Berutang Rp 28 T, Bos Bulog Sebut Terbanyak untuk Beras

Porsi terbesar utang tersebut dipakai untuk pengadaan beras sebanyak 2,5 juta ton.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 20 Sep 2019, 17:29 WIB
Petugas menurunkan beras jenis medium saat Operasi Pasar Beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Kamis (22/11). Perum Bulog dan PT Food Station hari ini menggelar operasi pasar beras medium seharga Rp 8.500 per kg. (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menyampaikan, perusahaan plat merah yang digawanginya memiliki utang hingga Rp 28 trliun.

"Sampai saat ini (nominal utang) hampir Rp 28 triliun. Dari tahun ke tahun begini. Tahun terus berjalan terus, jadi kan ada (pinjaman) yang sudah selesai, diganti dan dibayar negara. Tapi kita kan butuh lagi," ujar dia di Jakarta, Jumat (20/9/2019).

Dia menyebutkan, porsi terbesar utang tersebut dipakai untuk pengadaan beras sebanyak 2,5 juta ton. Kebutuhan sebesar itu kemudian membuat Bulog banyak meminjam uang dari berbagai pihak.

"Awalnya kita tentukan 2,5 juta ton. Begitu hilang 500 ribu (ton) diganti pemerintah, kita serap lagi 500 (ribu ton). Uang itu kita pinjam lagi dari bank, yang dibayar 500 ribu ton kita setor ke bank dengan bunganya. Kita pinjam lagi untuk mengadakan 500 ribu (ton). Kita nggak pernah berhenti dengan utang," paparnya.

 


Utang Lainnya

Dirut Perum Bulog Budi Waseso memberi penjelasan kepada Komisi IV DPR saat rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (20/6/2019). Rapat membahas RKA Kementerian dan Lembaga Tahun 2020, evaluasi pelaksanaan anggaran triwulan I dan kinerja Bulog selama tahun 2018. (Liputan6.com/JohanTallo)

Tak hanya untuk beras, Buwas melanjutkan, utang sebesar Rp 28 triliun itu juga digunakan untuk hal lainnya, seperti pengadaan dagang dan penugasan jagung.

"Bukan hanya itu saja. Ada beberapa untuk pengadaan dagang, penugasan jagung, dan lain-lain. Itu uangnya semua kita pinjam," ujar dia.

Meski begitu, ia menyatakan, Perum Bulog masih terus berkoordinasi dengan berbagai institusi terkait, yakni Kementerian Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Saya selalu jemput bola. Begitu ada masalah, ancaman atau kemungkinan negatif, kita selalu koordinasi. Setiap bulan kita evaluasi melalui dewan pengawas," tandasnya.

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya