4 Hal Seputar Penangkapan Dandhy Laksono

Aparat membawa surat penangkapan ke rumah Dandhy Laksono dan menjelaskan soal postingannya di media sosial mengenai Papua.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 27 Sep 2019, 09:38 WIB
Twitter

Liputan6.com, Jakarta - Jurnalis Dandhy Laksono ditangkap penyidik Polda Metro Jaya. Kreator film dokumenter Sexy Killers itu ditangkap di kediamannya di Jatiwaringin, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat.

Aparat membawa surat penangkapan dan menjelaskan tentang postingan Dandhy di media sosial mengenai Papua yang membuatnya dijemput polisi. 

Usai dilakukan pemeriksaan oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Dandhy diizinkan pulang pada pukul 03.54 WIB, Jumat (27/9/2019) dini hari.

"Sudah dipulangkan, tapi masih tersangka," ujar Fandi, kerabat Dandhy kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (27/9/2019).

Berikut 4 hal tentang penangkapan Dandhy Laksono yang dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Ditangkap di Kediamannya

Dandhy Laksono saat diperiksa polisi di kediamannya di Bekasi, Jawa Barat, Kamis (27/9/2019)

Jurnalis yang juga aktivis Dandhy Laksono ditangkap penyidik Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Sutradara film dokumenter Sexy Killers ini ditangkap atas tuduhan menyebar kebencian.

Dalam dua lembar surat penangkapan yang diterima Liputan6.com, Dandhy dipersoalkan karena postingan di media sosial terkait Papua.

"Diduga melakukan tindak pidana setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditunjukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarkat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan," dikutip dalam surat penangkapan, Kamis (26/09/2019).

Polisi menuduh Dandhy Dwi Laksono menyebar kebencian berbau suku, agama, ras, dan antargolongan. Dandhy ditangkap karena diduga melanggar Pasal 28 ayat (2), jo Pasal 45 A ayat (2) UU Nomor 8 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 14 dan Pasal 15 Nomor 1 tahun 1946 tentang hukum pidana.

Penangkapan dilakukan aparat, Kamis, 26 September 2019 sekitar pukul 23.00 WIB di Jatiwaringin, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat.

Sekitar pukul 22.30 WIB Dandhy baru tiba di kediamannya. Selang beberapa lama kemudian, terdengar ada tamu yang menggedor-gedor pagar rumah dan langsung dibuka oleh Dandhy.

Aparat membawa surat penangkapan dan sedikit menjelaskan bahwa postingan Dandhy di media sosial mengenai Papua.

Polisi yang berjumlah 4 orang itu lantas membawa Dandhy dengan Fortuner bernomor polisi D 216 CC. Dandhy kabarnya dibawa ke Polda Metro Jaya.

"Penangkapan disaksikan oleh 2 satpam RT," ujar salah satu kerabat Dandhy melalui telepon seluler.

 


Dipulangkan, Tapi Tetap Tersangka

Ilustrasi Penangkapan. IOL

Polisi membebaskan jurnalis yang juga aktivis Dandhy Laksono setelah melakukan pemeriksaan selama sekitar 5 jam di Gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Meski begitu, Dandhy resmi ditetapkan sebagai tersangka ujaran kebencian.

Dandhy keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 03.54 WIB, Jumat (27/9/2019). Dia sebelumnya ditangkap di kediamannya di kawasan Pondok Gede, Bekasi, sekitar pukul 23.00 WIB, Kamis, 26 September 2019.

"Saya ditanyai terkait posting di twitter, motivasi, maksud, siapa yang menyuruh, ya standard proses verbal saya pikir," kata Dandhy.

Saat dijemput polisi, Dandhy Laksono mengaku terkejut. Menurut dia, penangkapan seseorang biasanya, pihak terlapor atau yang disangka dipanggil terlebih dahulu untuk diperiksa.

"Jadi saya pikir saya kooperatif, saya ikutin, dari sini saya justru penasaran ingin tahu terkait apa yang disangkakan kepada saya. Saya ingin benar-benar tahu substansi masalahnya seperti apa," kata Dandhy.

 


Dicecar 14 Pertanyaan

Ilustrasi Foto Penangkapan (iStockphoto)

Tim Penasihat Hukum Dandhy Laksono, Feri Kusuma menjelaskan, dirinya ikut mendampingi Dandhy Laksono saat di periksa oleh penyidik Polda Metro Jaya. Kliennya dicecar 14 pertanyaan terkait cuitan di media sosial.

"Cuitan yang dipersoalkan adalah mengenai Papua," kata Feri saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, (27/9/2019).

Saat ini Dandhy Laksono sudah dipulangkan oleh penyidik.

"Sekarang sudah pulang jam 4 pagi tadi. setelah diperiksa selama kurang lebih 4 jam," ujar dia.

Sementara Kuasa hukum Dandhy, Alghiffari Aqsa menjelaskan, cuitan Twitter yang disangkakan oleh kepolisian adalah yang diunggah pada 23 September 2019. Tulisan tersebut berisi mengenai kondisi soal kerusuhan yang terjadi di Wamena dan Jayapura Papua.

Alghiffari menjelaskan, kliennya dikenakan pasal ujaran kebencian terhadap individu atau suatu kelompok sesuai pasal 28 ayat 2 juncto pasal 45 A ayat 2 UU ITE.

Selama pemeriksaan, Dandhy, kata Alghiffari, dicecar sekitar 14 pertanyaan dengan 45 turunan pertanyaan. Usai diperiksa, status Dandhy resmi menjadi tersangka ujaran kebencian.

"Status tersangka, hari ini Beliau dipulangkan tidak ditahan dan Beliau menunggu proses selanjutnya. Namun meski jadi tersangka, Beliau tidak ditahan," kata Alghiffari.

 


Pasal yang Menjerat Dandhy

Aplikasi Twitter. Ilustrasi: Dailydot.com

Penyidik Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya telah menetapkan jurnalis senior yang juga aktivis Dandhy Laksono sebagai tersangka ujaran kebencian terkait cuitannya di media sosial Twitter. Kuasa hukum Dandhy, Alghiffari Aqsa mempertanyakan unsur SARA yang disangkakan polisi.

"Pasal yang dikenakan pasal ujaran kebencian terhadap individu dan kelompok berdasarkan SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), sesuai pasal 45 A ayat 2 UU ITE juncto pasal 28 Ayat 2 UU ITE," kata Alghiffari di usai pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Jumat (27/9/2019) dini hari.

Dia menilai, pasal itu tidak relevan dikenakan terhadap Dandhy Laksono.

"Menurut kami, ini pasal yang tidak relevan, terlebih lagi yang dilakukan Bung Dandhy Laksono adalah bagian dari kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat. Menyampaikan apa yang terjadi di papua," ujar Alghiffari.

Untuk diketahui, bunyi pasal 28 ayat (2) UU ITE adalah sebagai berikut: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

"Pasal yang dikenakan tidak berdasar. Karena (unsur) SARA-nya di mana," imbuhnya.

Alghiffari juga sempat memprotes tindakan polisi yang melakukan penangkapan terhadap Dandhy.

"Tadi kami protes kenapa tidak dilakukan pemanggilan sebagai saksi terlebih dahulu atau pemanggilan sebagai tersangka kalau memang dia sudah ditetapkan sbg tersangka. Kenapa malam-malam dia ditangkap. Pihak kepolisian beralasan ini karena soal SARA dan ini bisa membuat keonaran," katanya.

Saat ini, kuasa hukum dan Dandhy menunggu proses selanjutnya yang akan dilakukan pihak kepolisian.

"Status Dandhy tersangka. Beliau dipulangkan, tidak ditahan dan kami menunggu proses selanjutnya. Yang diajukan surat penangkapan, tapi tidak ada penahanan. Bukan ditangguhkan," pungkas Alghiffari.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya