Menaker: Cukai Rokok Naik, Jangan Sampai Ada PHK

Menaker Hanif Dhakiri meminta kepada industri untuk tidak mengurangi jumlah pegawai

oleh Bawono Yadika diperbarui 23 Sep 2019, 17:15 WIB
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri punya cara unik untuk menginspirasi 1000 mahasiswa Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri berharap tak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) dari industri rokok atas kenaikan cukai rokok di tahun depan.

Alasanya, industri rokok didominasi oleh pekerja perempuan. Selain itu, mereka juga memiliki pendidikan terbatas dan tak lagi muda (paruh baya).

"Kita sih minta jangan sampai ada PHK di industri rokok karena di industri ini kan didominasi pekerja perempuan, juga tak lagi muda dengan pendidikan terbatas," ujarnya di Jakarta, Senin (23/9/2019).

Hanif menerangkan, dari industri sendiri telah ada permintaan diskusi terkait keputusan Pemerintah menaikkan cukai rokok ini pada tahun depan.

"Belum ada laporan, tapi ada permintaan-permintaan dari industri rokok untuk diskusikan kenaikan cukai rokok ini," kata dia.

Asal tahu saja, Pemerintah memutuskan akan menaikkan cukai rokok sebesar 23 persen pada tahun 2020. Salah satunya pertimbanganya ialah menekan pengendalian jumlah perokok di Indonesia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Indef: Kenaikan Cukai Rokok di 2020 Terlalu Tinggi

Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pemerintah berencana untuk menaikkan tarif cukai rokok sebesar 23 persen dan harga jual eceran naik 35 persen. Hal tersebut pun menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, rencana kenaikan cukai ini terlalu tinggi. Dia menilai, kenaikan cukai tersebut hanya akan memberi dampak negatif terhadap petani.

"Ya, terlalu tinggi dan pemerintah enggak punya roadmap yang jelas. Kan harusnya kalau mau dinaikkan konsisten bertahap mengikuti inflasi," ujar Bhima di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (19/9).

"Pemerintah harus orientasi kembalilah tujuan dari pengenaan cukai rokok. Karena dampak ke petani dan konsumen justru nanti negatif," sambungnya.

Bhima juga menyebut kebijakan pemerintah sebagai kebijakan 'kagetan'. Sebab, rencananya kenaikan cukai biasanya dilakukan bertahap dari tahun ke tahun bukan mendadak langsung naik drastis.

"Kan harusnya, kalau mau dinaikkan konsisten bertahap mengikuti inflasi. Kalau enggak salah 2019 enggak ada kenaikan. Susah juga akhirnya naik tiba tiba. Jadi kagetan. Kebijakan pemerintah terkait rokok adalah kebijakan yang kagetan," paparnya.

 


Akal-akalan Pemerintah

Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dia menduga rencana kenaikan cukai rokok ini hanya akal-akalan pemerintah untuk menarik lebih banyak penerimaan dari masyarakat. Karena pemerintah tidak percaya diri dengan sumber penerimaan konvensional seperti PNBP dan komoditas.

"Jadi apa yang dilakukan pemerintah semata-mata 2020 nanti adalah revenue oriented. Untuk menarik pemasukan negara karena dikhawatirkan ketika terjadi krisis ekonomi, pendapatan dari sektor konvensional itu belum terlalu bisa diharapkan seperti PNBP, harga komoditas rendah, migas juga rendah," tandasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya