Liputan6.com, Jakarta Stroke menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan tahun 2018, angka penderita penyakit tersebut di Indonesia naik dari 7 persen (2013) menjadi 10,9 persen.
Salah satu jenis stroke adalah akibat adanya perdarahan. Dari sekian banyak penyebab penyakit itu, salah satunya adalah aneurisma otak.
Advertisement
Aneurisma sendiri bisa diartikan sebagai pelebaran dinding pembuluh darah akibat lemahnya struktur dinding tersebut. Hal ini umumnya terjadi pada pembuluh arteri seperti di otak, jantung, aorta, arteri poplitea, dan lain-lain. Kondisi itu membuat organ tersebut seakan membentuk "balon" yang bisa pecah sewaktu-waktu.
Meskipun begitu, salah satu yang paling berbahaya dan mematikan adalah aneurisma otak. Menurut dokter spesialis saraf di RS Pondok Indah - Pondok Indah, Rubiana Nurhayati, kondisi tersebut diperkirakan terjadi pada 1 dari 100 orang.
"Sebenarnya belum diketahui penyebabnya sampai sekarang, namun diduga adalah kelainan bawaan," kata Rubiana dalam temu media di Jakarta pada Selasa (24/9/2019).
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Tanpa Gejala
Walaupun begitu, Rubiana mengatakan bahwa ada beberapa faktor risiko yang bisa memicu aneurisma otak. Beberapa di antaranya adalah merokok, konsumsi alkohol, serta hipertensi bisa memperburuk kondisi tersebut. Di sini, wanita juga lebih berisiko terkena masalah itu.
Yang berbahaya adalah ketika aneurisma otak pecah. Masalah itu bisa membuat darah merendam otak dan mengakibatkan stroke. Sayangnya, kondisi tersebut bisa terjadi tanpa disadari gejalanya.
Jika tidak pecah, 90 persen aneurisma seringkali tanpa gejala. Hanya 7 persen yang menimbulkannya. Sehingga, 10 persen penderita biasanya tahu secara tak sengaja.
"Kadang-kadang dia tidak bergejala karena (ukurannya) terlalu kecil karena sampai meninggal pun orang bisa tak sadar punya aneurisma," kata Rubiana menjelaskan.
Advertisement
Skrining Aneurisma Otak Penting
Ketika aneurisma otak sudah pecah, seseorang bisa terkena stroke, koma, bahkan menyebabkan kematian. Maka dari itu, pencegahan dengan skrining penting agar seseorang dengan kondisi itu tidak mengalami hal-hal yang lebih fatal.
"Aneurisma tidak ada gejala, tetapi kalau dia pecah, penderita aneurisma akan memiliki mortalitas hingga 50 persen," kata dokter spesialis bedah saraf RS Pondok Indah - Pondok Indah Mardjono Tjahajadi dalam kesempatan yang sama.
Jika bertahan pun, pasien akan mengalami kecacatan karena stroke. Potensi kembali normal pun hanya 15 dari 100 orang.
Untuk itu, jika seseorang memiliki gejala seperti sakit kepala berdenyut dan kesemutan di satu sisi tubuh yang sering timbul dan hilang, serta memiliki faktor risiko seperti riwayat keluarga, usia di atas 40 tahun, perempuan, serta merokok dan konsumsi alkohol, tak usah takut untuk memeriksakan otak dengan MRI (Magnetic resonance imaging), MRA (magnetic resonance angiography), serta jika diperlukan DSA (Digital Subtraction Angiography).
Pecahnya aneurisma otak hingga stroke masih dicegah dengan dua cara yaitu clipping atau menjepit "balon" pada pembuluh darah serta coiling atau menyumbatnya.
"Jadi mendingan kita preventif, jangan sampai menunggu pecah. Kalau sudah pecah ya sudah jadi stroke," kata Rubiana menegaskan.