Gerindra Khawatir Indonesia Alami Resesi di 2020

Posisi pertumbuhan ekonomi yang terus terkontraksi atau melemah dalam dua triwulan berturut-turut.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Sep 2019, 15:15 WIB
Pemandangan gedung-gedung bertingkat di Ibukota Jakarta, Sabtu (14/1). Hal tersebut tercermin dari perbaikan harga komoditas di pasar global. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Fraksi Gerindra Sri Meliyana memprediksi Indonesia mengalami resesi ekonomi pada 2020. Kondisi tersebut dengan melihat perkembangan ekonomi global saat ini, di mana Indonesia merupakan negara yang mudah terpengaruh kondisi global.

"Resesi ekonomi dikhawatirkan melanda Indonesia pada 2020. Ancaman krisis keuangan global dan resesi ekonomi global pada 2020 telah makin nyata. Saat ini beberapa negara mulai mengalami resesi," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (23/9).

Resesi, kata Sri adalah, posisi pertumbuhan ekonomi yang terus terkontraksi atau melemah dalam dua triwulan berturut-turut. Indonesia sendiri sudah pernah mengalami resesi ketika 1998 dengan pertumbuhan ekonomi melemah dalam 5 triwulan.

"Ukuran lebih longgar dipakai pula menyebut resesi tetutama dalam kasus Indonesia, yaitu laju pertumbuhan yang menurun signifikan, meskipun tidak sampai negatif sebagaimana yang terjadi di 2008," jelasnya.

Beberapa triwulan terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh stagnan pada angka 5 persen. Pada 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia bahkan diprediksi Bank Dunia hanya mencapai 4,9 persen artinya dibawah target pemerintah sebesar 5,3 persen.

"Bank dunia juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 sebesar 4,8 persen dengan resiko lebih rendah lagi jika kodisi global tak menentu. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi 5,3 persen di 2020 tidak realistis," jelas Sri.

Sementara itu, faktor penyokong pertumbuhan ekonomi seperti industri pengolahan tak bisa lagi diharapkan menyumbang pertumbuhan ekonomi. Sebab, sektor itu pun terus melambat bahkan lebih lambat dibanding kondisi 2008 hingga 2009.

"Dilihat dari sektor, sektor ekonomi pengolahan Indonesia lebih sensitif terhadap penguatan dan pelemahan kondisi ekonomi. Penyebabnya antaralain porsinya yang besar dalam PDB. Faktanya industri pengolahan pun tumbuh melambat selama beberapa triwulan terakhir, terburuk dibandingkan kondisi 2008 hingga 2009," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


BI: Indonesia Belum Terkena Resesi

Suasana gedung-gedung bertingkat yang diselimuti asap polusi di Jakarta, Selasa (30/7/2019). Badan Anggaran (Banggar) DPR bersama dengan pemerintah menyetujui target pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran angka 5,2% pada 2019 atau melesat dari target awal 5,3%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan Indonesia belum terkena ancaman dari resesi. Isu ini kian menghangat mengingat sejumlah negara maju sudah menjadi korban dari resesi ekonomi.

"Resesi itu jika suatu negara growth negative berturut-turut pada 2 triwulan. Pertumbuhan ekonomi global kami memproyeksi tahun ini 3,2 persen dan tahun depan 3,3 persen. Ini belum termasuk definisi resesi," tuturnya di Jakarta, pada Kamis 19 September 2019. 

Perry juga menjelaskan, Indonesia juga belum terdampak dari potensi resesi ekonomi. Apalagi, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan masih di atas atau sekitar 5 persen.

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia kami memprediksi masih di bawah titik tengah 5-5.4 persen. Tahun depan kami memproyeksi 5-5.5 persen," ujarnya.

Sementara itu, pihaknya menegaskan, BI selaku bank sentral akan terus melonggarkan kebijakan moneternya menyesuaikan perlambatan ekonomi global yang kini terjadi.

"Kita akan melanjutkan bauran kebijakan akomodatif dengan memangkas suku bunga, perlonggar makropruden, sistem pembayaran dan operasi moneter," kata dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya