Elemen Bangsa Diminta Bergandengan Tangan Redamkan Suhu Politik Nasional

Yenny Wahid meminta seluruh elemen bangsa agar terus mengendepankan dialog, menyikapi dinamika politik saat ini.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 26 Sep 2019, 08:52 WIB
Mahasiswa memblokade Tol Dalam Kota saat berdemonstrasi menolak RUU KUHP dan revisi UU KPK di depan Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Sekitar pukul 15.00 WIB, mahasiswa yang berada di ruas Jalan Gatot Subroto memanjat tembok pembatas kemudian memadati Tol Dalam Kota. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Sebagian wilayah Ibu Kota memanas. Sejak Selasa 24 hingga Rabu 25 September, ribuan massa berdemonstrasi mengepung gedung DPR/MPR, Jakarta.

Banyak fasilitas umum dirusak massa. Polisi dan massa juga saling bersahutan dalam tindakan kekerasan.

Mahasiswa maupun elemen masyarakat diminta menyudahi untuk memanasi suasana. Pasalnya, permintaan sudah direspons semua.

"Kalau menurut saya, semua mahasiswa demonya sudah, sudah terekspresikan dan sudah direspons semua. Semua sudah mengerti masalahnya. 6 undang-undang sudah ditunda. Yang kontroversial tinggal KPK," ucap Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie di Jakarta, Rabu 26 September 2019.

Senada, aktivis lintas agama Yenny Wahid, juga meminta bukan hanya mahasiswa dan elemen masyarakat yang turun di jalan menjadi sorotan. Tapi juga, aparat keamanan, yang dianggap masih menggunakan cara refresif.

"Apapun ini anak bangsa yang dijamin dalam undang-undang untuk bisa menyuarakan pendapatnya. Hak mereka untuk merasa aman di negaranya sendiri juga dijamin oleh undang-undang. Jadi kita semua harus menghormati itu dan tidak menggunakan kekerasan sama sekali," jelas Yenny.

Ia juga meminta seluruh elemen bangsa agar terus mengendepankan dialog, menyikapi dinamika politik saat ini.

"Menyerukan kepada seluruh elemen-elemen bangsa agar mengedepankan dialog, dalam menyikapi berbagai macam dinamika politik. Juga termasuk kebuntuan-kebuntuan komunikasi. Ini harus dicairkan kembali," kata dia.

Dia meminta pemerintah, DPR, dan elite politik di Indonesia agar berjiwa besar dalam menyikapi masukan yang diberikan mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat lainnya.

"Sehingga tidak ada letupan-letupan yang bisa mengakibatkan konflik-konflik utamanya horizontal di tengah masyarakat," ungkap Yenny.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Tinggalkan Cara Kekerasan

Mahasiswa berlarian saat polisi menembakkan gas air mata dalam demonstrasi menolak pengesahan RUU KUHP dan revisi UU KPK di depan Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Polisi menghalau mahasiswa yang berusaha masuk ke area Gedung DPR. (merdeka.com/Arie Basuki)

Dia juga meminta aparat keamanan, tidak menggunakan cara-cara yang represif dalam menangani aksi-aksi demo. "Dan unjuk rasa di seluruh Indonesia," tukasnya.

Mahasiswa diharapkan dapat menyuarakan aspirasinya tetap sesuai dalam koridor hukum.

"Menggunakan cara-cara yang damai dan juga mewaspadai supaya tidak ada pihak-pihak yang bisa menunggangi aksi-aksi murni mereka untuk tujuan tertentu," pungkasnya.

Di tempat terpisah, di kantornya, Menko Polhukam Wiranto juga memberi sinyal untuk menghentikan ini semua. Waktunya duduk bersama untuk berdialog.

"Karena sudah jelas sekali penjelasan dari Presiden dan lewat saya juga jelas, penjelasan dari Ketua DPR juga sudah jelas. Tinggal kita memahami bersama untuk kemudian mensinkronkan pemikiran kita sehingga semuanya bisa berjalan dengan baik tanpa menimbulkan kekhawatiran di masyarakat," ungkap Wiranto.

Dia menegaskan, pihak pemerintah akan terbuka. Namun, menurutnya bukan sekarang ini.

"Setiap saat terbuka kok. Bukan sekarang ini," pungkasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya