RUU KUHP Ancam Pariwisata Bali?

Ada sejumlah pasal dalam RUU KUHP yang dianggap mengganggu pariwisata Bali, khususnya soal pasal perzinaan.

Oleh JawaPos.com diperbarui 24 Sep 2019, 13:04 WIB
Dua turis wanita berpose saat difoto di pantai Kuta di pulau pariwisata Indonesia di Bali (4/1). Daerah ini merupakan tujuan wisata turis mancanegara dan telah menjadi objek wisata andalan Pulau Bali sejak awal tahun 1970-an. (AFP Photo/Sony Tunbelaka)

Denpasar - Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace mendukung keputusan Presiden Joko Widodo yang meminta DPR RI menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP). Ia bahkan akan mengajukan penolakan secara tertulis atas sejumlah pasal yang dinilai mengganggu dunia pariwisata Bali.

Lelaki yang juga menjabat sebagai Wakil Gubernur Bali tersebut menilai RUU KUHP bahkan sudah berdampak pada pariwisata Bali meski belum disahkan. Misalnya, memicu terbitnya travel advice dari Australia dan menyebarnya isu Bali Sex Ban.

"Kami insan pariwisata sangat konsen menjaga pariwisata Bali. Untuk itu kami akan mengajukan usulan revisi tertulis kepada parlemen (DPR RI) atas beberapa pasal yang dinilai berdampak negatif kepada pariwisata Bali khususnya," ujar Cok Ace dikutip dari laman Radar Bali (JawaPos), Selasa (24/9/2019).

Ia berpendapat tindakan Australia itu kemungkinan diikuti negara lainnya. Itu lantaran sejumlah pasal di RUU KUHP dinilai terlalu menyentuh ranah privat masyarakat dan menganut azas teritorial. Salah satunya adalah bab pasal perzinahan, yakni pasal 417 dan 419 RUU KUHP.

Dengan menganut azas teritorial, setiap orang tidak peduli kewarganegaraannya yang diduga melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia, otomatis akan tunduk pada hukum pidana Indonesia.

"Hal ini tentu akan membuat para wisatawan berpikir dua kali untuk berwisata ke Indonesia. Karena bila RUU KUHP berlaku tentunya pasal-pasal seperti yang disebutkan tadi dapat saja akan menjadi ancaman bagi mereka," terangnya.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pasal Lainnya

Massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil untuk Keadilan dan Demokrasi menggelar aksi saat car free day (CFD) di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (15/9/2019). Massa mengatakan RUU KUHP berpotensi digunakan untuk mengkriminalisasi korban kekerasan seksual. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Ia juga menyoroti Pasal 432 RUU KUHP. Bunyi pasal itu, “Wanita pekerja yang pulang malam bisa dianggap sebagai gelandangan....dan seterusnya”.

Padahal, lanjut dia, dalam dunia industri pariwisata tidak tertutup kemungkinan pekerja wanita pulang malam karena tuntutan pekerjaan dan pelayanan dalam dunia pariwisata.

"Tentu saja ini sangat mengganggu bisnis pariwisata, karena akan terbatas pada jam malam," kata Cok Ace lagi.

Hal ini, kata dia, juga secara hukum bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Kesetaraan Gender, dan pula bertentangan dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional.

"Keberatan detailnya akan diajukan secara rinci dan khusus kepada parlemen oleh insan pariwisata dalam waktu dekat ini," ucapnya.

Sebelumnya, pemerintah bersama DPR akhirnya sepakat untuk menunda pengesahan RUU KUHP karena banyaknya pasal yang kontroversial dan dinilai oleh sejumlah kalangan bisa mengancam demokratisasi di Indonesia. Tak hanya itu, sejumlah pasal dalam RUU KUHP juga dinilai dapat mengganggu kepariwisataan Bali.

Bahkan, sebelum diberlakukan telah muncul sejumlah peringatan dari pemerintah negara asing agar warga negaranya berhati-hati berkunjung ke Bali dengan kemungkinan disahkannya RUU KUHP. Misalnya, situs peringatan perjalanan yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT).

Sejumlah media massa dari Negeri Kangguru dalam pemberitaan mereka menyarankan warga Australia agar menghindari untuk mengunjungi Pulau Dewata.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya