Wartawan Narasi Tv Diduga Dipukul dengan Tameng, Hp Dirampas dan Dihancurkan

Pemimpin Redaksi Narasi Tv Zen RS mendesak kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk mematuhi Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 26 Sep 2019, 17:48 WIB
Sejumlah wartawan mengumpulkan ID Card, kamera, dan alat perekam saat berunjuk rasa di Bundaran HI, Jakarta, Jumat (14/11/2014). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pemimpin Redaksi Narasi TV, Zen Rachmat Sugito atau Zen RS, Menuntut kepolisian untuk mengembalikan dan bukan mengganti telepon seluler milik Vany Fitria, wartawan Narasi TV yang telah dirampas secara paksa yang diduga dilakukan polisi.

Bermula ketika Vany tengah meliput kerusuhan di sekitar Gedung DPR pukul pukul 20.00 WIB, Rabu (25/9/2019). Saat itu Vany melihat sejumlah polisi di depan Restoran Pulau Dua Senayan yang berusaha menghalau massa di sekitar flyover Bendungan Hilir.

"Jadi tepat di antara dua titik itulah (Resto Pulau Dua dan fly-over Bendungan Hilir), Vany mencoba mengambil gambar, beberapa detik kemudian, dari arah belakang seorang diduga anggota Brimob lain memukul badan Vany dengan tameng hingga ia nyaris terjengkang," kata Zen sesuai pengakuan Vanny, lewat siaran pers diterima, Kamis (26/9/2019).

Kemudian, saat Vanny berusaha berdiri, polisi yang diduga memukul dengan tameng tersebut mengambil telepon seluler Vany yang kemudian membantingnya ke trotoar. Dia mengambil telepon seluler tersebut dan hendak membantingnya kembali, namun muncul diduga anggota Brimob yang lain untuk mengambil telepon seluler itu dan memasukannya ke dalam sakunya sendiri.

"Vany sudah mengatakan bahwa dirinya adalah wartawan. Kartu pers pun ia tunjukkan. Namun mereka tidak peduli, tapi juga melontarkan kalimat-kalimat yang intimidatif," tutur Zen.

Zen menuturkan, Vany sudah menawarkan diri untuk menghapus footage yang dia dapat, asal telepon seluler miliknya dikembalikan, namun permintaan itu diabaikan. Karenanya Zen mengutuk kekerasan yang menimpa wartawan Narasi.

"Tidak hanya terhadap Vany, melainkan kekerasan terhadap para wartawan lainnya, juga masyarakat sipil yang sedang menggunakan hak-haknya yang dilindungi Undang-Undang," jelas Zen.

Ditegaskan Zen, insiden serupa tidak hanya dialami Vany. Sehari sebelumnya, pada malam 24 September sekitar pukul 22.00 WIB, jurnalis Narasi TV, Harfin Naqsyabandi, juga dipaksa oleh polisi untuk memformat ulang telepon selulernya karena mengabadikan adegan diduga dilakukan kepolisian saat mengeroyok seorang massa aksi yang dituduh merusak salah satu fasilitas umum di sekitaran pintu Gedung DPR.

Harfin menolak permintaan memformat ulang itu, dan hanya menghapus dua video adegan pengeroyokannya saja.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Mendesak Kapolri Bertindak

Sejumlah wartawan melakukan aksi teatrikal di Bundaran HI, Jakarta, Jumat (14/11/2014). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Zen mendesak kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk mematuhi Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri.

Menurut Zen, Kapolri harusnya bisa memerintahkan anak buahnya di lapangan tidak menghalangi kerja jurnalis yang dilindungi oleh Undang-Undang Pers.

UU Pers Nomor 2/DP/MoU/II/2017 pasal 4 ayat 1, berbunyi para pihak berkoordinasi terkait perlindungan kemerdekaan pers dalam pelaksanaan tugas di bidang pers sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Tim Liputan6.com berusaha mengonfirmasi aduan ini ke pihak Polda Metro Jaya dan Mabes Polri. Kendati demikian, baik dari Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono dan Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo belum mengangkat telepon dan pesan singkat yang dikirim Liputan6.com.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya