Pegiat HAM Lega Jokowi Minta Penundaan Pengesahan Revisi KUHP

Dia mengatakan, jika substansi revisi KUHP seperti hari ini, maka Presiden untuk periode ke depannya harus menolaknya.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 20 Sep 2019, 15:52 WIB
Massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil untuk Keadilan dan Demokrasi menggelar aksi saat car free day (CFD) di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (15/9/2019). Massa mengatakan RUU KUHP berpotensi digunakan untuk mengkriminalisasi korban kekerasan seksual. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pegiat HAM yang juga Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyambut baik pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang meminta DPR untuk menunda pengesahan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 

"Ya tentu saja kami lega karena mau menunda Revisi KUHP itu. Tapi sebenarnya, itu harus dilakukan sejak awal. Karena terlalu banyak energi yang kami (masyarakat sipil) habiskan untuk memikirkan, mengkritisi masalah-masalah yang krusial dalam rancangan Revisi KUHP," kata Usman kepada Liputan6.com, Jumat (20/9/2019).

"Harusnya energi yang dikeluarkan untuk memperhatikan masalah yang jauh lebih serius, yaitu kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan dan di tempat lain," lanjut dia.

Dia menuturkan, proses pengambilan keputusan seperti ini tidak boleh diulang. Dan, harus dipikirkan baik-baik.

"Engak boleh jadi kebiasaan. Begitu pula revisi RUU KUHP harus ditolak, tidak boleh ditandatangani, sebaiknya dibatalkan. Tidak ditandatangani," ungkap Usman.

Dia pun memberi contoh, bagaimana almarhum Presiden ketiga RI BJ Habibie, berani tidak menandatangani RUU Keamanan dan Keselamatan Negara, dan juga Penanggulangan Keadaan Bangsa.

"Dan akhirnya tidak bisa diberlakukan. Harusnya seperti itu," jelas Usman.

Dia mengatakan, jika substansi revisi KUHP seperti hari ini, maka wajib Presiden untuk periode ke depannya menolaknya.

"Ingat, para perumus RUU KUHP saat itu, ingin melakukan semacam dekolonisasi. Artinya menghapuskan warisan hukum yang sebenarnya digunakan kolonial Belanda untuk mengontrol dan menundukan bangsa Indonesia. Dan kalau napasnya seperti itu, itu bukan sebuah kemajuan akhirnya, tapi sebuah kemunduran besar menuju rekolonialisasi," kata dia.

"Artinya watak undang-undang yang kolonialisme itu harus dihapuskan terlebih dahulu di dalam RUU KUHP, baru kemudian kita duduk kembali, membahasnya dengan kepala yang dingin," imbuh Usman.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Jokowi Meminta Pengesahan Ditunda

Massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil untuk Keadilan dan Demokrasi menggelar aksi saat car free day (CFD) di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (15/9/2019). Massa mengatakan RUU KUHP berpotensi digunakan untuk mengkriminalisasi korban kekerasan seksual. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Jokowi meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk menyampaikannya ke DPR, soal penundaan ini.

"Saya telah perintahkan Menkumham untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR RI, yaitu agar pengesahan RKUHP ditunda dan pengesahan tidak dilakukan oleh DPR periode ini," ujar Jokowi.

Jokowi pun berharap agar DPR memiliki sikap yang sama. Selain itu, Jokowi juga memerintahkan agar Menkumham menjaring masukan dari kalangan masyarakat sebagai bahan penyempurnaan revisi KUHP.

"Saya juga memerintahkan Menkumham untuk menjaring masukan dari kalangan masyarakat sebagai bahan menyempurnakan rancangan RKUHP," tandasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya