Investor Tarik Dana Rp 6,5 Triliun dari Indonesia, Gara-gara Demo?

Selama sebulan ini, Idef mencatat sudah ada Rp 6,5 triliun aliran dana keluar dari Indonesia akibat ketidakpastian kondisi dalam negeri

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 26 Sep 2019, 12:30 WIB
Mahasiswa memblokade Tol Dalam Kota saat berdemonstrasi menolak RUU KUHP dan revisi UU KPK di depan Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Sekitar pukul 15.00 WIB, mahasiswa yang berada di ruas Jalan Gatot Subroto memanjat tembok pembatas kemudian memadati Tol Dalam Kota. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Demo besar-besaran terhadap penolakan RUU KUHP dan hasil revisi RUU KPK sejak beberapa hari lalu hingga kini terus meluas. Banyak yang menganggap, aksi massa tersebut mematikan kegiatan ekonomi sampai mengendurkan niat investor asing menaruh modalnya di Indonesia.

Namun, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, ketidakpastian aturan pemerintah ternyata memiliki pengaruh lebih besar terhadap kepercayaan investor asing dibanding gelombang demo yang kini tengah terjadi.

"Jadi yang salah bukan demonya, dalam artian sebab akibat. Demo ada karena sebabnya pemerintah itu berpolemik terhadap undang-undang yang uji publiknya masih belum sempurna," ujar dia kepada Liputan6.com, Kamis (26/9/2019).

Bhima mengatakan, investor asing dalam waktu satu bulan terakhir telah menarik sebanyak Rp 6,5 triliun investasinya di bursa saham. Itu dilakukan pada saat masa awal pembahasan beberapa rancangan undang-undang yang dikebut cepat, atau sebelum adanya demo besar yang digelar mahasiswa.

"Artinya, investor asing melakukan aksi jual. Jadi terjadi capital outflow, itu yang pertama berdampak sekali terhadap perekonomian. Jadi akar masalahnya adalah undang-undangnya yang menyebabkan investor tidak tertarik masuk ke Indonesia, jauh sebelum adanya demo," tegasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


RUU KPK

Mahasiswa berlarian saat polisi menembakkan gas air mata dalam demonstrasi menolak pengesahan RUU KUHP dan revisi UU KPK di depan Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Polisi menghalau mahasiswa yang berusaha masuk ke area Gedung DPR. (merdeka.com/Arie Basuki)

Dia juga menyoroti hasil revisi RUU KPK yang banyak menimbulkan ketidakpastian. Menurutnya, itu membuat investor asing melihat upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air menjadi melemah.

"Padahal investor itu mau masuk ke negara dengan tingkat tata kelola yang lebih bersih, transparansi. Itu kan salah satu indeks daya saing," seru dia.

Di samping itu, ia tetap menganggap aksi demo yang memblokade jalan utama di ibu kota juga berpengaruh terhadap kegiatan bisnis seperti penyaluran logistik yang terhambat. Tapi menurutnya, itu semua hanyalah reaksi balasan.

"Jadi ada tambahan biaya bagi para pelaku usaha (logistik), itu pasti dampaknya. Kemudian arus distribusi barang pokok di beberapa daerah, karena ini demonya bukan cuman di Jakarta, pasti akan mempengaruhi juga. Cuman saya enggak menyalahkan demonya, demo itu sebab akibat. Orang marah karena ada sebabnya," tuturnya.

 


Presiden Harus Turun Tangan

Polisi menembakkan gas air mata ke arah mahasiswa saat demonstrasi menolak pengesahan RUU KUHP dan revisi UU KPK di depan Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Mahasiswa lari tunggang langgang setelah aparat kepolisian menembakkan gas air mata. (merdeka.com/Arie Basuki)

Oleh karenanya, ia menyatakan perkara ini harus segera diselesaikan dengan membuat dialog terbuka. Bhima juga mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengambil tindakan, khususnya terkait RUU KPK, jika stabilitas politik dan menarik investasi itu memang jadi tujuan utama pemerintah.

"Karena ini kan bertolak belakang dengan apa yang dibilang pak Jokowi, memberantas pungli, memberantas koruptor. Tapi nyatanya dengan revisi Undang-Undang KPK ini justru pemberantasan korupsinya mundur ke belakang," tukas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya