Liputan6.com, Shanghai - Dalam upaya untuk mengatasi kemacetan lalu lintas dan kerumitan pengguna kendaraan umum dalam bepergian, pemerintah Shanghai telah mengerahkan layanan bus perdana berpandu teknologi kecerdasan buatan (AI).
Proyek merupakan kerja sama antara Shanghai dengan Alibaba, selaku penyedian teknologi AI tersebut, demikian seperti dikutip dari the South China Morning Post, Minggu (21/9/2019).
Advertisement
Komuter dapat membeli tiket bus melalui Alipay, layanan pembayaran mobile yang dijalankan oleh Ant Financial (afiliasi Alibaba Group), dan kemudian algoritma AI yang diproduksi oleh Alibaba mengelompokkan data dan menghasilkan jumlah bus yang dibutuhkan dan rute optimal bus.
Pertama-tama, komuter memasukkan lokasi awal dan akhir yang mereka ke dalam aplikasi Alipay. Kemudian, aplikasi akan menyarankan halte terdekat atau alternatif guna menghasilkan penyesuaian rute.
Penumpang juga dapat mengunci kursi mereka ketika mereka memesan tiket di sebelum keberangkatan (sistem booking kursi).
Teknologi AI bernama "Bus Brain" itu juga akan merekomendasikan rute bepergian berdasarkan riwayat belanja, peta, dan data informasi lalu lintas.
"Bus Brain secara otomatis merancang rute, stasiun, dan jumlah bus yang akan dipasang di jalan," kata Cui Ting Ting, CFO Deer EV yang mengoperasikan Bus Layanan No 9 --layanan bus di Shanghai.
Cui menambahkan bahwa layanan bus umum masih cukup diminati oleh para komuter Shanghai, terlebih karena menyediakan tarif perjalanan yang relatif lebih murah ketimbang layanan ride-hailing (taksi online).
Dengan harga tiket 18 yuan, Bus No 9 di Shanghai jauh lebih murah daripada tarif taksi online yang rata-rata berkisar 150 yuan, menurut informasi yang dikutip oleh media lokal China dan dikonfirmasi oleh juru bicara Alibaba.
Simak video pilihan berikut:
Mengatasi Kemacetan Lalu Lintas
Kemacetan lalu lintas telah menjadi masalah nasional di China, terutama bagi kota-kota besar seperti Shanghai --yang masuk diperingkat ke-8 sebagai kota termacet di Tiongkok pada 2018, menurut peringkat yang disusun oleh amap.com dan Akademi Ilmu Sosial Tiongkok, dengan waktu perjalanan rata-rata penduduk yang dihitung pada 85,27 menit per hari.
Kemacetan lalu lintas antara distrik Songjiang dan Taman Hi-Tech Zhangjiang selama jam sibuk sangat berat, menurut laporan berita Xinhua, yang mengatakan karyawan di taman sains sering memadati rute yang sama dengan mobil pribadi.
"Kota-kota saat ini perlu dikembangkan dengan mengoordinasikan mekanisme yang berbeda. Sebuah kota sebenarnya 'hidup' dan memiliki kehidupannya sendiri, dan seperti kehidupan lainnya, ia membutuhkan otak untuk mengoordinasikan semua bagian," kata Wang Jiao, ketua komite teknologi Alibaba di sebuah wawancara tahun lalu.
"Kota-kota perlu mengerahkan infrastruktur baru untuk mendorong pembangunan berkelanjutan ... City Brain bertujuan menyediakan beberapa infrastruktur baru bagi kota-kota di seluruh dunia," lanjut Wang, mereferensi 'City Brain', teknologi AI yang dikembangkan Alibaba.
China mendorong penerapan infrastruktur kota pintar karena meningkatkan persaingan dalam teknologi AI dengan AS, dan pada 2017 lebih dari 500 kota diterapkan untuk memperkenalkan teknologi AI dalam transportasi, keamanan dan keuangan, menurut kantor berita Xinhua.
City Brain membantu mengoordinasikan sistem manajemen lalu lintas, termasuk lampu lalu lintas. Menurut McKinsey Global Institute, kota-kota yang menggunakan sistem transportasi pintar semacam ini dapat mengurangi waktu perjalanan komuter rata-rata sekitar 15 hingga 20 persen pada tahun 2025.
Teknologi kecerdasan buatan yang dikembangkan oleh Alibaba itu sudah ada di beberapa kota di Asia.
Di Hangzhou, salah satu kota tersibuk di Tiongkok dan rumah bagi kantor pusat Alibaba, penerapan City Brain pada 2016 membantu memperbaiki peringkatnya, dari terburuk ke lima menjadi urutan ke-57 dalam hal kemacetan lalu lintas. Di Malaysia, Alibaba bekerja sama dengan Kuala Lumpur untuk mengimplementasikan City Brain tahun lalu.
Advertisement