6 Fakta Menarik Suku Tengger, Suku Asli yang Tinggal di Sekitar Gunung Bromo

Suku tengger, sekelompok orang yang masih memegang teguh adat dan nilai luhur peninggalan nenek moyang.

oleh Dyah Mulyaningtyas diperbarui 25 Sep 2019, 17:05 WIB
Warga suku Tengger di kawasan Bromo. (Rarindra Prakarsa/Barcroft Images)

Liputan6.com, Jakarta Setiap daerah di Indonesia memiliki suku dan budaya dengan keunikannya masing-masing. Di wilayah Jawa Timur terdapat berbagai macam suku, salah satunya yaitu suku Tengger.

Suku Tengger merupakan suku asli yang mendiami wilayah Gunung Bromo dan Semeru yang meliputi Kabupaten Lumajang, Probolinggo, Malang, dan Pasuruan. Warga suku Tengger tersebut biasa disebut dengan Orang Tengger. 

Selain itu suku Tengger memiliki berbagai upacara kebudayaan, salah satu yang terkenal yaitu Upacara Yadnya Kasada atau Kasodo. Upacara ini dilakukan setahun sekali dan bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo, yakni Pura Luhur Poten Bromo dan dilanjutkan ke puncak gunung Bromo.

Suku Tengger meyakini bahwa Gunung Bromo atau Gunung Brahma merupakan gunung suci. Untuk itu upacara dilakukan di kaki Gunung Bromo. Penasaran seperti apa menariknya suku Tengger? Berikut fakta-fakta suku Tengger yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (25/9/2019).


1. Nama Tengger berasal dari tokoh legendaris yang dianggap sebagai leluhurnya

Warga suku Tengger di kawasan Bromo. (Rarindra Prakarsa/Barcroft Images)

Nama Tengger diambil dari nama tokoh legendaris yang dianggap sebagai leluhurnya, yakni Teng dari akhiran nama Roro Anteng dan Ger dari akhiran nama Joko Seger. Masyarakat Suku Tengger mempercayai bahwa suku tersebut adalah keturunan Roro Anteng dan Joko Seger.


2. Dari Kerajaan Majapahit

Warga Tengger mendaki Gunung Bromo (AFP Photo/Juni Kriswanto)

Suku Tengger merupakan keturunan dari Kerajaan Majapahit. Pada umumnya, masyarakat Tengger beragama Hindu.

Hingga kini, suku Tengger hidup dengan adat dan tradisinya sendiri serta tidak terpengaruh modernisasi zaman. Padahal tempat tinggalnya sangat mudah dijangkau para wisatawan, baik dari dalam dan luar negeri.

Akulturasi budaya sangat rentan terjadi. Namun selama berabad-abad, suku Tengger tetap mampu mempertahankan karakteristiknya. Sehingga adat dan budaya sampai saat ini masih tetap lestari.


3. Bahasa Suku Tengger

Suku Tengger. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Suku Tengger menggunakan bahasa jawi kuno. Bahasa tersebut diyakini sebagai dialek pada masa kerajaan Majapahit. Bahasa yang digunakan sebagai mantra ditulis dengan huruf jawa kawi.

Ada anggapan bahwa bahasa suku Tengger merupakan turunan dari bahasa Kawi dan banyak mempertahankan kalimat-kalimat kuno yang sudah tak digunakan lagi dalam bahasa Jawa modern.


4. Sarung dipercaya untuk mengendalikan perilaku dan ucapan

Suku Tengger

Suku Tengger masih sering menggunakan sarung, ternyata hal tersebut memiliki makna. Selain berfungsi untuk melindungi suhu tubuh dari udara dingin pegunungan, sarung juga dipercaya berfungsi untuk mengendalikan perilaku dan ucapan masyarakat.

Nah, penggunaan sarung ini dilakukan oleh semua kalangan, mulai usia muda sampai tua, laki-laki dan perempuan.


5. Upacara Yadnya Kasada

Upacara Yadnya Kasada

Upacara Yadnya Kasada dilakukan sebagai bentuk persembahan untuk Sang Hyang Widi (Tuhan yang Maha Esa dalam agama Hindu) sebagai wujud syukur atas karunia yang diberikan kepada masyarakat Suku Tengger. Adanya upacara ini menjadikan suatu ikon budaya di Gunung bromo dan menarik wisatawan untuk berkunjung.

Yadna Kasada merupakan upacara keagamaan yang dilakukan masyarakat Suku Tengger, bentuknya berupa pengiriman kurban kepada leluhurnya yang ada di kawah Gunung Bromo. Serunya, upacara ini dilakukan pada malam hari hingga matahari terbit.


6. Karo, Hari Raya Suku Tengger

Suku Tengger (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Karo adalah hari raya terbesar yang paling dinanti-nanti oleh suku Tengger. Karo, biasanya diselenggarakan setelah hari raya Nyepi.

Acara ini meliputi pawai hasil bumi, kesenian adat seperti pagelaran Tari Sodoran. Kemudian dilanjutkan dengan bersilaturahmi ke rumah tetangga dan sanak saudara.

Untuk ritual Karo ini dipimpin oleh seorang ratu. Ratu di sini mempunyai arti seorang pemimpin yang selalu memimpin doa. Uniknya lagi, ratu adalah seorang laki-laki. Masyarakat Tengger ada yang menyebut ratu dengan sebutan dukun.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya