BI: Inovasi Fintech Jangan Kebablasan dan Harus Hati-hati

BI ingin inovasi keuangan digital bersifat hati-hati karena menyangkut keuangan masyarakat.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 23 Sep 2019, 18:12 WIB
Marketing menawarkan produk pada Indonesia Fintech Summit and Expo (IFSE) 2019 di JCC Jakarta, Senin (23/9/2019). Keberadaan fintech diharapkan mempercepat rencana pemerintah untuk meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia yang ditargetkan mencapai 75 persen tahun 2019. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta - Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Filianingsih Hendarta ikut mengisi panel di ajang Indonesia Fintech & Summit Expo 2019. Ketika membahas fintech, ia meminta agar fintech dan perbankan bisa bersinergi.

"Sebetulnya tak perlu saling curiga-mencurigai. Justru kita harus bersinergi antara perbankan dan fintech karena masing-masing punya competitive advantage di sini sehingga kita harus menginterlinkan perbankan dengan fintech sehingga bisa mendorong ekonomi keuangan digital," ujar Filianingsih pada Senin (23/9/2019) di JCC, Jakarta.

Lebih lanjut, Filianingsih mengingatkan agar inovasi di dunia fintech tidak boleh kebablasan. Beberapa faktor yang ia jelaskan adalah terkait perlindungan customer dan tindak kriminal cuci uang dan terorisme.

"Fintech meng-create inovasi, tetapi inovasi tidak boleh kebablasan. Harus ada kehati-hatian, sehingga kita harus mem-balancing antara kehati-hatian dan inovasi, termasuk juga customer protection karena ini menjadi concern, lalu anti money laundering, dan juga terrorism," ucap dia.

Meski menyebut inovasi jangan kebablasan, Filianingsih menolak jika dirinya disebut membatasi inovasi fintech. Pihaknya sebagai otoritas hanya ingin inovasi keuangan digital bersifat hati-hati karena menyangkut keuangan masyarakat.

Lebih lanjut, Filianingsih mengingatkan agar perkembangan fintech harus mengutamakan kepentingan nasional. Ia tak mau jika Indonesia hanya menjadi pekerja di negara sendiri.

"Artinya kalau kita kerja sama dengan pihak lain, maka harus saling menguntungkan buat kita. Jangan cuma kita jadi pekerja di rumah sendiri. Kita harus jadi tuan rumah di rumah sendiri. Enggak ada tempat yang semenarik Indonesia, ibaratnya kita itu gadis cantik, remaja, yang banyak mengincar. Jadi harus menjaga national interest," ujarnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


BI Tiru China dan India Kelola Data Pengguna Fintech

Pengunjung melihat barcode fintech pada Indonesia Fintech Summit and Expo (IFSE) 2019 di JCC Jakarta, Senin (23/9/2019). IFSE digelar sebagai upaya OJK dan Bank Indonesia selaku regulator untuk mengembangkan peran fintech dalam meningkatkan inklusi keuangan masyarakat. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Perusahaan dan pengguna Fintech di Indonesia jumlahnya terus meningkat. Pengelolaan data yang tepat perlu dilakukan guna menghindari penyalahgunaan.

Bank Indonesia (BI) akan melakukan pengelolaan data fintech. Hal ini dilakukan untuk terselenggaranya layanan keuangan yang aman baik bagi penyelenggara fintech maupun konsumennya.

Gubernur BI, Perry Warjiyo mengklaim telah mencari referensi untuk manajemen data pelanggan fintech di Indonesia. Sejauh ini, India dan China akan dijadikan contoh sebab telah terlihat berhasil melakukannya.

"Ada beberapa data yang dibangun untuk publik, untuk pemerintah pusat, seperti India dan China. Indonesia perlu belajar dari India beberapa data menjadi data publik," kata dia, di JCC Jakarta, Senin (23/9).

Perry menjelaskan bahwa tujuannya tidak hanya untuk memusatkan data, tetapi juga untuk menciptakan tata kelola. Intinya adalah harus ada juga kesepakatan dari pelanggan mengenai manajemen data tersebut.

"Jadi semua data identitas, tanggal lahir harus diminta dengan izin konsumen. Perusahaan swasta bisa menggunakan data lain. Model di India bisa digunakan di Indonesia," ujarnya.

Tujuan pengelolaan data tidak hanya untuk melindungi pelanggan, sektor swasta juga dapat menggunakan data yang telah dikelola dengan alasan untuk berinovasi. Tetapi sekali lagi, itu harus berdasarkan persetujuan konsumen.

"Saat membangun data harus ada persetujuan dari konsumen dan itu digunakan oleh industri," tutupnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya