Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi sebagai tersangka dalam kasus suap dana hibah KONI pada Rabu, 18 September 2019.
Wakil Ketua KPK yang baru Alexander Marwata menyampaikan hal tersebut di Kantor KPK. "IMR, Menteri Pemuda dan Olahraga dan NIU, sebagai tersangka,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di KPK, mengutip kanal News Liputan6.com.
Selain Menpora Imam Nahrawi, KPK juga menjerat Asisten Pribadi Menteri Pemuda dan Olahraga, Miftahul Ulum (MIU). Imam diduga menerima uang melalui asisten pribadinya Miftahul Ulum (MIU) yang juga telah berstatus tersangka secara bertahap dengan total Rp 26,5 miliar.
"Dalam penyidikan tersebut, ditetapkan dua orang sebagai tersangka,” tutur Alexander Marwata.
Baca Juga
Advertisement
Miftahul Ulum sudah ditahan oleh lembaga antirasuah pada Rabu, 13 September 2019. Atas perbuatannya, Imam Nahrawi dan Ulum diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Atas kasus tersebut, Imam Nahrawi terpaksa mundur dari posisi Menpora. Imam fokus menghadapi proses hukum yang dihadapinya dalam kasus suap dana hibah KONI.
"Saya harus fokus menghadapi dugaan tuduhan KPK dan sudah barang tentu saya harus mengikuti proses hukum yang ada dengan sebaik mungkin,” ujar Imam Nahrawi.
Imam pun menyangkal berbagai tudingan yang dituduhkan KPK kepadanya. Sejauh ini pihaknya masih terus menunggu proses hukum yang diantaranya pengumpulan alat-alat bukti di tangan KPK.
"Dengan terus-menerus mendorong prinsip praduga tak bersalah, sekaligus kita menunggu sebaik-baiknya nanti alat-alat bukti yang dimiliki KPK dengan tanpa membuat wacana terlebih dahulu karena saya tidak seperti yang dituduhkan mereka," ujar dia.
Mengutip laman Merdeka, sebelum menjadi Menpora, Imam Nahrawi telah memiliki karier di dunia politik. Sebelumnya Imam juga sempat menghabiskan pendidikan di Surabaya, Jawa Timur. Berikut profil dan karier Imam Nahrawi:
1.Pendidikan di Jawa Timur
Pria kelahiran Bangkalan, 8 Juli 1973 ini menghabiskan masa pendidikan sebagian besar di Jawa Timur. Ia menyelesaikan pendidikan sekolah dasar hingga MA di Bangkalan, Jawa Timur. Kemudian Imam menyelesaikan kuliah di UIN Sunan Ampel Surabaya pada 1991-1998. Selanjutnya ia menyelesaikan pendidikan program Pascasarjana Magister Kebijakan Publik pada 2017 di Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat.
Saat menempuh pendidikan di perguruan tinggi, ia aktif dalam kegiatan organisasi seperti menjadi Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya pada 1994-1995. Selain itu, dirinya juga aktif sebagai bagian dari PMII. Pada 2017, ia mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari UIN Sunan Ampel Surabaya.
2. Karier Politik
Imam Nahrawi bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebelum menjadi menteri. Ia terpilih sebagai anggota DPR dua periode masing-masing periode 2004-2009 dan 2009-2014 pada daerah pilihan Jawa Timur. Imam Nahrawi berada di Komisi VII DPR yang bertanggung jawab dalam bidang agama, sosial dan pemberdayaan perempuan.
Pada 2009, ia pernah menjabat sebagai Sekjen PKB. Imam Nahrawi menjadi sekjen PKB hingga 2014 di bawah Ketum PKB Muhaimin Iskandar. Posisi Imam Nahrawi sebagai Sekjen PKB digantikan oleh Hanif Dhakiri pada Muktamar 2014.
3. Menjadi Menpora
Imam Nahrawi ditunjuk menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga yang dilantik pada 27 Oktober 2014 saat masa pemerintahan Jokowi-JK. Ketika baru dilantik, Imam Nahrawi menghadapi masalah kasus klub besar sepakbola antara PSS Sleman vs PSIS Semarang. Pada Februari 2015, Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) dan Imam bersama Kementerian Pemuda dan Olahraga memundurkan jadwal ISL karena sejumlah klub yang ada belum memenuhi syarat yang diminta untuk ikuti kompetisi.