Cerita Founder Karma House Berbagi Kebahagiaan dengan Anak-Anak Bali

Karma House Ubud menginisiasi beberapa kegiatan amal di Bali.

oleh Dewi Divianta diperbarui 21 Sep 2019, 02:00 WIB
Aren Bahian Founder Karma House UBud (Liputan6.com/Dewi Divianta)

Liputan6.com, Denpasar - Meski sebagai destinasi wisata kesohor dunia, tetapi tak melulu pariwisata Bali memberi imbas positif bagi anak-anak Bali.

Wajah anak-anak di Bali tak segemerlap pariwisatanya. Banyak juga di antara mereka yang kurang beruntung dalam hidup. Sedihnya, hanya sedikit orang yang menaruh kepedulian, salah satunya Aren Bahrian.

Pria 31 tahun asal India itu merupakan Founder Karma House Ubud. Melalui program yang diberi nama Happy Mattress Project, ia telah banyak membantu anak-anak kurang beruntung di Bali. Saat ditemui Liputan6.com, Aren bercerita, Happy Mattress Project memang sengaja dibuat untuk aksi sosial.

"Kita ingin mengolaborasikan kebudayaan tato dengan amal. Karena kita memiliki studio tato, Karma House berdiri 1 tahun lalu dan kita ingin melakukan funding untuk anak-anak Bali. Jadi, kita menyisihkan sebagian dana dan disalurkan melalui The Bali Children's Project. Tamu datang untuk membuat tato sekaligus memberi donasi," kata Aren.

Program itu dirajut, menurutnya, tak lain untuk membantu anak-anak kurang beruntung di Bali. "Kita ingin membantu anak-anak di Bali yang tidur di lantai. Diharapkan Happy Mattress Project dapat mengatasi ini," ujarnya. Untuk memaksimalkan program sosial itu, Aren sudah mulai berkampanye di media sosial.

"Kita mulai menyebarkan aksi ini hanya melalui sosial media. Orang-orang saling terkoneksi dan dukungan pun semakin kuat. Mereka baik yang sudah pernah maupun belum pernah ke Bali mulai membantu dan kita antusias. Tujuannya adalah mengumpulkan 100 kasur dalam 100 hari. Ternyata kita berhasil mengumpulkannya di hari ke-14," katanya.

Aren menjelaskan, aksi ini dimulai pada Desember 2018 hingga Februari 2019. Aksi sosial Karma House Ubud kemudian mendapat respon positif dari koleganya.

"Kita juga didukung oleh Titi Batu Ubud yang sering mengadakan event amal, The Nest? Canggu dan beberapa bisnis lainnya. Banyak di antara mereka memiliki bisnis internasional. Kita kaget dengan semangat dan antusias mereka. Maka kita pun memutuskan untuk membuat kegiatan amal setahun sekali," tuturnya.

Aren mengatakan, donasi terus terkumpul hingga sebesar 21 ribu USD hanya dalam 14 hari. "Yang dapat kita pelajari dari kegiatan ini adalah, mungkin kami salah, tapi banyak bisnis yang beranggapan bahwa donasi diambil dari 5-10 persen nilai pendapatan. Kalau kita melakukan hal tersebut, bisa jadi kita tidak pernah berhasil, bahkan tidak sedikitpun mendekati nilai tersebut ($21.000)," katanya.

Program sosial ini, katanya, memiliki implikasi positif kepada semua pihak yang terlibat langsung dalam kegiatan ini. "Karena kekuatannya adalah marketing yang menjangkau seluruh dunia. Jadi sama-sama membangung networking, kami juga memberi internasional networking kepada orang-orang. Kerjasama ini berdampak bagus pada penggalangan dana juga pendapatan," ujarnya. 

Menurut Aren, donasi yang dikumpulkan oleh lembaganya adalah tunai yang ditampung oleh The Bali Children's Project. Mereka yang membeli kasur dan mengirimkan ke rumah-rumah yang membutuhkan. Sebelumnya, kata Aren, pihaknya pernah mendukung kegiatan The Bali Children's Project dengan merenovasi dua perpustakaan sekolah di Tabanan.

"The Bali Children's Project memilki networking dan data orang-orang yang memerlukan donasi. Ini karena mereka memiliki program beasiswa, yang memerlukan survei keluarga. Jadi, mereka melihat kondisi rumah anak-anak tersebut," katanya.

"Merekalah yang sebelumnya mengadakan aksi bernama The Mattress. Dan selama 25 hari berhasil mengumpulkan sekitar 2 ribu USD. Ketika kita mengetahui kegiatan tersebut. Ini merupakan kampanye yang luar biasa. Namun mereka tidak paham marketing dan tidak memiliki potensi marketing seperti yang kita punya. Jadi kita mendukung kegiatan ini, mengganti nama kegiatan dan menghidupkannya. Kita juga membuat video konten yang bagus," tuturnya.

Pembagian peran dan tugas dilakukan. "Mereka memiliki data orang-data yang memerlukan kasur. Kesimpulannya mereka beraksi di belakang, sedangkan kita melakukan marketing di depan," katanya lagi.

Donasi yang terkumpul dibelikan kasur dan didistribusikan kepada mereka yang membutuhkan di seluruh Bali. "Kasur dibagikan ke beberapa wilayah. Kita ikut menyaksikan kondisi mereka. Menyenangkan melihat hasil dari kegiatan kita," katanya.

Kini Aren telah memiliki dua program. Pertama adalah program amal tiga bulanan. "Setelah 14 hari, kita melakukan kegiatan amal lainnya untuk melengkapi hari ke-100. Kita  mererenovasi perpustakaan. Jadi, kita menambah buku baru, membeli rak buku, mengecat tembok dengan teman-teman para tattoo artist. Ini kita jadwalkan setiap 3 bulan," ujar Aren. 

Sedangkan Happy Mattress Project akan dilakukan setahun sekali. "Hasilnya kemarin 140 kasur yang nyatanya dipakai oleh 300 anak. Karena setiap kasur dipakai lebih dari 1 anak," beber dia.

 


Bergerak untuk NTB

Aren Bahian Founder Karma House UBud (Liputan6.com/Dewi Divianta)

Tak hanya di Bali, Aren mengaku pernah melakukan kegiatan amal di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). "Dulu pernah kita lakukan amal untuk Lombok. Donasi terkumpul 10.526 USD. Lantas merenovasi dua perpustakaan, dan memberikan beasiswa kepada dua siswa untuk menamatkan SMA.

"Kita mengadakan penggalangan dana untuk membantu warga Kintamani yang berada di pedesaan untuk mendapatkan air bersih. Jadi Clean Water Project dilakukan dengan mendukung dengan alat yang memanfaatkan air hujan dan teknik gravitasi, tidak memerlukan listrik. Air bersih terkumpul pada galon untuk dikonsumsi anak-anak.  Mereka tidak perlu menempuh jarak jauh untuk mengambil di sumber mata air," jelas dia. 

Tak hanya itu, Karma House juga mendukung komunitas Mukti Gunung yang bertempat di sekitar Danau Batur. Awalnya 15 tahun lalu, teman dari organisasi lain heran mengapa ada pengemis wanita yang meminta-minta di pinggir Jalan Raya Ubud. Setelah menginvestigasi akhirnya terkuak kondisi mereka yang kekurangan air bersih.

"Jadi setiap harinya mereka menempuh perjalanan kaki selama lima jam bersama anak-anak mereka. Mendaki dan menuruni gunung dengan membawa galon air di kepala. Mereka tidak memiliki obat-obatan dan peralatan kesehatan. Tidak juga memiliki pekerjaan tetap," kata Aren.

Aren mengaku kondisi mereka membuat sang teman terpanggil untuk membantunya secara ekonomis. Begitu juga Karma House Ubud, ikut tergerak membantu mereka keuar dari jerat kemiskinan. Salah satu caranya adalah dengan menampung produk kerajinan karya mereka yang dijual bagi tamu di Karma House Ubud.

"Mereka sangat miskin. Jadi, teman kita secara perlahan membantu memperbaiki kondisi perekonomian dengan memasarkan produk hasil perkebunan dan kerajinan tangan. Seperti kacang mete, manisan rosella, keranjang bambu. Produk-produk tersebut dapat dipasarkan di Karma House," tuturnya.

Kini mereka memiliki akses air bersih, mereka juga lebih peduli terhadap kesehatan, bahkan 90 persen warga telah memiliki asuransi kesehatan. 

"Sesungguhnya mereka tidak memerlukan uang, mereka cuma butuh dukungan kita untuk membeli produk-produk mereka, sehingga mereka bisa mandiri," dia menambahkan.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya