Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus meragukan legitimasi revisi UU KPK hingga UU MD3 yang dikebut DPR dalam beberapa bulan terakhir. Menurut Lucius, tindakan DPR yang mengebut beberapa UU seperti sedang balapan liar.
"Seperti balapan liar, sedang terjadi di DPR ugal-ugalan, dan karena itu biasanya balapan liar itu selalu tidak peduli dengan siapapun yang ada di sekitarnya, itu yang terjadi hari ini kita menyaksikan proses politik yang ada di DPR terpisah dari masyarakat," ujar Lucius dalam diskusi di Jakarta, Minggu (22/9/2019).
Advertisement
Lucius mengungkap, bukan kali ini saja DPR Periode 2014-2019 buru-buru menyelesaikan undang-undang demi kepentingan mereka. Pada awal masa jabatan, pernah UU MD3 direvisi pada Desember 2014 padahal tidak masuk Prolegnas.
"Jadi kebiasaan ngebut dipunyai oleh DPR ini sejak mereka selesai dilantik," ucapnya.
Lucius menambahkan, bahkan UU MD3 terhitung telah tiga kali direvisi dalam satu periode DPR.
Formappi mencatat, ditambah revisi UU KPK dan MD3, baru 29 RUU yang bisa diselesaikan oleh DPR 2014-2024. Maka itu Lucius menilai kinerja DPR saat ini buruk. Jika dijawab anggota DPR yang penting kualitas, kata Lucius, jawaban tersebut tidak bisa dibuktikan.
"Hampir semua undang-undang strategis yang dihasilkan 2014-2019 itu mengandung cacat. MD3 diubah sampai tiga kali, undang-undang pemilu juga diselesaikan di MK untuk ke isu-isu krusial, undang-undang KPK pernah mau dibahas kemudian ditolak oleh publik lalu mereka batal melanjutkan proses pembahasan," kata Lucius.
Dia menilai, secara subtansi revisi UU KPK dan MD3 pantas diragukan. Karena, kata Lucius, prosesnya mengabaikan banyak hal. Misal dalam revisi UU KPK hanya diselesaikan dalam waktu singkat yaitu sekitar sepekan tanpa melibatkan orang yang berkaitan dalam pembahasannya.
"Mereka (DPR) seolah-olah merasa pintar dalam satu minggu itu, padahal sudah lima tahun mereka diberi waktu untuk menunjukkan bahwa mereka pintar dan itu mereka tidak gunakan," ucapnya menandaskan.
Reporter: Ahda Bayhaqi
Sumber: Merdeka.com