Tingkatkan Profesionalitas Apoteker, Lansia Hanya Perlu Antre 30 Menit untuk Dapat Obat di RSUD Koja

Menyadari pentingnya meningkatkan profesionalitas apoteker serta mengedukasi masyarakat terkait obat-obatan, Dinas Kesehatan DKI Jakarta melakukan sebuah inovasi.

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 25 Sep 2019, 20:00 WIB
Minum Obat / Sumber: iStockphoto

 

Liputan6.com, Jakarta Menyadari pentingnya meningkatkan profesionalitas apoteker serta mengedukasi masyarakat terkait obat-obatan, Dinas Kesehatan DKI Jakarta melakukan sebuah inovasi. 

Wakil Dinas Kesehatan DKI Jakarta Khafifah Any mencontohkan apa yang dilakukan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Tugu Koja. Dia mengatakan, mereka memiliki Standar Pelayanan Minimal (SPM) berupa maksimal pemberian obat pada pasien yaitu 30 menit.

"Khusus untuk lansia tidak boleh menunggu lewat dari 30 menit," kata Khafifah dalam sambutannya di perayaan Hari Apoteker Sedunia 2019 Dinas Kesehatan DKI Jakarta pada Rabu (25/9/2019).

"Kalau misalnya lansia menunggu 30 menit, tinggal pulang. Nanti obat harus diantar yang mengantar petugas farmasi. Kalau sudah selesai (waktu jaga), shift sore datang, yang sebelumnya bisa mengantar obat," kata Khafifah.

Menurut Khafifah, hal itu secara tidak langsung meningkatkan kecepatan pelayanan di rumah sakit. Semakin lama apoteker mempersiapkan obat di layanan kesehatan, akan semakin banyak juga obat yang harus diantar.

"Jadi ada inovasi bagaimana mempercepat pelayanan di apoteknya sendiri untuk tidak sampai 30 menit dan itu sudah clear, benar pasiennya, benar obatnya, jadi semuanya bisa diserahkan," Khafifah menjelaskan.

 


Layanan Membaik dalam 3 Bulan

Dalam tiga bulan, terbukti jumlah obat yang harus diantarkan secara langsung menurun karena adanya perbaikan dalam proses pengerjaan.

"Jadi pasiennya tidak menunggu lama, tepat saat minum obatnya, rumah sakit juga bisa mengedukasi pasien dengan baik. Mungkin (cara) ini bisa diikuti oleh rumah sakit-rumah sakit yang lain," ujarnya.

Lebih lanjut, Khafifah juga mendorong agar apoteker meningkatkan interaksi dengan para pasien, khususnya terkait kepatuhan dalam mengonsumsi obat.

"Kalau kita sudah memberikannya benar, pasiennya benar, obatnya benar, sudah dibacakan aturan pakainya, sudah dicek, tidak ada interaksinya, sampai di rumah apakah pasien itu patuh. Jadi sudah diinformasikan dengan baik saja kadang pasiennya tidak patuh," kata Khafifah.

Maka dari itu, apoteker dituntut untuk setidaknya menguasai komunikasi dan memberikan informasi yang benar bukan hanya pada pasien tapi juga keluarganya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya