Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan menyiapkan dana cadangan atau buffer stock sebesar Rp10 triliun tahun depan. Dana cadangan tersebut rencananya akan dialokasikan untuk mengantisipasi defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) tahun depan.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, setiap tahun pemerintah menyediakan anggaran cadangan untuk mengantisipasi setiap perkembangan gejolak ekonomi. Tahun ini pemerintah menganggarkan sekitar Rp8 triliun.
"Kebijakan itu bisa kapan dipakai untuk mendukung stimulus dan mengendalikan APBN kita. Buffer stock untuk 2019 sekitar Rp7 sampai Rp10 triliun. Jadi nanti melihat risiko yang terjadi," ujarnya dalam media brefing di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (26/9).
Baca Juga
Advertisement
Askolani mengatakan, dana cadangan tidak dipakai secara khusus untuk belanja. Namun lebih kepada mewaspadai tidak tercapainya target-target asumsi ekonomi makro yang telah dirancang dalam RAPBN.
"Buffer itu karena melesetnya asumsi makro dan target pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tapi kemungkinan lebih kecil dari 5,3 persen pada APBN dan bisa lebih rendah ke 5,1 persen. Melesetnya pertumbuhan ekonomi dampaknya ke pajak. Kemungkin kan ada shortfall," jelasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Syarat Penggunaan Dana Cadangan
Dampak shortfall tentu akan berdampak pada defisit, untuk mengurangi defsit tersebut maka dapat dikendalikan menggunakan dana cadangan. Apabila capaian defisit tidak jauh dari target maka dana cadangan tidak perlu dikeluarkan.
"Dampak shortfall akan dampak ke defisit, misalnya akan naik ke 2 persen. Untuk mengendalikan defisit, maka kita akan gunakan dana buffer untuk mengurangi defisit. Kita pakai ini, artinya tidak kita 0-kan. Dominannya untuk itu," tandasnya.
Advertisement
Defisit APBN Agustus 2019 Capai Rp 199 Triliun
Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga 31 Agustus 2019 sebesar Rp 199,1 triliun. Defisit tersebut karena belanja negara mencapai Rp 2.461,1 triliun, sementara pendapatan hanya sebesar Rp 1.189,3 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, defisit tersebut mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yakni sebesar Rp 150,5 triliun. Defisit pada periode hanya sebesar 1,02 persen terhadap PDB, atau jauh lebih rendah dari realisasi Agustus tahun ini.
"Dengan demikian ada kenaikan defisit yang cukup besar, yaitu 32 persen dari tahun lalu. Angka Rp 199 triliun itu adalah 1,24 persen dari PDB," ujar Sri Mulyani Indrawati saat Konferensi Pers, di Jakarta, Selasa (24/9/2019).
Secara nominal, pendapatan negara hingga akhir Agustus 2019 tercatat mencapai sebesar Rp 1.189,3 triliun atau sudah mencapai 54,9 persen terhadap target pendapatan negara dalam APBN 2019 yang sebesar Rp 2.165,1 triliun.
Sementara itu, untuk belanja negara pada periode tersebut tercatat sebesar Rp 1.388,3 triliun atau telah mencapai 56,4 persen dari target pendapatan negara dalam APBN 2019, yang sebesar Rp 2.461,1 triliun.
Dengan catatan itu, maka keseimbangan primer pada Agustus 2019 mengalami kontrkasi sebanyak Rp 26,6 triliun, jauh lebih tinggi dibanding posisi yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat mengalami surplus sebesar Rp 11,7 triliun.
"Kita lihat oleh karena itu, kondisi global tidak berubah dan konsistensi perlemahannya terus terjadi hingga Agustus 2019," pungkasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com