Pasutri Miliarder Sumbang Rp 3,5 Triliun Demi Lingkungan

Pasangan miliarder yang hobi menyumbang demi kepentingan bumi.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 29 Sep 2019, 21:00 WIB
Ilustrasi Foto Pendaki dan Mendaki Gunung (iStockphoto)

Liputan6.com, Pasadena - Demi merawat bumi, pasangan miliarder Stewart (82) dan Lydia (75) Resnick baru saja mengumumkan sumbangan sebesar USD 250 juta atau Rp 3,5 triliun (USD 1 = Rp 14.171). Uang itu diberikan kepada Institut Teknologi California di Casadena, California, pada Kamis, 26 September 2019.

Dilaporkan Forbes, sumbangan dari pasangan Resnick adalah yang terbesar yang pernah institut itu terima dalam sejarah. Uangnya akan eksklusif digunakan untuk penelitian sustainability (keberlanjutan) lingkungan, termasuk dana abadi.

"Agar bisa menangani krisis iklim secara komprehensif, kita butuh inovasi terobosan yang hanya bisa dilakukan lewat investasi signifikan pada penelitian universitas," ujar Stewart Resnick dalam pernyataannya.

Institut Teknik California, atau yang akrab dipanggil Caltech, akan menggunakan sumbangan sang miliarder untuk membangun gedung peneliti seluas 6.976 meter persegi.

Gedung itu akan dinamakan Resnick Sustainability Resource Center dan akan menjadi tempat penelitian sains tenaga surya (solar), sains iklim, energi, biofuel, plastik yang bisa terurai, sumber daya air dan lingkungan, serta ekologi dan biospehere engineering.

Pasutri miliarder Resnick diperkirakan memiliki kekayaan sebesar USD 9 miliar (Rp 127,5 triliun). Mereka aktif di sektor makanan dan minuman, yakni pemilik perusahaan minuman buah POM Wonderful, Fiji Water, dan jeruk mandarin Halo.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Bukan yang Pertama

Sambut mentari pagi dari puncak Buttu Lengo, Kecamatan Bulo, Sulbar (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Pasutri miliarder ini diketahui sering menyumbang banyak dana ke universitas untuk kepentingan lingkungan. Sepuluh tahun lalu, Caltech juga mendirikan Resnick Sustainability Institute setelah Resnick menyumbang USD 20 juta.

Pada tahun 2014, Resnick menyumbang lagi USD 15 juta demi membuat Resnick Institute Innovation Fund. Pendanaan itu mendukung program fellowship dan penghargaan untuk murid-murid yang belajar sains energi bersih dan sustainability.

"Sustainability adalah tantangan di zaman kita. Kedermawanan dan visi Stewart dan Lynda Resnick akan mengizinkan Caltech untuk menangkal isu air, energi, makanan, dan pembuangan di dunia yang menghadapi perubahan iklim yang cepat," ujar Presiden Caltech Thomas F. Rosenbaum.

Pasangan Resnick bertemu pada tahun 1970 ketika Stewart mewawancara agensi iklan milik Lynda. Mereka menikah pada tahun 1979 dan memulai usaha bersama.


Demo Perubahan Iklim Menyebar ke Seluruh Dunia, Sekitar 4 Juta Orang Ikut Serta

Puluhan ribu pelajar di seluruh Selandia Baru berunjuk rasa menuntut tindakan segera terhadap perubahan iklim. (AP)

Jutaan orang di seluruh dunia mengadakan demo perubahan iklim pada Jumat 20 September 2019, terinspirasi oleh aktivis Greta Thunberg.

Para pengunjuk rasa di seluruh benua melambaikan plakat dan meneriakkan slogan-slogan, yang bisa menjadi demonstrasi terbesar yang pernah terjadi tentang pemanasan global yang disebabkan oleh manusia. 

"Rumah kami terbakar", kata Thunberg pada kampamyenya seperti dikutip dari BBC, Sabtu (21/9/2019).

"Kami tidak akan hanya berdiri di pinggir dan menonton."

Kampanye itu dimulai di Pasifik dan Asia lalu memuncak dalam demonstrasi besar-besaran di New York, Amerika Serikat.

Demo perubahan iklim itu terjadi menjelang pertemuan puncak PBB pekan depan di markas organisasi tersebut di Manhattan. Para aktivis menuntut upaya yang lebih besar dilakukan pada pertemuan tersebut untuk mengatasi perubahan iklim.

Thunberg pertama kali mulai bolos sekolah untuk memprotes tidak adanya tindakan terhadap perubahan iklim pada tahun 2018.

Tindakannya lalu mengilhami anak sekolah dan orang dewasa di seluruh dunia untuk melakukan perlawanan.

 


Protes Secara Kreatif

Puluhan ribu pelajar di seluruh Selandia Baru berunjuk rasa menuntut tindakan segera terhadap perubahan iklim. (AP)

Pada Jumat 20 September, negara-negara kepulauan Pasifik seperti Kiribati, Kepulauan Solomon dan Vanuatu - semuanya terancam oleh kenaikan permukaan laut - memulai demo. Posting online menunjukkan warga bernyanyi: "Kami tidak tenggelam, kami berjuang."

Di Australia, 350.000 orang diperkirakan telah bergabung dengan protes di seluruh negeri, dengan beberapa pejabat setempat mendorong anak-anak sekolah dan pekerja untuk ambil bagian.

Negara itu sudah menderita karena suhu yang meningkat, dan laut yang memanas telah berkontribusi pada kematian setengah dari Great Barrier Reef di lepas pantai timur laut Australia.

Dari sana, demonstrasi menyebar ke kota-kota di Asia, Eropa, Afrika, dan Amerika. 

Siswa di Ghana kemudian berbaris di ibu kota Accra, mengatakan perubahan iklim telah mempercepat erosi pantai yang mempengaruhi orang-orang di pantai negara itu. Sekitar 44% dari populasi Ghana belum pernah mendengar tentang perubahan iklim, demikian menurut satu studi oleh Afrobarometer.

Sementara orang-orang di Thailand dan India menggelar aksi pura-pura mati. Mereka berbaring di tanah untuk menuntut tindakan pemerintah yang lebih besar.

Ketika protes terjadi di 500 kota besar dan kecil di seluruh Jerman, pemerintah koalisi negara itu mengumumkan paket 54 miliar euro yang ditujukan untuk memotong gas emisi rumah kaca.

Dan di Inggris, ratusan ribu orang diyakini telah ikut serta dalam demo yang telah berlangsung di sejumlah kota yang sudah berlangsung di empat negara.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya