Liputan6.com, Hong Kong - Polisi anti huru-hara Hong Kong mengambil posisi di stasiun kereta api utama yang melayani bandara pada Minggu 22 September siang waktu lokal, guna mencegah massa pro-demokrasi yang akan berunjuk rasa di hub transportasi udara tersibuk di China tersebut.
Ini merupakan lanjutan dari protes berujung ricuh pada 21 September, dan merupakan bagian dari rangkaian demonstrasi yang telah mengguncang wilayah otonomi khusus China selama lebih dari 100 hari terakhir.
Baca Juga
Advertisement
Secara terpisah, ratusan demonstran pro-demokrasi, tua dan muda, telah berkumpul di New Town Plaza --pusat perbelanjaan di kota New Territories, Sha Tin-- untuk berpartisipasi dalam protes lanjutan. Mereka menyanyikan lagu berbahasa Kanton yang diterjemahkan berjudul "Orang Hong Kong, Lanjutkan."
Unjuk rasa pada 21 September berujung ricuh. Bentrokan terjadi antara massa pro-demokrasi dengan polisi, serta pro-demokrasi dengan pendukung China.
Para pengunjuk rasa pro-demokrasi telah menargetkan bandara sebelumnya, menduduki aula kedatangan, menghalangi koridor, dan memblokade jalan di kota terdekat bandara di Tung Chung.
Mengantisipasi kejadian berulang, otoritas mewajibkan agar kereta akses bandara hanya boleh dinaiki oleh penumpang pemilik tiket penerbangan. Mereka juga menutup stasiun kereta bandara Kowloon yang berdekatan dengan syahbandar udara, dan menganjurkan calon penumpang berangkat dari stasiun tengah kota Hong Kong.
"Ada seruan online (di kalangan demonstran) untuk menggunakan boarding pass palsu, tiket pesawat palsu atau informasi pemesanan penerbangan palsu untuk memasuki gedung terminal," kata Otoritas Bandara dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari the Strait Times, Minggu (22/9/2019).
"Otoritas Bandara mengingatkan bahwa perilaku semacam itu bisa berarti pemalsuan atau menggunakan instrumen palsu."
Sementara itu, Pemerintah Hong Kong mengumumkan pertengahan pekan ini bahwa Kepala Eksekutif Carrie Lam dan beberapa pejabat utamanya akan menggelar dialog publik pada Kamis 26 September --sebagai upaya untuk meredakan ketegangan yang terjadi di wilayah administratif khusus China tersebut.
Penurunan tensi diharapkan terjadi sebelum perayaan peringatan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat Tiongkok pada 1 Oktober meendatang. China, yang memiliki garnisun Tentara Pembebasan Rakyat di Hong Kong, mengatakan pihaknya memiliki keyakinan pada pemimpin Hong Kong Carrie Lam untuk menyelesaikan krisis.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Demo Sabtu 21 September Berujung Bentrok
Pada Sabtu 21 September 2019, Polisi Hong Kong menembakkan gas air mata untuk membubarkan para pengunjuk rasa pro-demokrasi yang kembali beraksi.
Bentrokan antara massa pro-demokrasi dengan demonstran pro-China juga terjadi, setelah kelompok yang terakhir merusak "Tembok Lennon" --tembok bertempelkan secarik kertas berisi kritik dan slogan anti-pemerintah Hong Kong dan Tiongkok.
Para demonstran berkumpul di kota Tuen Mun, di barat Wilayah Baru, di mana beberapa membakar bendera China ketika yang lain merobohkan pagar kayu dan logam dan trotoar untuk membangun blok jalan.
Polisi mulai menembakkan gas air mata setelah massa melemparkan bom molotov ke arah aparat yang berusaha menetralisir situasi.
Banyak toko menutup daun jendelanya, dan polisi melakukan beberapa penangkapan.
"Para pengunjuk rasa radikal merusak fasilitas di Stasiun Pusat Kota Rail Light di Tuen Mun dengan batang logam, melemparkan benda-benda ke rel Light Rail dan mengatur barikade di sekitarnya, menyebabkan penyumbatan pada lalu lintas," kata polisi dalam sebuah pernyataan.
"Pengunjuk rasa radikal juga melemparkan bom bensin, yang menimbulkan ancaman serius bagi keselamatan orang lain dan petugas polisi."
Ratusan pemrotes pro-demokrasi Hong Kong mundur ketika barisan polisi anti-huru hara mendekat dengan menembakkan gas air mata. Banyak yang berlari melintasi jalan raya untuk berkumpul kembali dan memblokir lebih banyak jalan.
Beberapa menghilang ke mal dan pinggir jalan, sementara segelintir lainnya diamankan aparat.
Polisi mengecam kekerasan dan mengatakan ada banyak luka serius dalam perkelahian antara orang-orang dari "pandangan berbeda".
Sementara Pemerintah Hong Kong sangat mengutuk "aksi kekerasan dan vandalistik para demonstran radikal yang sepenuhnya mengabaikan hukum dan ketertiban".
Sekretaris Kehakiman Teresa Cheng menulis di blognya bahwa aturan hukum akan ditegakkan. "Pengadilan kami memberikan keadilan sepenuhnya sesuai dengan hukum dan bukti yang dapat diterima ... Beberapa orang mungkin tidak menyukai hasilnya tetapi itu tidak berarti bahwa independensi peradilan dengan cara apa pun dikompromikan," tulisnya.
Advertisement
Sekilas Demo Hong Kong
Protes di seluruh kota, yang awalnya dipicu oleh undang - undang yang akan memungkinkan Beijing untuk mengekstradisi penduduk ke daratan, sering berakhir dengan kekerasan, biasanya antara demonstran pro-demokrasi dan polisi, serta pro-demokrasi dengan pendukung China.
Bentrokan-bentrokan itu menjadi lebih ganas dalam beberapa pekan terakhir, dengan polisi anti huru hara menembakkan gas air mata ketika para demonstran merusak stasiun kereta bawah tanah, membakar dan memblokir lalu lintas.
Sementara kepala eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengumumkan penarikan RUU ekstradisi, protes sejak itu telah meluas menjadi permintaan untuk memasukkan pencabutan kata "kerusuhan" dari pendefinisian yang digunakan pemerintah; melepaskan semua demonstran pro-demokrasi yang ditahan; meluncurkan penyelidikan independen terhadap dugaan kebrutalan polisi; dan hak bagi orang-orang Hong Kong untuk memilih pemimpin mereka sendiri secara demokratis.