Liputan6.com, Jakarta - Keterbatasan ekonomi bukan menjadi penghalang Lailatul Qomariyah (27) untuk menempuh pendidikan tinggi. Lailatul menuntut ilmu di jurusan Teknik Kimia di Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Ia berhasil meraih gelar doktor dengan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 4.0.
Lailatul adalah anak sulung dari pasangan Saningrat (43) dan Rusmiati (40). Ayahnya bekerja sebagi pengayuh becak dan ibunya sebagai buruh tani yang tergolong di bawah rata-rata. Keadaan seperti itu justru menjadi motivasi Lailalatul untuk menempuh pendidikan hingga jenjang S3 di ITS Surabaya.
"Saya semangat belajar karna motivasi ingin merubah nasib keluarga agak tidak begini terus. Itulah yang membuat saya semangat sekolah sampai jenjang S3," ucap Lailatul saat diwawancarai Liputan6.com, ditulis Rabu (25/9/2019).
Baca Juga
Advertisement
Tak hanya Laila, orangtuanya pun selalu semangat mendukung anaknya untuk berkuliah. Orangtua Laila juga tidak pernah menghambat keinginannya untuk bersekolah tinggi. Orangtua Laila selalu mendukung bagaimana pun keadaannya.
"Beliau tidak pernah melarang atau menyuruh saya bekerja saja. Ketika saya mau S3, orangtua saya tetap memberi semangat," lanjutnya.
Kini, Lailatul ingin menyalurkan ilmu yang didapat dengan menjadi dosen. Menjadi dosen merupakan cita-cita sejak dulu. Selama ini Lailatul sudah menjadi asisten peneliti, dan asisten dosen di ITS Surabaya. Ia sedang menunggu lowongan agar dapat mendaftar menjadi dosen.
“Cita-cita dari dulu mau jadi dosen. Jadi sekarang saya lagi nunggu lowongan di ITS dan orang tua saya mendukung,” tutur Lailatul.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Cara Laila Mengatasi Kendala Keuangan
Selama menempuh pendidikan, banyak kendala yang Lailatul hadapi. Gadis asal Pamekasan, Madura mengungkapkan kendala utama di masa kuliah adalah faktor keuangan.
Ia mengaku, keinginannya untuk kuliah S1 di Surabaya hanya bermodalkan nekad. Beruntungnya, Laila menjadi penerima beasiswa Bidikmisi melalui jalur prestasi hingga masuk ITS. Melalui beasiswa ini, Laila mendapat bantuan untuk biaya SPP dan biaya hidup setiap bulannya.
Tak bisa dipungkiri, biaya hidup di Kota Pahlawan terbilang cukup tinggi. Bantuan dari bidikmisi belum mencukupi secara penuh keperluan selama Laila berkuliah.
Akhirnya, Laila mengatasi dengan cara memberi les privat untuk anak SMP dan SMA. Tercatat sejak awal menginjak bangku kuliah di program sarjana, Laila telah melakoni rutinitas ini demi tercukupinya kebutuhan sehari-hari gadis ini.
“Setiap pulang kampus, kurang lebih setelah magrib saya ngasih les privat. Ini untuk memenuhi kebutuhan seperti buku dan kebutuhan sehari-hari lainnya,” kata Laila.
Berkat wawasan akademiknya yang luas, perempuan kelahiran Pamekasaan, 16 Agustus 1992 dapat mengajar semua pelajaran SMP SMA. Mulai dari matematika, fisika, kimia, bahasa Inggris, hingga pelajaran umum lainnya.
Berhubung alat transportasi yang dimiliki Laila hanya berupa sepeda ontel, akhirnya Ia pun hanya mengajar murid tingkat SMP dan SMA di sekitar wilayah kampus ITS.
Kerja keras yang dilakukan perempuan yang juga mengambil Magister di ITS ini tentunya membuahkan hasil. Tercatat, melalui topik disertasinya, ia berhasil menyelesaikan program doktoral dengan IPK 4.0.
Laila berpesan, khususnya untuk teman-teman yang bernasib sama, janganlah mudah pasrah dengan keadaan. Buanglah perasaan pasrah jauh-jauh dari pikiran. Selain itu, hilangkan juga rasa minder di hati.
"Untuk generasi muda, khususnya yang bernasib seperti saya, buanglah perasaan pasrah. Kita enggak boleh minder dengan keadaan kita. Kalau kita terus minder, kita enggak bisa nunjukin ke orang lain bahwa kita mampu. Tunjukkan bahwa kita mampu bersaing dengan mereka yang punya fasilitas lebih!," pesan Laila.
(Kezia Priscilla, mahasiswi UMN)
Advertisement