BPS: Transaksi Belanja Online Masih Didominasi Penduduk di Jawa

Dominasi ini karena Jawa memiliki infrastruktur dan sistem produksi yang bagus dibanding wilayah lainnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Sep 2019, 19:29 WIB
Ilustrasi e-Commerce (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Neraca Pengeluaran Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Agus Kurniawan mengatakan, tren jual beli barang melalui digital atau online sebagian besar masih didominasi oleh masyarakat di Jawa. Hal tersebut terjadi karena Jawa memiliki infrastruktur dan sistem produksi yang bagus dibanding wilayah lainnya.

"Data dari 2017 penetrasi belanja online ini masih sebagian besar didominasi terjadi di Jawa lalu Sumatera dan seterusnya. Hal yang sama juga begitu pada penjualnya, ada di Pulau Jawa mayoritas," ujar Pudji pada sebuah acara diskusi di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (19/9).

Data BPS juga menunjukkan, semakin besar penghasilan masyarakat maka keinginan untuk belanja online semakin tinggi. BPS mencatat dari total persentase masyarakat belanja online, 40 persen di antaranya adalah masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi.

"Kita punya survei internal menangkap seberapa besar belanja online masyarakat, presentasinya stabil setiap tahun. Untuk pendapatan lebih tinggi dia stabil di 40 persen. Semakin kecil pendapatan, semakin kecil minatnya belanja online," jelas Pudji.

Adapun jenis barang yang paling banyak dibeli secara online adalah alat komunikasi, aksesoris, barang rekreasi dan pakaian. Sementara dari sektor jasa mayoritas adalah tiket baik tiket pesawat, konser ataupun perjalanan darat.

"Jasa yang tertinggi ada tiket, kurir dan terakhir taksi atau juga ojek online. Nah, ke depan kita ingin memang ingin untuk meningkatkan data yang kita punya, agar bisa banyak data yang dimanfaatkan dengan baik," jelasnya.

Pudji menambahkan, alasan masyarakat pada umumnya gemar belanja online adalah harga yang lebih murah, kemudahan pengiriman yang ditawarkan serta gratis kirim barang. Selain itu, belanja online juga membuat masyarakat mempunyai banyak pilihan sebelum memutuskan untuk membeli barang.

"Kenapa orang gila belanja online? ini menarik karena siapapun pasti sangat suka. Beberapa di antaranya adalah harga yang ditawarkan lebih murah, ada diskon besar-besaran semua suka ini dan juga ada banyak e-commerce yang menawarkan gratis ongkos kirim," tandasnya.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


BCA: Belanja Online Paling Rawan Pembobolan Kartu Kredit

Ilustrasi e-Commerce (iStockPhoto)

Transaksi jual beli online saat ini kian marak dan digandrungi masyarakat. Namun rupanya hal tersebut juga menjadi lahan baru bagi para penjahat untuk melancarkan aksinya, salah satunya adalah pembobol kartu kredit.

PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mengungkapkan kasus kejahatan kartu kredit terbanyak ada pada sektor transaksi online.

"Sekarang marak transaksi online, kita memang dimudahkan dalam belanja online tapi ternyata kasus kejahatan di area itu juga meningkat," kata Linda Djojonegoro selaku Senior Vice President Head of Consumer Card Credit & Services Group BCA, dalam sebuah acara diskusi di Grand Indonesia, Jakarta, Selasa (9/7/2019).

Dia mengungkapkan, modus pembobolan kartu kredit dalam transaksi online biasanya adalah dengan mencuri nomor kartu kemudian meminta One Time Password (OTP) kepada pemilik kartu kredit.

"Kita harus hati-hati, jangan pernah memberikan nomor kartu kita, expire date dan nomor CVV di belakang kartu," ujarnya.


Belum Semua Gunakan Sistem OTP

Ilustrasi Foto Gesek Kartu Kredit (iStockphoto)

Selain itu, lanjutnya, kelemahan transaksi online saat ini adalah belum semua website atau merchant memberlakukan sistem OTP. Sehingga para penjahat tersebut kian mudah dalam melancarkan aksinya.

"Kalau OTP masuk tetapi kita gak transaksi terus ada yang nelfon pura-pura membatalkan transakssi bukannya membatalkan malah menjadikan transaksi. Jadi OTP tuh untuk menjadikan transaksi, bukan membatalkan," ujarnya.

Untuk mensiasati hal tersebut, dia mengungkapkan BCA akan menambah fitur untuk mencegah pembobolan kartu kredit dari transaksi online.

"Online misalnya kalau orang yang gak pernah transaksi online, matikan fiturnya," ujarnya.

Kendati demikian dia mengungkapkan aduan nasabah terkait pembobolan kartu kredit tidak banyak dibandingkan dengan total jumlah transaksi secara keseluruhan. Namun meskipun cuma satu kasus, hal tersebut tetap merupakan kejahatan.

"Relatif kalau buat kita 10 atau 20 (kasus) sudah ngerasa banyak, kalau kita bandingkan sama transaksi relatif kecil, kita berusaha semaksimal mungkin tidak terjadi," tutupnya.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya