Prediksi Mantan Aktivis 98 Jika Jokowi Tak Segera Keluarkan Perppu

Ray Rangkuti, mantan aktivis 98 mengatakan jika Perppu segera dikeluarkan, Jokowi akan diuntungkan secara politik.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Sep 2019, 14:03 WIB
Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan pers terkait bergabungnya Partai Amanat Nasional dengan pemerintah di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (1/9/2015).(Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Selama sepekan terakhir gelombang penolakan terhadap pengesahan RUU KUHP dan revisi UU KPK terus gencar disuarakan mahasiswa dari berbagai daerah di Tanah Air. Bahkan dua mahasiswa meninggal dunia di Kendari. 

Menurut aktivis demokrasi dan mantan aktivis 1998, Ray Rangkuti, gerakan mahasiswa ini diprediksi akan terus berlanjut jika Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu KPK.

"Saya yakin ini berlanjut," kata Ray Rangkuti usai diskusi Populi Center di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (28/9/2019). 

Sementara itu, Presiden Jokowi sendiri tengah mempertimbangkan akan mengeluarkan Perppu setelah mendapat masukan dari berbagai pihak.

Namun, Ray mengingatkan pemerintah agar jangan menganggap situasi telah menurun seiring dengan rencana penerbitan Perppu. Dia bahkan memprediksi aksi akan dilakukan secara sporadis di berbagai kota.

"Kita lihat mahasiswanya tetap memelihara etosnya. Etos melakukan perlawanan, sampai dugaan saya Perppu itu dikeluarkan presiden. Di Perppu itulah kemudian secara perlahan akan mendorong itu," jelasnya.

"Tapi kalau presiden enggak menurunkannya, saya kira akan kesulitan. Saya sih berharap betul presiden mengeluarkan Perppu itu. Karena pertimbangan tentu saja suasana sudah sangat genting. Saya tidak mengerti definisi genting mereka (pemerintah) seperti apa. Meninggal sudah dua orang, banyak lagi peristiwa yang mestinya menjadi perhatian presiden, presiden mestinya sudah ke Papua, dan seterusnya. Tapi karena terhalang oleh situasi yang sekarang, akhirnya tinggal di Jakarta dan sebagainya," lanjutnya.

Mantan aktivis 98 ini menambahkan, jika segera mengeluarkan Perppu, Jokowi akan diuntungkan secara politik. Pasalnya DPR periode 2014-2019 akan segera berakhir masa jabatannya.

Pada 1 Oktober akan masuk anggota DPR periode baru yang menurutnya belum tentu akan ngotot menolak Perppu sebagaimana mereka setuju mengesahkan revisi UU KPK.

"Sekarang 50 persen anggota DPR baru yang enggak mungkin baru datang langsung dimaki-maki masyarakat. Karena itu kemungkinan presiden mengeluarkan Perppu mereka akan menyetujui. Karena ini anggota DPR baru," jelasnya.

Jika ada fraksi yang menolak Perppu, maka dapat berdampak terhadap partai pada Pilkada 2020. Mereka yang menolak akan mendapat sanksi dari masyarakat dimana kandidat yang mereka calonkan dalam Pilkada tak akan dipilih masyarakat.

"Dengan tiga pertimbangan ini saya melihat jauh lebih baik kalau presiden mengeluarkan Perppu-nya, karena tidak ada yang dirugikan sama sekali dari Perppu itu. Kalau kita kembali ke KPK lama, demonstrasinya berhenti, presiden fokus pada aktivitas lain termasuk menghadapi resesi global yang disampaikan presiden," papar Ray Rangkuti. 

"Secara politik saya lihat aman, karena ada anggota DPR baru yang dugaan saya yang enggak akan mau begitu masuk langsung tiba-tiba dimaki-maki oleh masyarakat, mereka enggak mau. Atau didemo lagi oleh masyarakat tentu mereka enggak mau, tentu ada kemungkinan lulus di parlemen. Kalau ada partai yang kelihatan menolak Perppu itu, mereka mendapat sanksi politik pada Pilkada 2020. Jadi oleh karena itu pertimbangan rasionalnya, pertimbangan pragmatisnya, pertimbangan politisnya presiden keluarkan Perppu," papar Ray.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Gerakan Mahasiswa Tak Ditunggangi

Presiden Joko Widodo saat melakukan pertemuan dengan pimpinan KPK di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (4/7). Pertemuan tersebut untuk membahas Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dalam kesempatan tersebut, Ray juga menyampaikan aksi mahasiswa di berbagai daerah tak ada yang menunggangi sebagaimana tudingan sejumlah pihak. Menurutnya unjuk rasa adalah murni gerakan mahasiswa yang ingin aspirasinya didengar.

"Enggak (ditunggangi), murni," tegasnya. 

Menurutnya ada enam ciri untuk menilai sebuah gerakan itu murni atau ditunggangi kepentingan tertentu. Ciri pertama adalah dilakukan secara massif dengan jumlah besar.

"Ini dari Sabang sampai Merauke mungkin sudah mencapai jutaan mahasiswa," ujarnya.

Hal kedua adalah tidak ada komando tunggal. Unjuk rasa mahasiswa di berbagai daerah komandonya berbeda-beda.

"Misal hari ini, mahasiswa Kediri kritik mahasiswa Jakarta karena tidak mau dialog (dengan presiden) itu. Itu adalah tipikal mereka memang tidak ditunggangi siapa-siapa. Jadi akan ada pertentangan. Sama seperti kita di 98 itu, grupnya banyak banget. Tapi sekalipun begitu mereka dipersatukan isu besarnya. Isu besarnya itu kan RKUHP dan revisi UU KPK. Tapi saat bersamaan akan ada banyak isu turunan yang berbeda-beda, sesuai dengan lokalitas (persoalan) masing-masing," jelasnya.

"Dengan tipikal seperti ini di gerakan mahasiswa, saya haqqul yakin gerakan ini murni. Kalau isunya sama, tunggal itu justru mencurigakan. Ini isunya sama tapi cara mengkomunikasikannya berbeda-beda. Ini menunjukkan gerakan sendiri-sendiri. Kalau gerakan sendiri-sendiri bagaimana menungganginya?" pungkasnya.

 

Reporter: Hari Ariyanti

Sumber: Merdeka 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya