Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan serius memerangai kecurangan para pelaku jasa titip atau jastip. Barang yang disita saat ini paling banyak adalah handphone keluaran terbaru yaitu Iphone 11.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai, Heru Pambudi mengungkapkan selain HP, barang jastip yang kerap terciduk oleh petugas merupakan barang-barang luxury atau mewah.
"Iphone 11, tas berbagai merk terutama buat ibu-ibu yang mahal-mahal itu, kemudian pakaian kelas mewah, kalung dan cincin perhiasan," kata dia, di kantornya, Jumat (27/9/2019).
Selain itu, jastip kosmetik yang menyalahi aturan juga kerap ditemukan namun jumlahnya tidak terlampau banyak.
"Ada sepatu, kosmetik, tapi jumlahnya tidak terlalu banyak," ujarnya.
Baca Juga
Advertisement
Dia menungkapkan, modus pelaku jastip yang menyalahi aturan tersebut adalah modus “splitting". Hal ini untuk mengakali batas nilai pembebasan sebesar USD 500 per penumpang yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.
Selain itu, metode lain yang juga sering dilakukan para pelaku jasa titipan adalah dengan menggunakan kurir dan melalui barang kiriman. Dalam hal ditemukan pelanggaran oleh petugas Bea Cukai, maka batas nilai pembebasan tidak berlaku.
Pelaku Jastip juga diminta untuk membuat Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) dan membayar kewajiban berupa bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Jika pelaku jasa titipan ternyata tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), maka petugas akan meminta untuk membuat NPWP agar datanya dapat ditindaklanjuti oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
"Selain menjadi modus pada barang bawaan penumpang, modus “splitting” juga masih acap kali digunakan pada barang kiriman. Masih terdapat beberapa oknum pedagang yang memanfaatkan de minimis value barang kiriman dengan cara memecah barang kiriman menjadi beberapa pengiriman dan di bawah de minimis value dalam hari yang sama yang jumlahnya sangat ekstrim," ujarnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Program Anti “Splitting”
Sejak Bea Cukai menerapkan program anti “splitting” melalui PMK-112/PMK.04/2018 di Oktober 2018, terdapat 72.592 consignment notes (CN) yang berhasil dijaring di tahun 2018 dengan nilai mencapai Rp4 miliar dan naik di tahun 2019 sampai dengan bulan September 2019 sebanyak 140.863 CN dengan nilai penerimaan mencapai Rp28,05 miliar.
Sebagian besar barang yang terjaring antara lain barang dari kulit, arloji, sepatu, aksesoris pakaian, part elektronik, dan telepon genggam. Program anti “splitting” ini merupakan smart system berupa sistem komputer pelayanan yang akan mengenali secara otomatis nama-nama penerima barang yang mencoba memanfaatkan celah pembebasan bea masuk dan pajak impor.
Heru mengimbau kepada masyarakat agar selalu memenuhi ketentuan yang berlaku dengan memberikan keterangan sebenar-benarnya atas barang bawaan atau barang kiriman yang dimasukkan ke Indonesia.
Lebih dari itu, Heru menegaskan penindakan yang telah dilakukan Bea Cukai semata untuk meningkatkan kepatuhan pengguna jasa dan memastikan bahwa hak-hak negara terpenuhi serta untuk menciptakan kesetaraan level of playing field antara hasil produksi dalam negeri dengan produk impor yang marak beredar di pasaran sehingga akselerasi daya saing produk lokal lebih terjamin.
“Dengan mendeklarasikan barang bawaan atau barang kiriman dengan benar maka akan memudahkan orang itu sendiri, sesuai dengan slogan ‘Isi Benar Jadi Lancar’ yang selalu kita gaungkan,” tutupnya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement