Pengusaha Desak Pemerintah Naikkan Karhutla Jadi Bencana Nasional

Kementerian Kesehatan diminta turun tangan untuk mendampingi masyarakat yang terdampak kabut asap.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Sep 2019, 15:00 WIB
Kebakaran hutan di sebuah titik di Kalimantan Tengah. (dok BNPB)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Riau, Nofrizal mendesak pemerintah untuk menaikkan status bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi bencana nasional. Sebab, kejadian ini tidak dirasakan di Pekanbaru Riau saja melainkan di Kalimantan pun demikian.

"Pemerintah cepat mengumumkan ini menjadi bencana nasional yang tidak hanya tanggap darurat tanggap darurat saja," kata dia saat dihubungi Merdeka.com, Minggu (22/9/2019).

Dia mengatakan, setidaknya apabila kejadian karhutala menjadi bencana nasional paling tidak pembahasan-pembahasan mengenai kebakaran hutan akan masuk ke dalam pembahasan nasional. Sehingga, pusat perhatian pun akan berada di sekitar daerah terdampak.

"Ini kan tidak. Lihat di televisi nasional liputan tentang asapnya cuma sekilas. Mohon maaf saja. Terkesan pejabat di pusat menyepelekan langit sudah biru, udara sudah cerah kok malah gitu," jelas dia.

"Karena yang kita harapkan tindakan tegas. Kita melihat ke sini kalau seandainya dibuat menjadi sebuah bencana semua mata memandang kemari. Bayangkan saja Sumatera dan Kalimantan terbakar kok malah dianggap biasa biasa saja," tambah dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Pola kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan yang sengaja dibakar. (Dok Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB)

Dia juga meminta kepada Kementerian Kesehatan agar turun tangan untuk mendampingi masyarakat yang terdampak kabut asap di daerah karhutla.

Sebab, hampir selama sebulan penuh masyarakat di sana merasakan pusing hingga penyakit lainnya.

"Bayangkan di Pekanbaru selama satu bulan kepala itu pusing. Kepala pusing, mual, napsu makan berkurang ini kan dampaknya luar biasa ke depan dan ini tidak pernah dibahas," tandas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya