Liputan6.com, Aceh - Mahasiswa Aceh Barat mengheningkan cipta sesaat sebagai bentuk belasungkawa terhadap La Randi (21), demonstran yang meninggal dunia diduga akibat terjangan peluru aparat. Tafakuran dilangsungkan di gedung dewan setempat, Kamis malam (26/9/2019).
Randi merupakan mahasiswa Fakultas Perikanan Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari. Ia tewas dalam kericuhan antara mahasiswa dengan polisi di depan Kantor DPRD Povinsi Sulawesi Tenggara.
Massa saat itu berusaha masuk ke depan gedung sekretariat DPRD, Kamis siang. Korban terkena tembakan yang diduga dilepaskan polisi saat tengah mengamankan Kantor DPRD.
Baca Juga
Advertisement
Tembakan mengenai bagian dada kiri korban. Randi mengembuskan napas terakhir saat digotong rekan-rekannya ke rumah sakit Korem Kendari.
Adapun mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Aceh Barat menyambi mengheningkan cipta untuk Randi di tengah penantian ditandatanganinya surat pernyataan. Kendati hanya sesaat, tetapi massa tampak larut.
Tuntutan massa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Menggugat ini senarai dengan desakan yang tengah digenjot gerakan mahasiswa di nusantara, yakni, menolak tegas sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dinilai bermasalah.
Antara lain, Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), RUU Pertanahan, RUU Minerba, RUU Pemasyarakatan, dan RUU Ketenagakerjaan. Adapun pengesahan RKUHP sudah ditunda Presiden Jokowi sejak muncul gelombang penolakan.
Pantauan Liputan6.com, para mahasiswa bertahan dengan cara berkumpul di halaman gedung dewan hingga malam hari. Massa kukuh tidak akan bubar sebelum pernyataan mereka diamini.
Untuk Sang Martir
Pukul 20.00 WIB, massa yang sebelumnya meriung secara berkelompok di halaman gedung dewan mulai berkumpul di ruang sidang. Tampak pula belasan anggota dewan mulai berdatangan sejak bakda magrib.
Di antara legislator banyak yang memilih duduk di atas undakan yang jadi batas antara lantai utama dengan lantai tempat ketua dan wakil biasa duduk. Tak berapa lama kemudian mahasiswa diberi waktu untuk mengeluarkan unek-unek.
Teriakan "hidup mahasiswa" sempat terdengar dua kali sebelum beberapa mahasiswa mulai berbicara. Mereka kembali menegaskan jumlah kehadiran anggota dewan yang mesti 80 persen dari total anggota untuk menandatangani pernyataan.
Para mahasiswa pun mencibir jumlah kehadiran anggota dewan yang datang. Jumlahnya dinilai terlalu sedikit dari jumlah yang telah dijanjikan.
Jumlah anggota yang hadir kurang satu orang dari 20 orang yang diminta hadir. Adapun jumlah total anggota DPRK Aceh Barat sebanyak 25 orang.
"Cuma gara-gara satu orang ini tidak bisa diselesaikan. Kawan kita 23 orang dibawa ke rumah sakit. Kami tetap menduduki kantor dewan apa pun risikonya, jika begini," pekik seorang mahasiwa melalui pelantang.
Merasa diberi harapan palsu, para mahasiswa pun beranjak keluar dari ruang sidang dengan pisuhan. Mereka kembali berkumpul di depan kantor dewan.
Massa sempat diajak bernegosiasi dimediasi Kapolres AKBP Raden Bobby Aria Prakasa. Hasilnya, mahasiswa kukuh menanti kuota anggota dewan terpenuhi.
Beberapa saat kemudian, anggota dewan yang sebelumnya masih di jalan sampai ke ruang sidang. Mahasiswa lalu menyodorkan surat pernyataan bermeterai untuk kemudian ditandatangani oleh wakil rakyat.
Isi surat tersebut mendukung penolakan sejumlah RUU yang dinilai sarat masalah. Termasuk mendesak pemerintah mengusut tuntas dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua, serta menangkap aktor dan korporat dibalik kebakaran hutan dan lahan (karhutla) Sumatera.
Pernyataan dibaca ulang wakil ketua sementara DPRK Aceh Barat, Ramli. Demonstrasi yang alot pun selesai, mahasiswa beranjak dari gedung dewan sekitar pukul 23.00 WIB, ditutup dengan lagu "Gugur Bunga" sebagai penghormatan terakhir untuk Randi.
"Ditandatanganinya pernyataan tadi juga kita persembahkan untuk Randi, sang martir," celetuk seorang mahasiswa sambil lalu.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement