Liputan6.com, Jakarta Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki banyak daerah dengan berbagai budaya dan tradisi. Salah satunya provinsi Jawa Timur yang ternyata menyimpan segudang tradisi unik.
Salah satu daerah di Jawa Timur yang memiliki tradisi unik adalah kota Banyuwangi. Keunikan budaya dan tradisinya membuat wisatawan berdecak kagum.
Tradisi yang hingga kini masih dilestarikan adalah Tradisi Kebo-keboan. Tradisi ini merupakan tradisi masyarakat di Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi, Jawa Timur. Tradisi ini menjadi tontonan menarik bagi sebagian orang yang berada di Jawa Timur. Bahkan hingga wisatawan dari luar negeri.
Baca Juga
Advertisement
Nama Kebo-keboan diambil dari bahasa daerah setempat yang berarti kerbau tiruan atau jadi-jadian. Dipilihnya hewan kerbau sebagai simbol dalam tradisi ini karena kerbau merupakan hewan yang dekat dengan kegiatan petani di sawah.
Tradisi Kebo-keboan diadakan setahun sekali, yakni pada bulan Suro penanggalan kalender Jawa. Dibalik meriahnya tradisi Kebo-keboan tersimpan beberapa fakta menarik. Berikut beberapa Fakta menarik tradisi Kebo-keboan di Banyuwangi yang sudah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (19/9/2019).
1. Kerbau diperankan oleh petani dan warga.
Meskipun bernama Kebo-keboan namun tradisi ini tidak menggunakan kerbau sungguhan, melainkan kerbau tiruan yang diperankan oleh petani dan warga. Jumlah Kebo-keboan yang ada dalam tradisi ini kurang lebih 18 orang.
Orang yang memerankan kerbau ini akan bertingkah laku seperti kerbau yang sedang berada di sawah bersama petani.
Advertisement
2. Merupakan wujud syukur kepada Tuhan.
Tradisi Kebo-keboan merupakan sebuah ungkapan rasa syukur warga kepada Tuhan atas panen yang melimpah serta sebagi perwujudan doa agar proses tanam dan panen tahun berikutnya berjalan dengan lancar.
Dengan diadakannya tradisi ini warga berharap kesejahteraan dapat terjaga dengan hasil panen yang mencukupi.
3. Terdapat sajian makanan yang memiliki filosofi khusus.
Dalam gelaran tradisi Kebo-keboan juga dilengkapi dengan beberapa sajian makanan. Makanan ini tidak disiapkan secara sembarangan melainkan memiliki makna di dalamnya.
Jumlah sajian yang disediakan memiliki makna tertentu yakni 12 tumpeng melambangkan 12 bulan dalam satu tahun, 7 porsi jenang suro melambangkan 7 hari dalam satu minggu dan lima porsi jenang Sengkolo sebagai perlambang hari pasaran dalam kalender Jawa. Semua sajian ini menggambarkan filosofi dimensi waktu dalam siklus kehidupan manusia.
Advertisement
4. Sejarah Kebo-Keboan diawali dari wabah penyakit.
Munculnya Tradisi Kebo-keboan di Desa Alasmalang berawal dari wabah penyakit pagebluk (wabah penyakit berbahaya yang disebabkan oleh kekuatan spiritual). Pada waktu itu banyak warga terserang penyakit pagebluk , bahkan tanaman padi petani juga terserang hama. Akibatnya banyak warga yang kelaparan dan meninggal.
Melihat situasi itu Mbah Karti sesepuh desa kala itu melakukan meditasi di sebuah bukit. Dari meditasinya, beliau mendapat wangsit yang isinya warga disarankan untuk menggelar syukuran desa dengan menggelar Kebo-Keboan.
Kemudian warga menggelar tradisi ini dan wabah pun hilang. Sejak saat itu tradisi Kebo-Keboan digelar dan diwariskan turun-temurun.
5. Terdapat tradisi serupa di Desa Aliyan.
Di Desa Aliyan juga terdapat tradisi yang serupa dengan Kebo-keboan. Namun tradisi di Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi disebut dengan Tradisi Keboan.
Meski ada beberapa perbedaan, tapi latar belakang diadakannya tradisi ini tidak jauh berbeda dan sama-sama menggunakan kerbau yang diperankan oleh manusia.
Advertisement
6. Riasan pemeran kerbau terbuat dari arang dan oli.
Dalam tradisi Kebo-Keboan peserta yang bertubuh besar akan memerankan kerbau. Peserta didandani agar mirip dengan kerbau lengkap dengan tanduk dan lonceng di lehernya.
Untuk membuat warna kulit pemeran kerbau mirip dengan kerbau aslinya, diolesi dengan cairan oli dan arang agar terlihat hitam layaknya kerbau yang biasa bekerja bersama petani di sawah.