Ketua MA Dukung Revisi KUHP

Menurut Hatta, pasal yang mengatur tentang kekerasan terhadap hakim belum diakomodasi dalam undang-undang.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Sep 2019, 18:36 WIB
Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali mendukung revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)  khususnya pada Pasal 281 tentang penghinaan terhadap hukum atau contempt of court. Menurut Hatta, pasal yang mengatur tentang kekerasan terhadap hakim belum diakomodasi dalam undang-undang.

Ia mengatakan, aturan tersebut diharapkan untuk melindungi hakim dari tindak kekerasan dari pihak yang berperkara saat memimpin persidangan.

"Penting ada ketentuan perundang-undangan yang mengatur, sebab kita lihat selama ini banyak tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukan pencari keadilan terhadap para hakim," ujar Hatta di Gedung MA, Jakarta, Kamis (19/9/2019).

Ia enggan menyinggung lebih lanjut mengenai banyaknya penolakan terhadap revisi ini. Menurutnya, hal itu merupakan kewenangan DPR dan pemerintah. Hatta mengatakan, MA tidak aktif dalam pembahasan setiap pasal revisi KUHP.

"Kadang kala memang ada permintaan dari kamar pidana untuk ikut berembuk," ujarnya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Revisi KUHP Dibawa ke Paripurna

Rapat paripurna DPR masa persidangan IV tahun sidang 2016-2017, Rabu (15/3/2017). (Liputan6.com/Taufiqurrohman)

Sebelumnya, Pemerintah dan DPR telah menyepakati semua poin dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam rapat kerja bersama komisi III hari ini, semua fraksi setuju dengan semua poin kecuali fraksi Gerindra yang menyampaikan catatan khusus terkait pasal 419 ayat 1.

Panja DPR dan pemerintah tinggal mengesahkan dalam tingkat pertama atau rapat paripurna yang disebut akan digelar segera.

"Dan pandangan fraksi telah menyatakan setuju, izinkan saya untuk memberi pengesahan untuk mengetok di dalam rapat tingkat satu rapat paripurna. Bisa disepakati?," tanya Ketua Komisi III Aziz Syamsudin di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (18/9/2019).

"Bisa," jawab peserta rapat.

Adapun Fraksi Gerindra meminta agar hukuman bagi yang melakukan seks di luar nikah dinaikkan dari enam bulan menjadi satu tahun penjara.

"Terkait larangan hidup bersama di luar perkawinan dikenal masyarakat dengan istilah kumpul kebo sebagimana diatur dalam pasal 419 ayat 1 RKUHP. Hidup bersama di luar perkawinan ini adalah sikap hidup yang dilarang semua agama dan ditentang keras masyarakat umum indonesia. Karena perbuatan tersebut akan merusak tata nilai ikatan perkawinan," kata anggota fraksi Gerindra Faisal Muharam.

"Fraksi Gerindra meminta pemberatan atas sanksi pidana bagi pelaku kumpul kebo menjadi satu tahun pidana penjara," tambahnya.

Sementara, permintaaan Menkumham agar salah satu pasal yang menimbulkan kontroversi yakni 418 didrop akhirnya juga disetujui oleh Komisi III.

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya