Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) terpidana kasus suap kuota impor gula Irman Gusman. Vonis mantan Ketua DPD itu menjadi 3 tahun penjara.
"Hukumannya dikurang menjadi 3 tahun," ujar kuasa hukum Irman, Maqdir Ismail, saat dikonfirmasi, Kamis (26/9/2019).
Advertisement
Berdasarkan salinan putusan PK yang diterima awak media, hukuman Irman Gusman menjadi 3 tahun penjara denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan.
Dalam salinan tersebut, MA membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 112/Pid.Sus/TPK/2016/PN.Jkt.Pst tanggal 20 Februari 2017 tersebut. Putusan tersebut dibacakan oleh Hakim Ketua Suhadi, anggota Abdul Latif dan Eddy Army.
Irman Gusman sebelumnya dijatuhi vonis 4 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor pada Februari 2017. Dia dinyatakan bersalah menerima suap Rp 100 juta dari Xaveriandi Sutanto dan Memi sebagai pemilik CV Semesta Berjaya.
Keduanya memberi suap Irman agar mengarahkan CV yang bergerak di bisnis sembako itu mendapat alokasi 1.000 ton gula impor dari Perum Bulog. Dalam fakta sidang, Irman menyanggupi permintaan Xaveriandi dan Memi dengan kompensasi ada jatah untuknya sebesar Rp 300 per kg.
Atas perbuatannya itu, selain divonis 4 tahun 6 bulan, hak politik Irman Gusman dicabut selama tiga tahun usai menjalani hukuman.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Ajukan PK
Sebelumnya, Irman Gusman mengajukan upaya hukum berupa peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. PK ini diajukannya atas kasus yang menjeratnya, yakni dugaan penerimaan suap impor gula.
Agenda sidang perdana Rabu (10/10/2018), adalah pembacaan alasan-alasan pemohon, Irman Gusman mengajukan PK.
Kuasa hukum Irman menyebut, ada tiga alasan pengajuan PK ini. Yakni adanya keadaan baru atau novum, adanya kekeliruan, dan kontradiksi dari putusan majelis hakim.
"Ada tiga alasan utama pemohon PK; pertama ditemukan novum, kontradiksi majelis hakim, dan adanya kekeliruan majelis hakim," ucap kuasa hukum Irman, Lilik Setyadjid.
Menurut dia, novum baru kasus ini terungkap saat persidangan. Oleh karena itu seharusnya, Irman divonis bebas atau tuntutan jaksa penuntut umum pada KPK tidak dapat diterima.
Novum yang dimaksud Lilik adalah surat pernyataan Memi tentang pemberian uang Rp 100 juta kepada Irman yang tidak pernah diberitahukan sebelumnya. Irman tidak mengetahui maksud kedatangan Memi ke Jakarta untuk memberikan uang tersebut.
"Tidak ada pemberitahuan Memi uang itu ada kaitannya 1.000 ton bulog untuk operasi pasar di Sumatera Barat dengan demikian penerimaan Rp 100 juta dari Memi dan Xaveriandi adalah tidak benar dan tidak atas fakta," kata Lilik.
Novum selanjutnya adalah surat perintah setor yang intinya Perum Bulog hanya setuju operasi pasar CV Berserta Jaya sebanyak 1.000 ton bukan 3.000 ton.
"Alasan yuridis tersebut menurut pemohon PK keadaan baru yang disampaikan telah sesuai alasan memohon PK," ujar pengacara Irman Gusman.
Advertisement