Demo Serentak di Surabaya Besok, Beredar Pesan Berantai

Menjelang demo akbar yang dilakukan serentak oleh mahasiswa dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, muncul pesan berantai di media sosial (medsos).

oleh Dian Kurniawan diperbarui 25 Sep 2019, 23:00 WIB
Patung Suro lan Boyo ikon Kota Surabaya karya Sigit Margono. (Dipta Wahyu/Jawa Pos)

Liputan6.com, Surabaya - Menjelang demo akbar yang dilakukan serentak oleh mahasiswa dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, muncul pesan berantai di media sosial (medsos). Isinya wacana penundaan pelantikan presiden pada Oktober 2019, beredar di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (25/9/2019). 

Wacana tersebut salah satunya muncul dari Fisip Universitas Airlangga sekaligus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di dalamnya. Wacana itu tersebar luas melalui pesan berantai di sejumlah media sosial.

Wacana tersebut juga memunculkan sejumlah pernyataan sikap. Di antaranya ialah, mendesak presiden untuk menerbitkan Perpu untuk menganulir UU KPK yang secara gegabah dan tidak mengindahkan aspirasi publik. 

UU KPK yang baru dinilai sebagai permufakatan jahat yang dilakukan oleh kekuatan oligarki predatori untuk melemahkan sistem demokrasi Indonesia dengan cara pelemahan sistem yang memberikan ruang kontrol terhadap pengelolaan negara. 

Kedua, penundaan pelantikan presiden sampai presiden menerbitkan Perpu. Ketiga, mendesak presiden untuk meregulasi peran dan fungsi Polri yang cenderung dominan dalam semua aspek penegakan hukum. Caranya dengan meletakkan fungsi Polri di bawah Mendagri. 

Keempat, hentikan proses pembahasan RUU KUHP karena dalam proses penyusunan minim keterlibatan publik bahkan cenderung memangkas kebebasan pers, pelemahan delik korupsi dan kebebasan berpendapat berdalih penghinaan presiden.

Dalam pernyataan sikap tersebut, tertera tiga nama sebagai narahubung. Di antaranya Heri Fitrianto dan Airlangga Pribadi sebagai wakil dari Fisip Unair dan Risyad Pahlevi sebagai wakil dari BEM Fisip Unair.

Saat di konfirmasi, Heri Fitrianto membenarkan pernyataan sikap tersebut. Namun, pihaknya membantah ada poin yang berisi terkait penundaan pelantikan presiden.

"Tidak ada dalam diskusi kami tentang poin kedua itu. Itu adalah catatan dari diskusi yang kita gelar pada Jumat 20 September kemarin dan tersebar ke WAG," tutur Heri saat dikonfirmasi, Rabu (25/9/2019).

Heri memperkuat sanggahannya dengan bukti adanya tuntutan penerbitan Perpu KPU oleh Presiden. Dengan demikian, pihaknya justru mengakui fungsi Presiden secara konstitusional.  

"Diskusi itu sama sekali tidak ada pembahasan terkait penundaan pelantikan. Bahkan besok (Hari ini) kami akan kembali menyuarakan tuntutan dengan lebih fokus pada Perpu KPK dan RUU KUHP," ujarnya. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya