Liputan6.com, Jakarta - Aparat TNI-Polri masih melakukan penjagaan terhadap masyarakat di Wamena, Papua, yang mengungsi akibat kerusuhan yang terjadi Senin, 23 September 2019. Pihak kepolisian pun kini mengejar pelaku pembuat dan penyebar berita bohong alias hoaks rasisme yang menyulut insiden tersebut.
"Saat ini kami masih mencari pelaku yang memberikan keterangan palsu atau hoaks, sehingga terjadinya mobilisasi massa yang mengakibatkan pembunuhan, penganiyaaan, dan pembakaran sejumlah kantor pemerintah, fasilitas umum, dan permukiman warga," tutur Kabid Humas Polda Papua Kombes AM Kamal dalam keterangannya, Selasa (24/9/2019).
Advertisement
Dia menyebut, pihaknya sudah mengonfirmasi video rasisme tersebut ke pihak sekolah dan guru.
"Terkait dengan isu ucapan rasisme itu tidak benar. Kami juga sudah menanyakan kepada pihak sekolah dan guru dan kita pastikan tidak ada kata-kata rasis," jelas Kamal.
Atas peristiwa itu, 22 warga sipil meninggal dunia dan 72 orang luka-luka. Di antara mereka ada yang tewas di kediamannya yang dibakar massa saat kerusuhan terjadi.
"Kami harap masyarakat di Wamena dan di Tanah Papua tidak mudah untuk terprovokasi isu yang belum tentu kebenarannya," tegas Kamal.
Dia juga merinci dampak kerusuhan di Wamena. Selain puluhan warga sipil meninggal dunia, lainnya juga terpaksa harus mengungsi dengan penjagaan aparat TNI-Polri.
"Meninggal dunia 22 orang, luka-luka 72 orang," tutur Kamal.
Sementara kerusakan fasilitas umum dan pribadi pun terbilang parah. Massa membakar rumah, kendaraan, hingga kantor pemerintahan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kerugian Akibat Aksi Anarkistis
Kerugian Materil tercatat kerusakan mobil 80 unit, motor 30 unit, rumah dan toko 150 unit. Kemudian kantor pemerintah ada lima bangunan yang dirusak, yakni Kantor Bupati, Kantor PLN, Kantor Kejaksaan, Kantor Urusan Agama (KUA), dan Kantor BLH.
Akibatnya, warga ketakutan dan diungsikan ke empat tempat.
"Di Polres Jayawijaya, Kodim 1702/Jwy, Gedung DPRD Jayawijaya, dan Gedung Oikumerek Asso Wamena," jelas Kamal.
Kejadian ini bermula saat sekelompok massa dan pelajar SMA PGRI menyambangi sekolah Yayasan Yapis pada Senin 23 September 2019 sekitar pukul 07.00 WIT. Dengan massa sekitar 200 orang itu, mereka melakukan unjuk rasa lantaran termakan isu hoaks rasisme. Aksi tersebut pun akhirnya berujung pada tindakan anarkistis.
Advertisement