Liputan6.com, Jakarta - Siapa yang tak tahu ciri Kota Surabaya sebagai kota sejarah dan kota pahlawan? Ya, kota ini memang amat kental dengan sejarahnya. Entah mengenai kisah bangunan yang menjadi saksi bisu di masa lalu atau tentang kerja keras para pahlawannya.
Tak jarang, dalam upaya mempertahankan suatu wilayah, para pahlawan Surabaya sampai-sampai gugur di medan perang. Lantas, jika mengenai bukti fisik perjuangan yang berupa bangunan, apa cukup untuk membuat kita merasakan jerih payah mereka?
Dengan mengunjungi situs bersejarah, sedikit atau banyak, langsung atau tidak langsung, akan mampu menambah wawasan bagi pengunjungnya. Pengetahuan tersebut mengenai gambaran kisah perlawanan Arek Suroboyo.
Berhubungan dengan itu, Liputan6.com membahas tentang salah satu bangunan yang memiliki nilai histori. Pemerintah Kota (pemkot) Surabaya pun telah mendedikasikan bangunan itu untuk dijadikan cagar budaya.
Baca Juga
Advertisement
Situs bersejarah tersebut ialah Hotel Arcadia. Akan tetapi, sebelum menyandang nama itu, Hotel Arcadia pernah memakai nama ‘Hotel Ibis’, seperti dirangkum dari instagram @lovesuroboyo.
Sampai kini, tempat tersebut masih mengemban nama Hotel Arcadia. Hotel yang sudah berdiri sejak 1913 ini, dibangun oleh seorang kontraktor yang bernama Hollanndsche Beton Maatschaij.
Namun, sebelum menjadi Hotel Arcadia, lebih dulu gedungnya dipergunakan untuk kantor Geo Wehry & Co. Perusahaan Geo Wehry & Co adalah industri yang bergerak di bidang perkebunan yang ada di Indonesia.
Pada saat itu, Geo Wehry & Co juga merupakan perusahaan terbesar di negara ini. Kemudian, sejak 1867, perusahaan tersebut beroperasi di Hindia Belanda.
Instansi itu memiliki 28 perkebunan dengan komoditi, yaitu teh, kina, dan karet. Selain itu, Geo Wehry & Co kerap kali menjalankan perdagangan dalam negeri dan juga luar negeri.
Lalu, Geo Wehry & Co pula termasuk dalam jajaran The Big Family (lima perusahaan raksasa milik Belanda). Dalam deretan tersebut, Geo Wehry & Co bersanding dengan Gedung Internatio, Lindeteves, Borsumij, dan Jacobson van den Berg & Co.
Keberadaan Hotel Arcadia yang berlokasi di Jalan Rajawali 9-11, Surabaya ini mempunyai denah gedung yang berbentuk persegi empat, dan memanjang ke belakang. Untuk bagian depannya, difungsikan sebagai kantor, sedangkan bagian belakang dijadikan gudang.
Nah, pada bangunan itulah, saat ini didirikan gedung hotel bertingkat sembilan dengan tinggi tiga puluh sentimeter. Pada sisi bagian ‘muka’ hotel divariasikan untuk lobby dan fasilitas hotel lainnya. Sementara itu, pada sisi depan hotel Arcadia diberi gaya arsitektur kolonial abad ke-20.
(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Mengenal Hok An Kiong, Klenteng Tertua di Surabaya
Sebelumnya, jalan-jalan di Surabaya, Jawa Timur tak hanya mencicipi kuliner, melihat bangunan sejarah, dan keliling kota. Di Kota Pahlawan ini, wisata religi juga dapat menjadi pilihan.
Surabaya yang memiliki beragam masyarakat dari berbagai suku, etnis, dan agama menjadikan sebagai kota multi-kultural. Oleh karena itu, di kota ini juga ditemui sejumlah tempat ibadah dari beragam agama. Tempat ibadah di kota ini juga ada yang memiliki cerita dan termasuk bangunan bersejarah.
Salah satunya, Klenteng Hok An Kiong. Berdasarkan Buku Travelicious, Jalan Hemat, Jajan Nikmat Karya Ariyanto, klenteng ini merupakan salah satu klenteng tertua yang ada di Surabaya.
Kelenteng Hok An Kiong didirikan sekitar 1830-an. Bangunan yang berada di Jalan Coklat, Pabean, Surabaya ini pada awalnya merupakan daerah pelabuhan.
Sebelumnya, klenteng Hok An Kiong disebut juga klenteng coklat, karena dilihat dari nama jalannya yaitu Jalan Coklat. Kapal-kapal saudagar dari Tiongkok, China sering mampir ke daerah Pabean yang kini sudah menjadi Pasar Ikan.
Seiring bertambahnya kapal-kapal saudagar Tiongkok yang bersandar di Kalimas, terutama dekat Pabean dan Slompretan, membuat ratusan awak kapal kadang-kadang beristirahat di daerah itu. Ada beberapa saudagar kaya yang tergabung dalam perkumpulan Hok Kian Kong Tik Soe.
Mengutip berbagai sumber, Mereka merasa iba melihat para awak kapal beristirahat di sana. Kemudian, tercetuslah ide dari perkumpulan tersebut untuk mendirikan tempat ibadah yang sekaligus bisa menjadi tempat beristirahat untuk awak kapal itu.
Maka, jadilah bangunan Kelenteng Hok An Kiong. Mengutip Jurnal Intra Petra.ac.id, interior di klenteng ini didesain dengan gaya budaya Fujian. Klenteng ini pada mulanya hanya terdiri dari halaman depan untuk ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa serta ruang altar utama hanya kepada Dewi Mahcoh Po.
Bangunan itu kini sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh Pemerintah Kota Surabaya berdasarkan SK Walikota Surabaya No.188.45/258/436.1.2/2012.
(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)
Advertisement