, pascakebakaran TPA Tamangapa, Antang, Minggu, 15 September 2019, lahan pertanian dan kebun warga setempat pun diperkirakan rusak dan tercemar oleh buangan asap dari sisa terbakarnya TPA di Kecamatan Manggala tersebut.
Rumah Singgah Aman Asap
Guru besar Geografi Pertanian Universitas Negeri Makassar, Prof Dr Ramli Umar MSi menyatakan, efek atau dampak terbakarnya TPA Antang. Tidak hanya pada manusia dan hewan yang ada di sekitarnya.
"Tak kalah pentingnya juga adalah, isi lahan pertanian dan kebun warga. Baik itu yang ada di Manggala, Gowa, dan Maros pastinya juga terkena dampak yaitu kualitas tanaman mereka akan rusak," kata Ramli Umar kepada Liputan6.com Kamis (19/9/2019).
Ia menyebut kabut asap yang terurai dari terbakarnya TPA mengandung sejumlah gas dan partikel kimia.
"Material tersebut memicu dampak buruk yang nyata pada manusia lanjut usia, bayi dan pengidap penyakit paru. Meskipun tidak dipungkiri dampak tersebut bisa juga mengenai orang sehat. Termasuk tanaman tumbuh seperti pertanian, karena kebakaran di TPA itu banyak melepaskan emisi karbon dan gas rumah kaca lain ke atmosfer," Ramli Umar menerangkan.
Oleh karena itu, ia menyarankan adanya Rumah Singgah Aman Asap (RSAA) saat terjadi dan pascakebakaran TPA.
"Idealnya pemerintah kota dan seluruh stakeholder lainnya menyiapkan rumah singgah. Berupa bangunan permanen yang sudah ada, namun di dalamnya disulap dan dilengkapi dengan peralatan yang memadai bagi masyarakat yang memerlukan udara segar," kata Ramli Umar.
Umumnya rumah singgah tersebut berupa aula atau balai desa atau gedung-gedung perkantoran.
Kriteria rumah singgah:
● Berada di lokasi yang mudah diakses
● Memiliki alat penyaring udara
● Dilengkapi dengan AC atau air purifier (penjernih udara)
● Terdapat ruang khusus balita dan tempat bermain anak
● Terdapat matras dan kasur dengan jumlah yang memadai
● Terdapat dapur umum
● Terdapat tenaga medis yang memadai serta fasilitas penting lainnya
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement