Mengulik Keistimewaan Batik Marunda, Kain Tradisional Asli Jakarta

Batik Maruna dikerjakan ibu-ibu yang awalnya tidak punya keterampilan membatik.

oleh Henry diperbarui 29 Sep 2019, 13:30 WIB
Koleksi Batik Marunda yang dipamerkan pada acara Menyentuh Hati, Mengubah Hidup yang dilaksanakan di La Moda, Plaza Indonesia pada Jumat, 27 September 2019. (dok. liputan6.com/Novi Thedora)

Liputan6.com, Jakarta - Kain batik sudah dikenal dunia sebagai warisan budaya Indonesia. Motif yang indah, serta kaya makna membuatnya menjelma jadi kain yang spesial. Tak hanya itu, proses pembuatan warisan budaya satu ini juga tak main-main.

Dibutuhkan kesabaran, ketelitian, dan kegigihan agar kain nantinya punya motif yang indah. Membatik, seperti yang tampak di Rusunawa Marunda, Jakarta Utara, kebanyakan dilakukan ibu-ibu.

Kawasan ini sendiri merupakan rumah susun (rusun) yang jadi tempat relokasi penduduk Jakarta dari 14 wilayah terdampak banjir besar pada 2013. Terdapat setidaknya 10.836 jiwa yang tinggal di sini.

Tak ingin menyia-nyiakan potensi yang tampak, Yayasan Meek Nusantara bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta pemberdayaan pada warga, khususnya ibu-ibu. Veronica Tan, selaku penginisiasi program, mengaku terinspirasi dari rusun di Singapura.

"Waktu itu lihat di rusun di Singapura, lantai bawahnya digunakan untuk melakukan aktivitas. Dari situ idenya, rusun bawahnya pemberdayaan," ujar Veronica pada sambutannya di acara Menyentuh Hati, Mengubah Hidup, di bilangan Jakarta Pusat, Jumat, 27 September 2019.

Pemberdayaan yang dilakukan adalah mengajari ibu-ibu membatik. Uniknya, batik yang dihasilkan bukan batik dengan motif yang sudah terkenal, melainkan membuat motif batik baru khas Jakarta.

Selama ini, Jakarta dikenal memiliki Batik Betawi yang mengunggulkan ondel-ondel dan Tugu Monas sebagai ikon. Tapi, Batik Marunda ingin mengenalkan budaya Jakarta dengan lebih luas melalui flora dan fauna yang terdapat di Jakarta. Beberapa motifnya adalah bunga anggrek, melati, kembang telang, hiu, dan burung kipasan.

Rancangan batik tersebut digambar perancang busana lokal, Wendy Sibarani. Ibu-ibu yang ada di Rusunawa Marunda diajari melakukan pewarnaan. Tidak menggunakan stempel seperti batik modern, mereka mewarnai dengan teknik batik tulis.

Spesialnya, para ibu di tempat ini bukan orang yang memiliki dasar keterampilan membatik sebelumnya. Tapi, berkat kegigihan, mereka dapat melakukannya dan sudah berjalan selama enam tahun.

"Itu bukan ibu-ibu yang punya sebuah basic membatik. Coba kalau lihat di Jawa, Yogya, Cirebon, turunannya kan membatik, beda ya. Tap,i di sini mereka itu harta karun, nanti by nature terpilih (untuk membatik)," kata Mira Hadiprana, Sekretaris Yayasan Meek Indonesia saat ditemui di La Moda, Plaza Indonesia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Batik Pengubah Paradigma

Beberapa koleksi hasil kolaborasi dari tiga brand lokal dengan Batik Marunda yang dipamerkan dalam fashion auction di La Moda, Plaza Indonesia pada Jumat, 27 September 2019. (dok. liputan6.com/Novi Thedora)

Selain untuk pemberdayaan, Batik Marunda bertujuan mengubah paradigma, baik untuk paradigma masyarakat maupun warga dari Rusunawa Marunda. Lewat acara Menyentuh Hati, Mengubah Hidup, Yayasan Meek Nusantara mengajak desainer dan merek lokal untuk mengolaborasikan Batik Marunda dengan koleksi mereka.

Mengingat motif yang ada adalah flora dan fauna khas ibu kota, tujuan utamanya adalah memperkenalkan kekayaan Jakarta. Karenanya, tidak ada batasan dalam penggunaan setiap motif. Alhasil, bisa dipakai siapa saja, kapan saja, dan di mana saja.

"Ini adalah batik zaman now, karena tidak ada restrictions for that. Tidak ada batasan, jangan pakai ini untuk ke sini, ke situ. Jadi, kamu bisa melakukan apa saja dengan batik ini,” tutur Mira. 

Ia menambahkan, karena motif batik berukuran cukup besar dan renggang satu sama lain, pemakaiannya dapat dipadankan dengan kain tradisional lain seperti kain ikat Bali yang jarak antar motifnya lebih rapat.

Selain memperluas kekayaan dan penggunaan batik di masyarakat, Yayasan Meek Nusantara juga ingin mengubah paradigma warga Rusunawa Marunda.

"Mengubah hati dan paradigma untuk tidak melihat diri sebagai orang terbuang dan miskin. Membuat berpikir bahwa dalam hidup saya, ada potensi yang dahsyat, sehingga merasa bangga karena pekerjaan sepenuh hati, dipakai oleh orang lain," ucap Mira.

Mira juga mengatakan bahwa Yayasan Meek Nusantara tidak menganggap kegiatan ini sebagai kegiatan amal. Menurut mereka, kegiatan amal berarti memberi bantuan pada orang yang tidak mampu dan mereka tidak melihat warga Rusunawa Marunda sebagai orang itu.

Justru, mereka ingin mengubah pandangan warga di sana bahwa banyak potensi alami yang bisa dikembangkan dan berdampak positif ke Marunda sendiri.

Saat ini, kain Batik Marunda bisa didapatkan di sebuah kios di Jl. Lebak Bulus Raya no. 35, Jakarta Selatan. Harga kain yang ditawarkan berkisar dari Rp1,5 juta hingga Rp1,75 juta per helai.

(Novi Thedora)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya