Liputan6.com, Jakarta Posisi utang pemerintah per akhir Agustus 2019 tercatat sebesar Rp 4.680,19 triliun. Angka ini naik Rp 76,57 triliun juga dibandingkan posisi utang pemerintah di akhir Juli 2019 sebesar Rp 4.603,62 triliun.
Berdasarkan data 'APBN Kita Edisi September' utang pemerintah berasal dari dua sumber. Yakni utang yang berasal dari pinjaman sebesar Rp 798,28 miliar dan surat berharga negara (SBN) berjumlah Rp 3.881,91 triliun.
Advertisement
Porsi pinjaman terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 7,69 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 790,59 triliun. Jika dirinci, pinjaman luar negeri terdiri dari bilateral Rp 316,37 triliun, multilateral Rp 435,13 triliun, dan komersial Rp 39,09 triliun.
Sementara, porsi surat berharga negara (SBN) terdiri dari denominasi rupiah dan valas. Adapun SBN denominasi rupiah jumlahnya mencapai Rp 2.833,43 triliun. Ini terdiri dari surat utang negara (SUN) Rp 2.343,65 triliun dan SBSN Rp 489,78 triliun.
Sedangkan untuk denominasi valas sebesar Rp 1.032,6 triliun yang terdiri dari SUN Rp 832,08 triliun dan SBSN Rp 216,4 triliun. Adapun rasio utang pemerintah terhadap PDB menjadi 29,80 persen.
Reporter: Wilfridus Setu Umbu
Sumber; Merdeka.com
Pembiayaan Utang
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi pembiayaan utang hingga akhir Agustus 2019 mencapai Rp 284,78 triliun atau 79,3 persen target APBN.
Realisasi ini terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 290,74 triliun atau 74,7 persen target APBN dan realisasi Pinjaman sebesar negatif Rp 5,97 tirliun atau 20,1 persen target APBN.
"Realiasi Pinjaman yang mencapai angka negatif disebabkan oleh realisasi pembayaran cicilan pokok Pinjaman Luar Negeri yang lebih besar dari pada penarikan Pinjaman Luar Negeri, namun sebaliknya, untuk Pinjaman Dalam Negeri penarikan pinjaman lebih besar dibandingkan pembayaran cicilan pokok," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, Jakarta, Selasa (24/9/2019).
Hingga akhir Juli 2019, pemerintah telah membayarkan cicilan pokok Pinjaman Dalam Negeri sebesar Rp 0,58 triliun atau 39,3 persen dari target APBN. Sementara cicilan pokok Pinjaman Luar Negeri telah dibayarkan sebesar Rp 49,29 triliun atau 54,5 persen target APBN.
Sementara itu, Penarikan Pinjaman Dalam Negeri mencapai Rp 1,0 triliun atau 51,1 persen target APBN dan penarikan Pinjaman Luar Negeri mencapai Rp 42,90 triliun atau 71,2 persen target APBN.
Menurut dia, realisasi pembiayaan utang yang telah mencapai Rp 284,78 triliun hingga akhir Agustus 2019 sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan belanja produktif di sektor prioritas yang mendesak, seperti belanja infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
"Ditengah terbatasnya kapasitas fiskal Pemerintah serta didorong oleh kebutuhan belanja produktif yang tidak bisa ditunda, utang menjadi alat Pemerintah untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut," ungkapnya.
Pemerintah mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif yang diwujudkan dengan pengadaan pinjaman kegiatan dan penerbitan SBN berbasis proyek yang mendukung program pembangunan nasional. Dari sisi pembiayaan berbasis syariah, Pemerintah juga terus mengembangkan berbagai terobosan seperti penerbitan Project Financing Sukuk dan Green Global Sukuk.
Pemerintah juga berkomitmen untuk mengedepankan prinsip kehati-hatian (prudent), efisien, dan terukur (akuntabel) dalam mengelola utang, yang digambarkan pada strategi jangka menengah dan tahunan untuk mendukung pengadaan Pembiayaan dengan biaya minimal dan risiko yang terkendali.
Strategi tersebut tercermin dalam portofolio utang pemerintah yang selalu mengoptimalkan pembiayaan dalam negeri dan menggunakan pembiayaan luar negeri sebagai pelengkap. "Selain itu, Pemerintah juga berupaya meningkatkan pendalaman pasar domestik dengan mengoptimalkan penerbitan SBN secara dalam jaringan (online)," tandasnya.
Advertisement