BI Tiru China dan India Kelola Data Pengguna Fintech

Pengelolaan data yang tepat perlu dilakukan guna menghindari penyalahgunaan.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Sep 2019, 15:45 WIB
Gubernur BI Perry Warjiyo memberikan penjelasan kepada wartawan di Jakarta, Kamis (20/6/2019). RDG Bank Indonesia 19-20 Juni 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI7DRR sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan dan pengguna Fintech di Indonesia jumlahnya terus meningkat. Pengelolaan data yang tepat perlu dilakukan guna menghindari penyalahgunaan.

Bank Indonesia (BI) akan melakukan pengelolaan data fintech. Hal ini dilakukan untuk terselenggaranya layanan keuangan yang aman baik bagi penyelenggara fintech maupun konsumennya.

Gubernur BI, Perry Warjiyo mengklaim telah mencari referensi untuk manajemen data pelanggan fintech di Indonesia. Sejauh ini, India dan China akan dijadikan contoh sebab telah terlihat berhasil melakukannya.

"Ada beberapa data yang dibangun untuk publik, untuk pemerintah pusat, seperti India dan China. Indonesia perlu belajar dari India beberapa data menjadi data publik," kata dia, di JCC Jakarta, Senin (23/9).

Perry menjelaskan bahwa tujuannya tidak hanya untuk memusatkan data, tetapi juga untuk menciptakan tata kelola. Intinya adalah harus ada juga kesepakatan dari pelanggan mengenai manajemen data tersebut.

"Jadi semua data identitas, tanggal lahir harus diminta dengan izin konsumen. Perusahaan swasta bisa menggunakan data lain. Model di India bisa digunakan di Indonesia," ujarnya.

Tujuan pengelolaan data tidak hanya untuk melindungi pelanggan, sektor swasta juga dapat menggunakan data yang telah dikelola dengan alasan untuk berinovasi. Tetapi sekali lagi, itu harus berdasarkan persetujuan konsumen.

"Saat membangun data harus ada persetujuan dari konsumen dan itu digunakan oleh industri," tutupnya.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Menko Darmin Ingin Fintech Beri Layanan Keuangan ke Daerah Terpencil

Menko Perekonomian Darmian Nasution saat mengumumkan paket kebijakan ekonomi tahap pertama di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (9/9/2015). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan masyarakat Indonesia masih banyak yang belum tersentuh layanan keuangan. Saat ini, baru 68,7 persen orang dewasa yang sudah memiliki akses terhadap layanan keuangan.

Hal itu dia sampaikan saat menjadi pembicara dalam acara Indonesia Fintech Summit and Expo 2019 yang mengususng tema "Innovation For Inclusion", di Jcc Jakarta, Senin (23/9).

"Survey OJK tahun 2016 orang dewasa memiliki akses prioritas atau layanan keuangan formal. Dapat disimpulkan bahwa ini menandakan masih banyak orang dewasa tidak memiliki akun atau akses ke layanan keuangan," kata dia.

Oleh karena itu, dengan berkembangnya fintech di tanah air dia berharap hal ini dapat menjadi momentum percepatan inklusi keuangan hingga ke remote area atau daerah terpencil.

Selain itu, menurutnya fintech juga dapat memberikan hal yang selama ini diinginkan masyarakat. Misalnya efisiensi dan sistem yang tidak berbelit-belit.

"Mendapatkan beberapa perubahan penting tetapi perjalanannya belum mencapai tujuan. Orang membutuhkan penghematan, layanan yang lebih mudah dan lebih terjangkau. Inovasi teknologi, digunakan perusahaan yang sesuai memiliki potensi," ujarnya.

Dia juga menyebutkan saat ini sudah terlihat adanya perkembangan layanan keuangan yang mampu mneyasar sampai ke daerah. Misalnya laku pandai, kantor cabang di pelosok, dan layanan lainnya yang menawarkan jasa keuangan.

"Target dari program inklusi keuangan kami percaya fintech dan agen dapat berkontribusi pada upaya kami untuk mencapai keuangan inklusif. Fintech menyediakan optimisme baru, berharap fintech mencapai itu. Yang tinggal di dengan aksesibilitas layanan keuangan terbatas," ujarnya.

Kendati demikian dia menekankan fintech harus mengutamakan manajemen risiko dan perlindungan konsumen di dalam praktiknya. "Harus memberi perhatian pada manajemen risiko, konsumen dan perlindungan untuk memberikan manfaat maksimal," tutupnya.


Menko Darmin Sebut Fintech Rentan Pencucian Uang

Menko Darmin Nasution memimpin rapat koordinasi (rakor) harga dan ketersediaan pangan di rumah dinasnya.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, financial technologi atau fintech rentan risiko pencucian uang. Hal tersebut pun menjadi salah satu tantangan pengembangan fintech di Indonesia.

"Indikasi penyalahgunaan data ini sudah banyak, kemudian juga fintech rentan risiko pencucian uang," ujar Menko Darmin di Gedung Dhanapala, Jakarta, Rabu (4/9/2019). 

Dengan adanya potensi tersebut, pemerintah berupaya membuat manajemen risiko melalui regulasi pengaturan fintech tanpa menghambat perkembangannya di Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah menggandeng Bank Indonesia dan OJK.

"Dukungan pemerintah dan otoritas pengembangan fintech ini menyeimbangkan mitigasi risiko dan membuka ruang inovasi serta memberi pemahaman mengenai landscape dan ekosistem industri ini," jelas Menko Darmin.

Menko Darmin melanjutkan, fintech merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mendorong inklusi keuangan. Sebab, dengan adanya fintech masyarakat lebih mudah terhubung dengan perbankan dalam rangka membuka rekening dan pemanfaatannya.

"Fintech jauh lebih ampuh dalam mendorong keuangan inklusif, perbankan akan bisa membantu masyarakat membuka rekening," paparnya.    

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya